Mohon tunggu...
Dina SabilaAlamsyah
Dina SabilaAlamsyah Mohon Tunggu... Lainnya - Akun untuk berdakwah

Ilmu bagaikan binatang buruan, jika tidak diikat maka dia akan kabur. Maka tulislah ilmu yang kamu dapat agar kau tidak lupa.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tentangku dan Dia

13 Maret 2021   22:22 Diperbarui: 13 Maret 2021   22:24 288
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Satu bulan berlalu setelah pengumuman itu, gerbang besar berwarna kuning sudah hadir di hadapanku, dan di balik gerbang itu adalah mereka para penuntut ilmu syar'i, lingkungan yang ramah nan islami dan mesjid yang menjulang dengan qubah putihnya yang sangat khas. Ahhh baru berdiri di depan gerbangnya saja sudah bisa ku rasakan hangatnya ukhuwah disana, sudah bisa ku cium wangi ilmu syar'i yang diterapkan disana dan sudah bisa kulihat bagaimana cara mereka bermu'amalah dan berbicara antar sesama dengan berbahasa Arab. Sudahlah, aku sangat jatuh cinta dengan lingkungan ini, sangat sangat jatuh cinta sampai aku tidak mau berpaling darinya, apakah mungkin ini yang dinamakan cinta pada pandangan pertama? Tapi, satu hal yang sangat aku takutkan, mengingat kampus ini menerapkan sistem gugur dalam setiap semesternya bagi mahasiswa yang tidak mampu mencapai standar nilai disana, maka aku yang seorang alumni siswi SMK Pertanian dan tidak mempunyai dasar berbahasa Arab sedikitpun hanya bisa mengandalkan tekad yang kuat dan niat menuntut ilmu syar'i yang teguh agar bisa bertahan di tempat ini dan bisa melihat sampai mana kemampuanku dalam berjihad di jalan Allah dengan menuntut ilmu syar'i.

Satu semester berlalu dengan penuh liku dan haru, dan aku yang masih kesulitan dalam menghafalkan kosa kata bahasa Arab yang sangat asing di telingaku, masih terus berjuang dan bertahan karena izin Allah, meskipun aku tau ini tidak mudah dan mustahil bagiku, tapi sekali lagi tidak bagi-Nya. Banyak sekali keluhan yang aku rasakan selama satu semester ini, hafalan kosa kata yang belum selesai, hafalan al-qur'an yang belum mutqin, hafalan pelajaran yang belum faham, aahhh banyak sekali sehingga waktu 24 jam terasa sangat tidak cukup bagiku selama aku disini dengan kemampuan menghafalku yang kurang. Tapi percaya atau tidak aku bisa melewati semua itu, aku bisa lulus di semester ini dengan segala cobaan dan rintangan sehingga bisa lanjut menunut ilmu syar'i di semester berikutnya dengan izin Allah.

Namun, kebahagiaan itu hanya sesaat, Allah memberiku cobaan yang cukup berat bagiku dengan mendatangkan sebuah penyakit sehingga aku harus menjalani tindakan operasi di salah satu organ tubuhku. Ya, aku sangat terpukul saat itu, aku sangat lemah dan tak bersemangat, bahkan untuk melanjutkan study pun aku enggan dengan kondisiku seperti itu. Tetapi Allah tidak akan menguji hamba-Nya melainkan dengan kemampuannya, Dia menguatkanku dengan menghadirkan orang-orang shalih yang menyayangiku dan juga memberiku semangat dalam melanjutkan PR ku dalam menuntut ilmu. Tidak banyak yang aku minta pada saat itu selain kesehatan dan dukungan dari orang-orang yang aku sayang, karena masih banyak yang harus aku selesaikan dalam menutut ilmu, dan karena aku tau bahwa umat muslim diluar sana menunggu generasi cendikia yang bisa mendakwahkan Islam kepada seluruh ummat manusia.

Sudahlah, jangan terlalu merasa terpuruk, masih banyak diluar sana orang yang lebih menderita darimu, yang lebih sakit dan lemah darimu, jangan jadi manja dan pemalas, karena sesungguhnya Arraayah tidak pantas bagi pemalas dan orang yang berleha-leha. Pemikirian seperti inilah yang selalu aku terapkan ketika diri ini malas dalam menjalani amanah ini, ketika aku sudah tidak tahan dengan tumpukan tugas yang tiada henti dan hafalan yang selalu datang setiap hari. Aku percaya bahwa dibalik kelelahan ini, dibalik pilu dan keluh ini ada hasil yang manis dan hadiah yang indah sedang Allah persiapkan untukku di Syurga-Nya kelak, selama aku sabar dan ikhlas dalam menjalani amanah menuntut ilmu syar'i ini.

Hari demi hari berganti, tak terasa sudah satu tahun aku disini, rasanya baru kemarin aku mengikuti OMBA, rasanya baru kemarin aku menjadi mahasiwi baru. Lalu tibalah tahun ini, tahun dimana untuk pertama kalinya aku menjalani puasa Ramadhan tanpa keluargaku, melaksanakan hari raya 'idul fitri dengan teman-teman seangkatanku dan tahun dimana aku dapat merasakan suasana ukhuwah yang sangat hangat dengan teman satu angkatan selama menjalani kurang lebih dua bulan di asrama tanpa kakak tingkat, dan hanya kita disana tanpa ada mereka. Ahhh ingiiin sekali aku merasakan suasana itu lagi, begitu amat terasa ukhuwah diantara kita saat itu karena memang hanya ada kita dan beberapa kakak tingkat disana. Dan pada saat hari raya 'idul fitri, haru biru membalut hari itu, rindu kepada keluarga amat terasa saat itu, kita yang tidak mampu untuk bertemu hanya dapat memandang wajah mereka dilayar telepon genggam, air mata yang mengalir di ufuk mata mereka menandakan bahwa mereka pun benar-benar merindukan kita yang tidak dapat merayakan hari raya bersama ditempat yang sama. Ya, tahun pertama kita di Arraayah tidak ada libur hari raya dan kita menetap disana selama dua tahun tanpa pulang kampung. Berat memang, tapi aturan ini diberlakukan demi keselamatan bahasa arab kita, karena mungkin saja satu bulan kita menetap dirumah bisa melunturkan kosa kata bahasa arab yang sudah kita hafalkan selama satu tahun. Mustahil memang, tapi tetap saja kemampuan berbahasa arab kita belum kuat, makanya perlu waktu dua tahun menetap dilingkungan orang-orang yang berbicara bahasa arab untuk menguatkan kemampuan itu.

Berakhir sudah masa libur semester itu, pengumuman kelulusan pun sudah diumumkan, dan sekali lagi namaku tertera di kertas daftar mahasiswi yang lulus, Alhamdulillah aku masih diberi kesempatan untuk menjalani amanah ini dan sekarang sudah waktunya mempersiapkan diri untuk melanjutkan semester berikutnya. Ada yang berbeda di semester ini, semester lalu aku hanya mahasiswi 'idad lughowi (persiapan bahasa), tapi sekarang aku sudah berstatus mahasiwi kulliyah (program sarjana), masih seorang mahasiswi memang, tapi sekarang amanah yang ditanggung lebih berat, begitupun perjuangan untuk mempertahankannya. Sekarang sudah bukan waktunya main-main, karena perjuangan yang sebenarnya baru saja dimulai. Satu dua semester aku lewati dengan penuh perjuangan dan kesabaran, dan lagi lagi aku masih diberikan kepercayaan oleh Allah untuk melanjutkan perjuangan ini di semester tiga kulliyah.


Beberapa waktu berlalu, aku menjalani kehidupan di Arraayah seperti biasanya pada semester ketiga ini, hingga akhirnya pada suatu subuh salah seorang ustadz Arraayah mengejutkan kita dengan pengumumannya yang mana beliau mengumumkan bahwa kita harus berkemas dan pulang ke rumah kita masing-masing. Kenapa sangat mendadak? Kenapa harus sekarang, padahal belum jadwalnya pulang kampung? Ada apa memangnya, kenapa kita harus pulang secepat ini? Ya, kalian pasti sudah tau apa sebab kita harus segera pulang. Makhluk kecil yang Allah kirimkan ke bumi yang kita kenal sebagai Covid-19 menjadi satu satunya alasan mengapa kita harus berpisah dan menjalani perkuliahan secara daring. Ah menyebalkan sekali memang, kenapa harus ada makhluk kecil itu? Kenapa harus ada perpisahan ini ketika kita sedang menikmati hangatnya ukhuwah bersama? Dan tetap saja peraturan ini tidak bisa ditolak. Kalau Mudir sudah memustuskan seperti itu ya tidak ada yang harus kita lakukan selain mematuhinya.

Dengan berat hati dan sedikit kebingungan, kita mengemasi barang-barang kita yang begitu banyak. Ada yang sibuk menelepon orang tuanya dan memberi kabar bahwa dia harus pulang, ada yang sibuk memesan tiket pesawat, tiket kereta dan yang lainnya. Aku yang sudah selesai berkemas hanya bisa terdiam kebingungan, apakah benar aku akan pulang dan menemui keluargaku? Sampai kapan perpulangan ini? Apakah aku akan kembali lagi ke kampus yang sudah sangat aku cintai ini? Ah sudahlah, kepastian kembali itu belum juga hadir sampai detik ini, kerinduan yang sudah meluap belum juga tertumpahkan, impian berkumpul bersama pun belum kita ketahui kapan akan terealisasi. Haruskah aku menahan rindu yang lebih dalam lagi pada kampusku yang tercinta? Apakah aku akan menginjak tempat itu kembali? Entahlah, hanya sang Ilahi yang mengetahui kapan perpulangan itu akan terjadi.

 

Alhamdulillah, inilah kisahku bersamanya, cinta pandangan pertamaku (STIBA AR-RAAYAH Sukabumi) tercinta

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun