Di tengah derasnya arus perkembangan teknologi dan digitalisasi, permainan tradisional perlahan mulai kehilangan tempatnya di hati anak-anak zaman sekarang. Gawai pintar, media sosial, dan permainan daring telah menggeser cara mereka bersosialisasi dan menghabiskan waktu luang. Aktivitas fisik digantikan oleh sentuhan layar, dan ruang-ruang bermain yang dulu riuh oleh tawa kini terasa hening, tergantikan oleh kesunyian masing-masing dalam dunia virtual.
Namun, siapa sangka bahwa di sebuah panti asuhan bernama Panti Asuhan Sunan Giri , permainan tradisional justru tetap hidup bukan hanya sebagai sarana bermain, tetapi sebagai jembatan untuk membangun relasi, kehangatan, dan rasa memiliki. Dalam kunjungan sederhana kami ke sana, kami menyaksikan secara langsung bagaimana aktivitas seperti gobak sodor, hingga benteng-bentengan bisa menyatukan hati-hati kecil mereka dengan kami. Mereka tertawa bersama, saling menyemangati, saling menggenggam tangan untuk menang. Permainan-permainan itu membuka jalan dari keasingan menjadi keakraban, dari sekadar "kami" dan "mereka" menjadi satu keluarga kecil yang saling peduli meski hanya dalam hitungan jam.
Kegiatan observasi yang dilakukan oleh kelompok 6 dari Universitas Negeri Malang dengan anak SD Panti Asuhan Sunan Giri sebagai bentuk penyelesaian tugas Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan ini bertujuan untuk mengenalkan kembali permainan tradisional kepada anak-anak di sebuah panti asuhan. Kami datang tidak hanya untuk mengamati, tetapi juga turut bermain bersama mereka. Dan sejak awal, sambutan mereka begitu hangat. Mereka terlihat antusias, tertawa lepas, berlari, dan menikmati setiap permainan yang kami bawa berupa permainan beregu seperti gobak sodor dan benteng-bentengan.
Hal yang paling mengejutkan adalah betapa mudahnya mereka diajak bekerjasama. Mereka patuh, mengikuti arahan, dan tampak sangat menikmati prosesnya. Padahal, menurut penuturan pengasuh panti, anak-anak ini biasanya cukup aktif dan perlu pendekatan khusus. Namun saat bersama kami, mereka menunjukkan sikap yang luar biasa: menghargai, mendengarkan, dan benar-benar terlibat dalam setiap aktivitas. Pengalaman ini membuat kami semakin yakin bahwa permainan tradisional bukan hanya sarana hiburan, tetapi juga wadah membangun interaksi sosial yang sehat dan menyenangkan.Â
Permainan tradisional bukan hanya sekadar bentuk warisan budaya atau aktivitas fisik biasa. Di dalamnya tersimpan nilai-nilai penting: kebersamaan, empati, komunikasi, dan rasa hormat. Permainan-permainan itu mengajarkan anak untuk menunggu giliran, bekerjasama dalam tim, dan menyelesaikan konflik kecil dengan cara yang sehat. Hal-hal yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan sosial mereka, baik di lingkungan panti maupun nanti saat mereka tumbuh dewasa.
Menyadari pentingnya kehadiran, terkadang yang paling dibutuhkan oleh anak-anak bukanlah materi atau hiburan mewah, melainkan keberadaan orang yang hadir sepenuh hati. Yang mau mendengar, bermain bersama, dan menciptakan ruang nyaman tanpa penilaian. Kehadiran yang sederhana itu mampu menumbuhkan rasa percaya, membuat anak merasa dihargai, dan memantik kembali semangat mereka. Maka, kegiatan ini bagi kami bukan hanya soal observasi untuk tugas mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan. Ia menjadi pengalaman batin yang membuka mata dan hati kami bahwa pendidikan karakter bisa hadir dalam bentuk paling sederhana: melalui permainan dan interaksi manusiawi.
Kami berharap, akan semakin banyak mahasiswa, pemuda, dan relawan yang tergerak untuk kembali membawa permainan tradisional ke ruang-ruang anak. Bukan hanya untuk melestarikan budaya, tapi untuk membangun karakter generasi masa depan. Karena dalam dalam gobak sodor ataupun permainan tradisional lainnya terdapat nilai kehidupan yang tak bisa diajarkan oleh gawai atau teknologi. Permainan tradisional bisa jadi bukan jawaban untuk semua persoalan anak zaman sekarang. Tapi ia adalah salah satu cara yang manusiawi, hangat, dan sarat makna untuk merawat tumbuh kembang sosial dan emosional mereka. Dan kami merasa bersyukur menjadi bagian kecil dari proses itu meski hanya sehari, namun penuh arti.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI