Memasuki bulan Ramadan, di siang hari aktivitas memang terasa berjalan lebih lambat. Berjalan ke luar rumah, Anda mungkin sadar bahwa tidak semua warung makan membuka lapaknya di siang hari. Beberapa lebih memilih berganti waktu berjualan menjadi selepas Maghrib hingga menjelang Subuh.
Namun, ternyata tak sedikit pula warung makan atau restoran yang tetap buka di siang hari selama Ramadan. Jenis tempat makan yang tetap buka ini terbagi lagi, ada yang sengaja membentangkan kain di jendela sehingga tak terlihat aktivitas makan di dalamnya, ada lagi yang terang-terangan buka tanpa menutupi apapun.
Di lingkungan tempat saya tinggal, saya kerap menemukan warung yang buka namun ditutup jendelanya di daerah perumahan, terutama di warung Tegal. Sementara, sewaktu saya berjalan-jalan ke sebuah mall, tetap ada restoran yang buka tanpa menutupi makanan yang dijualnya.
Memang restoran yang saya temukan tersebut selain menjual cita rasa makanan, juga menjual view cara memasak yang unik agar orang tertarik datang. Mungkin juga pertimbangan untuk tidak menggelar tirai agar penjualan tetap stabil.
Tak Semua Orang Sama Ketika Berpuasa
Saya sendiri termasuk orang yang setuju bahwa restoran tak perlu tutup atau ditutup tirai selama Ramadan. Alasannya akan saya kemukakan kemudian dalam tulisan ini.
Hanya saja, saya juga sadar betul bahwa tidak semua orang sama. Saya baru tahu ini ketika mengobrol bersama seorang teman yang baru setahun bekerja di sebuah perusahaan swasta. Kantornya dekat dengan sebuah mall, sehingga ketika jam istirahat, banyak teman-temannya sesama karyawan yang mengajak refreshing ke dalam mall.
Teman saya setuju saja diajak istirahat ke mall, hitung-hitung udara dingin sekaligus window shopping bisa membuat kepala juga ikutan mendingin.
Tetapi kemudian alangkah terkejutnya teman saya ketika ia menyaksikan teman-temannya yang sama-sama Muslim, makan dengan santainya di siang hari ketika Ramadan. Teman saya yang sedang berpuasa jadi salah tingkah sendiri, ia akhirnya hanya duduk diam mengobrol selama temannya yang lebih senior semua menyantap makanannya.
Oh ya, teman saya juga cerita, kebetulan ia makan di tempat dengan tirai tertutup, sehingga tak terlihat dari luar restoran. Tapi tetap saja ada perasaan tak nyaman ketika berada di tengah-tengah teman sesama karyawan tersebut. Dari sini, teman saya merasa bahwa ada baiknya juga tempat makan ditutup selama bulan Ramadan.
Alasan Mengapa Warung Tak Wajib Tutup Saat Siang Ramadan
Mendengar cerita teman saya, saya tak lantas setuju dengannya. Menurut saya pribadi, terdapat beberapa alasan lebih berat mengapa warung makan sebetulnya sah-sah saja dibuka selama umat Muslim berpuasa. Alasan-alasan tersebut antara lain:
1. Ada Ibu Hamil dan Menyusui yang Tidak Berpuasa
Cerita seorang senior saya lain lagi. Â Kemarin ia baru saja mencak-mencak di twitter. Dirinya sedang berbadan dua, namun ketika beraktivitas, ia merasa sangat sulit mencari warung makan atau kantin yang buka di jam istirahat siang. Padahal, kita sama-sama tahu penting sekali asupan gizi bagi ibu dan janin yang sedang dikandungnya.
Senior saya ini termasuk ibu hamil trisemester tiga yang masih belum masuk waktu cuti. Bisa dibayangkan betapa pusingnya menghadapi masalah ini. Akhirnya, ia yang biasanya bisa berhemat, harus mengeluarkan uang untuk memesan makanan secara online yang tentu memakan budget lebih banyak, padahal ia mesti menabung untuk persiapan persalinan.
2. Saling Bertoleransi Antar Umat Beragama
Artinya, ada sekitar 15% umat beragama lainnya yang juga sama-sama harus menyambung hidup di bulan Ramadan. Tinggal di negara mayoritas seharusnya tetap bisa saling menghargai. Banyaknya warung makan yang memilih berganti waktu berjualan sedikit banyak tentu juga bisa menyulitkan mereka yang tak berpuasa dan mencari makanan di siang hari.
3. Puasa Adalah Tentang Kejujuran Pada Diri Sendiri
Orang lain tidak akan pernah tahu apakah kita betul-betul sedang berpuasa atau tidak.Â
Ibadah yang satu ini memang unik, tak seperti ibadah lainnya yang bisa dilihat orang, seperti shalat dan haji misalnya. Saat seseorang berpuasa, hanya Allah SWT dan dirinya sendiri yang tahu.
Seseorang bisa saja pergi ke warung makan di siang hari, kembali ke kantor dan mengaku masih berpuasa. Tidak akan ada yang menghujat. Hanya diri sendiri yang mungkin merasa bersalah. Atau  tak merasa bersalah karena tak ada lagi rasa ingin patuh pada perintah-Nya.
Ingat-ingat lagi, setan sedang diikat di bulan suci ini. Jadi ketika ada orang yang begitu mudahnya membatalkan puasa, mungkinkah itu bukan godaan setan, melainkan hawa nafsunya sendiri yang sedang ia turuti?
4. Manusia Mesti Berlatih Menahan Nafsunya
Selama berpuasa, seharusnya manusia menjadi lebih tersentuh kemanusiannya. Ia mesti sadar bahwa di dalam dirinya memang terdapat hawa nafsu, namun manusia sebetulnya bisa cukup kuat melawan hawa nafsu tersebut, terutama jika berlatih terus-menerus.
Jika memang diri sendiri sudah mantap dan memiliki iman yang kuat untuk berpuasa, sekalipun makanan dihidangkan di depan wajah kita pun, seseorang akan memiliki pengendalian diri yang kuat untuk tidak membatalkan puasanya.
5. Berkaca dari Negara Lain
Beruntunglah Anda ketika berkesempatan untuk menjalankan puasa di Indonesia. Jam berpuasa di Indonesia termasuk yang berdurasi sedang, tidak terlalu lama dan tidak juga cepat, hanya sektiar 13 jam dalam satu hari.
Bayangkan mereka yang tinggal di negara lain, seperti Turki atau Spanyol yang memiliki durasi berpuasa sekitar 16 jam. Ditambah lagi presentase Muslim di negara tersebut mungkin tak sama dengan di Indonesia.
Muslim di negara tersebut pastinya tetap berpuasa sambil sehari-hari melihat berbagai macam makanan disajikan. Belum lagi jika ada jam istirahat dan harus bergaul dengan teman non-muslim yang tidak berpuasa.
Sudah puasa lebih lama, mereka juga sanggup menghadapi godaan sehari-hari. Maka jika masih menyalahkan warung makan yang buka atas alasan batalnya puasa kita, maka ada yang perlu diperbaiki dari diri sendiri.
6. Menghambat Rezeki Sang Pemilik Warung
Ada beberapa warung yang memang buka di bulan puasa dengan niat bukan untuk membuat batal mereka yang sedang berpuasa, namun demi mengusahakan rezeki yang berkah. Pemilik warung makan tersebut mungkin saja memiliki keluarga yang tentu akan bertambah kebutuhannya menjelang hari raya.
Lalu untuk pedagang yang seperti ini, masihkah kita tega melarangnya membuka warung saat siang hari?
Akhirnya, saya harus menyimpulkan bahwa saya tidak setuju jika ada warung yang dipaksa untuk tutup saat berjualan di bulan Ramadan. Memang ada orang-orang dewasa yang terperangkap dalam jiwa anak kecil, sehingga begitu amat tak tahan melihat makanan ketika sedang berpuasa. Namun sesungguhnya di sinilah media pembelajaran kita sebagai makhluk-Nya.
Orang berpuasa harusnya tak minta dihormati, sebab seharusnya tak ada yang tahu apakah ia sedang berpuasa atau tidak. Orang berpuasa seharusnya bisa lebih bertoleransi dan mengalah pada mereka yang tidak berpuasa.