Mohon tunggu...
Dini Rachmawati
Dini Rachmawati Mohon Tunggu... Crafter

Ibu Rumah Tangga yang suka membaca dan merajut

Selanjutnya

Tutup

Seni Pilihan

Bantengan Bocil Menapaki Jejak Leluhur

7 Juli 2025   03:29 Diperbarui: 7 Juli 2025   17:10 354
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pelatih Bantengan dan kostumnya (dok.ptibadi)

Siapa dari kalian yang pernah melihat seni Bantengan? Jujur, saya sendiri belum pernah melihatnya secara langsung dan hanya melihat sekilas video dan foto-foto saja. Stigma negatif terlanjur melekat di seni pertunjukan lokal ini membuat saya enggan untuk melihatnya secara langsung . Banyak cerita tentang  ritual-ritual sebelum pertunjukan yang melibatkan minuman keras, jampi-jampi hingga mberot yaitu  kondisi dimana pemain Bantengan mengalami kondisi trance atau kesurupan yang menakutkan untuk sebagian orang.  Hal ini juga diperparah dengan masuknya sound horeg dan penari perempuan dengan pakaian seksi. Namun, sejak melihat langsung Bantengan Bocil di desa Bumiaji Kota Batu kemarin, saya jadi tertarik mengulik tentang kesenian lokal Jawa Timur ini

Apa itu Bantengan?

Ternyata asal usul seni Bantengan dipercaya telah ada sejak jaman kerajaan Singhasari dengan bukti pahatan di dinding Candi Jago yang dibangun pada abad 13. Seni pertunjukan tradisional yang menggabungkan tarian, musik dan mantra ini populer di wilayah Mojokerto, Malang dan Batu. Ada juga yang menyebutkan bahwa kesenian ini bisa ditemui di   daerah lereng Gunung Arjuno, lereng Gunung Kawi dan lereng Gunung Bromo. Di setiap wilayah itu, Bantengan menyesuaikan dengan lingkungannya berada sehingga berkembang dan memiliki keunikan masing-masing baik dari sisi alat pertunjukan, gamelan, musik ataupun urutan pertunjukan. Bisa disimpulkan bahwa Bantengan ini bersifat fleksibel dan pakemnya menyesuaikan kondisi.

 

Secara umum, Bantengan dimainkan oleh dua orang. Pemain pertama berperan sebagai kaki depan sambil memegang kepala Banteng dan pengontrol gerakan tari  dan pemain kedua  berperan sebagai kaki belakang dan ekor Banteng. Perlengkapan kostumnya berupa kepala Banteng yang  terbuat dari kayu dengan tanduk asli Kerbau atau Banteng atau bisa juga replika tanduk dari kayu dan dilengkapi kain hitam yang dibuat memanjang sebagai badan Banteng. Kedua pemain menari  diiringi musik khas Bantengan  dengan alat musik gong, kendang dan suling. Uniknya di acara Bantengan Bocil di Bumiaji, lagu-lagu yang dimainkan adalah lagu nasional dan lagu pop masa kini.

Bantengan secara filosofis adalah bentuk dari perjuangan akan kebebasan terhadap penguasa yang lalim baik di masa kerajaan maupun di masa kolonial. Sebagai pembuka acara ditampilkan  pertunjukan Pencak Dor yaitu keterampilan pencak silat dan ketangkasan . Lalu tampil seorang kesatria yang merupakan tokoh protagonis membawa masuk sosok Banteng yang menari. Biasanya sang Banteng ditemani beberapa hewan lain seperti Harimau dan Kera yang juga menampilkan tarian dan akrobatik sambil diiringi musik yang menggugah. Ketika Banteng telah masuk biasanya ada kejadian  trance yang diawasi oleh seorang yang memiliki "ilmu" dan menjaga kondisi pemain agar tidak keluar jalur. 

Bantengan Bangkit

Waktu berjalan dan seperti halnya hidup yang tak selalu mulus,  Bantengan pun mengalami pasang surut. Seperti di awal 2000-an hingga 2019  Bantengan tidak terlalu terdengar gaungnya  walaupun paguyuban Bantengan masih tetap eksis di beberapa tempat. Menurunnya minat masyarakat terhadap Bantengan menjadi keprihatinan beberapa seniman Bantengan di Kota Batu sehingga tercetuslah gagasan untuk mengadakan Festival Bantengan. Dan sebuah festival yang bertajuk Festival  1000 Banteng Nuswantoro pada bulan Agustus 2023 di Kota Batu menjadi poin penting bangkitnya Bantengan. Berkat antusiasme pengunjung dan paguyuban Bantengan, festival ini menjadi acara tahunan yang dilaksanakan pada bulan Agustus.  Dan festival serupa mulai diadakan di kota-kota sekitar.

Pelatih Bantengan dan kostumnya (dok.ptibadi)
Pelatih Bantengan dan kostumnya (dok.ptibadi)

Dengan meningkatnya kepopuleran Bantengan maka semakin banyak pula anak-anak yang menggemari seni pertunjukan ini dan ikut menonton seni pertunjukan ini. Namun sayangnya di beberapa pertunjukan Bantengan disusupi oleh sound horeg yang  membawa perempuan-perempuan berbaju minim yang tentu tidak kids friendly. Perlahan inilah yang membuat stigma negatif semakin kuat bagi para orangtua  bahwa Bantengan itu harus dihindari dan tidak layak ditonton.

Bantengan Bocil

Namun berbeda dengan Desa Sejahtera Astra Bumiaji, justru disini anak usia SD hingga SMP bisa mengekspresikan kesenian Bantengan tanpa kuatir di acara Bantengan Bocil pada 5 Juli 2025 lalu. Acara ini digagas oleh Anjani, seorang seniman batik motif Bantengan yang juga pemenang Apresiasi SATU Indonesia Award   2017, yang concern dengan kesenian ini. Menurutnya, Bantengan perlu regenerasi dan diperkenalkan sejak kecil agar tercipta bibit-bibit baru dan dikemas dengan kultur yang lebih ramah anak dan tidak ada kondisi trance atau kesurupan dalam pertunjukannya. Murni hanya sebagai kesenian tradisional tanpa mistik.

Personil Bantengan Bocil menanti giliran tampil (dok.pribadi)
Personil Bantengan Bocil menanti giliran tampil (dok.pribadi)

Antusiasme anak-anak yang tergabung dalam paguyuban Bantengan dan sekitarnya cukup besar karena tercatat ada 72 grup Bantengan Bocil yang mendaftar pada acara ini. Perlengkapan dan kostum Bantengan terlihat di sepanjang sisi jalan menuju arena pertunjukan yang berada di depan galeri Batik Anjani. Persiapan panggung dan sound system telah dilakukan sehari sebelumnya beserta sarana pendukung seperti tenda-tenda penjaja kudapan dari ibu-ibu PKK setempat. Pengunjung pun tumpah ruah mengelilingi arena pertunjukan tak ingin ketinggalan momen para bibit baru Bantengan beraksi. Tak hanya penduduk desa Bumiaji saja tapi ada pula  penonton dari luar kota Batu.

Pertunjukan Bantengan Bocil (dok.pribadi)
Pertunjukan Bantengan Bocil (dok.pribadi)

Tepat di jam 14.00 acara pun dimulai dengan pertunjukan Pencak Dor oleh 3 anak dengan kemampuan pencak silat yang baik dan dilengkapi dengan pertunjukan tongkat api yang memukau penonton. Kemudian satu persatu grup Bantengan Bocil tampil dengan personilnya masing-masing. Suasana gegap gempita  dengan suara musik pengiring serta celoteh pengunjung yang kagum dengan atraksi yang ditontonnya. Beberapa kali pembawa acara mengingatkan penonton untuk memberi jalan kepada barisan grup Bantengan agar bisa melintas ke arena. 

Penonton cilik di bawah panggung (dok. pribadi)
Penonton cilik di bawah panggung (dok. pribadi)

Hari sudah menjelang petang ketika saya meninggalkan arena pertunjukan Bantengan Bocil. Aroma kemenyan masih samar-samar terhirup dan beberapa hal terlintas seperti adegan beberapa anak terlihat merokok di beberapa sudut, sampah yang masih belum berada pada tempatnya hingga kurang luasnya arena pertunjukan yang membuat penonton berdesakan. Beberapa hal yang mungkin bisa diperbaiki di masa mendatang sehingga Bantengan bisa tetap lestari dengan membawa pesan positif bagi semua orang untuk satukan gerak terus berdampak

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun