Mohon tunggu...
Dinda Suryaningsih
Dinda Suryaningsih Mohon Tunggu... ASN Pemerintah Kota Jambi

Hukum Pemerintahan

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Pembatasan Materiil Konstitusi Dalam Perspektif Daftar Inventarisasi Masalah (DIM): Antara Instrumen Legislasi dan Kepastian Hukum

11 Oktober 2025   15:45 Diperbarui: 11 Oktober 2025   14:42 7
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Konstitusi sebagai hukum dasar negara bukan hanya berfungsi sebagai pedoman organisasi kekuasaan, melainkan juga menetapkan batas-batas normatif yang bersifat mengikat terhadap pembentuk undang-undang. Batasan ini sering disebut sebagai pembatasan materiil (materi muatan), yakni prinsip-prinsip atau hal-hal yang secara substantif telah diatur oleh konstitusi sehingga tidak dapat diabaikan atau disimpangi oleh pembentuk undang-undang. Dalam kerangka pembentukan undang-undang di Indonesia, mekanisme Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) memegang peran penting sebagai instrumen teknis DPR dalam membahas Rancangan Undang-Undang (RUU).

Permasalahan timbul ketika DIM, yang semestinya berfungsi sebagai instrumen administratif dan teknis, justru dapat dimanfaatkan untuk mengakomodasi kepentingan politik fraksi yang potensial melampaui batasan konstitusional. Artikel opini akademis ini berusaha menelaah hubungan antara pembatasan materiil dalam konstitusi dengan praktik penggunaan DIM, sekaligus memberikan tawaran pemikiran tentang bagaimana reposisi DIM agar lebih konstitusional.

Dasar Pemikiran Normatif

Pasal 1 ayat (3) UUD NRI 1945 menegaskan bahwa Indonesia adalah negara hukum (rechtstaat), sehingga seluruh proses pembentukan hukum harus tunduk pada asas legalitas dan konstitusionalitas. Pembatasan materiil di dalam konstitusi, misalnya prinsip non-diskriminasi, perlindungan HAM (Bab XA UUD 1945), pembagian kekuasaan, serta kewenangan otonomi daerah, berfungsi sebagai "pagar substantif" dalam pembentukan undang-undang.

Sementara itu, berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (jo. UU No. 13/2022), DIM menjadi instrumen pokok dalam pembahasan RUU di DPR. DIM berisi daftar isu, pasal, maupun norma yang akan dibahas dan dirundingkan oleh DPR bersama Presiden. Dalam praktik, DIM menjadi forum kompromi politik sekaligus teknis, yang menentukan arah substansi undang-undang.

Dengan demikian, terdapat dua kutub yang perlu disejajarkan: konstitusi sebagai batasan materiil yang bersifat limitatif, dan DIM sebagai instrumen teknis yang fleksibel dan syarat nuansa politik.

Ketegangan antara pembatasan materiil konstitusi dengan DIM dapat dirumuskan dalam beberapa problem:

  1. Potensi Pelebaran Tafsir Konstitusi.
    DIM membuka ruang bagi fraksi untuk memasukkan isu yang sesungguhnya sudah memiliki batasan jelas dalam konstitusi. Misalnya, dalam isu kebebasan berserikat dan berkumpul, konstitusi hanya membolehkan pembatasan dengan syarat yang ketat (Pasal 28J UUD 1945), tetapi DIM seringkali menampung usulan pembatasan berlebihan yang justru mengikis hak konstitusional warga.

  2. DIM sebagai Arena Politik, Bukan Penapisan Konstitusional.
    DIM lebih berorientasi pada kompromi antar fraksi dan pemerintah, sehingga aspek konstitusionalitas sering dikesampingkan. Padahal, secara teori constitutional supremacy, setiap materi muatan undang-undang wajib tunduk pada batasan konstitusional.

  3. Inkonsistensi Legislasi dan Maraknya Judicial Review.
    Banyak undang-undang hasil pembahasan DIM yang akhirnya dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi karena bertentangan dengan konstitusi. Ini menunjukkan lemahnya fungsi DIM dalam melakukan penapisan normatif sejak awal.

  4. Minimnya Mekanisme Akuntabilitas.
    Proses penyusunan DIM masih minim transparansi dan partisipasi publik. Padahal partisipasi publik adalah salah satu syarat pembentukan peraturan perundang-undangan yang demokratis dan konstitusional.

Menuju Reposisi DIM

Agar DIM selaras dengan pembatasan materiil konstitusi, diperlukan perubahan paradigma: dari instrumen politik-administratif menjadi instrumen teknis yang juga mengedepankan constitutional compliance. Beberapa tawaran pemikiran antara lain:

  1. Penguatan Basis Akademik DIM.
    Setiap isu yang masuk DIM perlu disertai naskah akademik mini yang menjelaskan keterkaitannya dengan prinsip konstitusi. Dengan begitu, DIM tidak lagi sekadar daftar masalah politis, melainkan hasil penapisan akademis.

  2. Penapisan Konstitusional Awal.
    DPR bersama tenaga ahli dan pakar konstitusi perlu melakukan validasi awal terhadap DIM, sehingga setiap isu yang dibahas sudah dipastikan tidak bertentangan dengan pembatasan materiil konstitusi.

  3. Transparansi dan Partisipasi Publik.
    DIM harus dipublikasikan sejak tahap awal, sehingga masyarakat dapat memberikan masukan terhadap isu-isu yang potensial melanggar konstitusi.

  4. Mekanisme Internal Constitutional Review.
    Sebelum sampai ke Mahkamah Konstitusi, DIM dapat melewati semacam mekanisme uji kesesuaian internal (di DPR atau Baleg), yang berfokus hanya pada aspek konstitusionalitas materi muatan.

Pembatasan materiil dalam konstitusi merupakan constitutional safeguard yang wajib dihormati oleh pembentuk undang-undang. DIM sebagai instrumen teknis DPR tidak boleh menjadi celah untuk melonggarkan batasan tersebut. Reposisi DIM sebagai instrumen teknis-akademis yang tunduk pada prinsip konstitusional merupakan kebutuhan mendesak dalam memperkuat fungsi legislasi DPR. Dengan demikian, sinkronisasi antara pembatasan materiil konstitusi dan mekanisme DIM akan menghasilkan produk legislasi yang tidak hanya sah secara politik, tetapi juga legitimate secara konstitusional.


Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun