Mohon tunggu...
Muhammad Diponegoro
Muhammad Diponegoro Mohon Tunggu... Lainnya - Sesekali menulis dan merekam

Perantau

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Bertiga

8 November 2020   20:52 Diperbarui: 8 November 2020   21:31 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Musim panas hampir berakhir. Semalam ia memintaku menyediakan waktu pada keesokan hari untuk menemaninya ke sebuah taman favorit kami di pinggir kota. Ia suka sekali berada di sana ketika matahari mulai beristirahat. Biasanya, di taman itu kami akan menggelar alas kain lalu duduk di bentangan rumput hijau sambil menyaksikan angsa hitam bermain di tengah danau yang seolah-olah sedang melakukan tapa brata. Ketika puas mengamati momen hening itu, aku hapal benar ia akan berkisah tentang ayahnya yang suka bercocok tanam di pekarangan rumahnya. Anggrek, Kaktus, dan Wijaya Kusuma adalah beberapa tanaman kesukaan ayahnya. Cerita itu mungkin sudah diulangnya berpuluh-puluh kali, meski demikian, aku senantiasa mendengarkannya tanpa pernah malas untuk memerhatikan setiap perkataan yang keluar darinya.

Pada sore tadi ia tak seperti ia yang biasanya ketika berada di taman ini. Ia menginginkan aku dan dirinya duduk di sebuah kursi yang menghadap ke wahana bermain anak. Aku sebenarnya cukup canggung duduk di kursi ini, karena biasanya kursi tersebut hanya diduduki oleh orang tua yang entah mungkin malas atau kelelahan memantau anaknya berkejar-kejaran dengan teman-temannya.

"Lihat anak-anak itu, Ka, menggemaskan bukan?"

"Ketika mereka tidak tinggal satu atap dengan kita mereka pasti menggemaskan"

"Mungkin orang tuamu salah memberi namamu Alaska."

"Aku bercanda, sayang." kataku sambil mengelus rambutnya.

Ia lalu menepis tanganku.

"Tidak, kamu selalu serius jika sudah membicarakan persoalan ini. Ka, apakah kamu tidak bosan terus hidup hanya berdua denganku?" Tanyanya sambil menatap kakinya yang sedang menyingkirkan batu-batu kecil yang berada di dekat kakinya

"Bagaimana bisa aku bosan denganmu. Aku mencintaimu, Liana."

"Aku tak ragu dengan cintamu. Tapi kau egois. Selalu saja punya alasan."

"Aku tak mau cinta kita berdua redup karena ada orang lain dalam kehidupan kita."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun