Aku diam sejenak. Kuteguk teh manis dingin yang sedari tadi belum tersentuh olehku. Tandas. Teh manis dingin itu tandas mengaliri tenggorokanku hingga tak tersisa.
Al menatapku. Ada senyum kemenangan pada tarikan bibirnya.Â
"Entah, Al. Wallahualam. Jika sudah begitu, maka gantungkanlah doa hanya kepada-Nya, Sang Pencipta Alam Semesta, Alloh."
Al menatapku takjub. "Amazing! Kau banyak berubah."
Aku terkekeh. "Bukan sok suci tapi memang kenyataannya begitu, Al. Jangan pernah menggantungkan hidup kepada manusia tapi kepada Alloh saja dan itu cukup. Serahkan semuanya kepada-Nya."
"Tapi, kau harus berdamai dengan Kupu-kupu, D."
Aku menatap Al lurus. "What?"Â
Aku menelan ludah.
"Nah, kau tak mau, kan?"
"Bukan tak mau, hanya saja memang tak ada yang harus didamaikan. Tak ada yang berperang di sini, Al. Mudah bagiku untuk menemui Kupu-kupu tapi jika hanya memperburuk suasana, ya lebih baik nanti dahulu. Toh, hubunganku dengan Lilo walaupun naik turun tetap baik, sangat baik. Wajar, sesekali kerikil melanda. Yang penting, aku percaya dengannya walaupun Kupu-kupu tak putus asa untuk menghubunginya sebagai Saudara. Lagi pula, jika mereka bertemu, lalu kenapa?" Kulambaikan tangan kepada pelayan untuk kembali memesan air minum. Kali ini, air mineral dingin segar karena mendadak dehidrasi.
"Iya, mereka boleh bertemu. Tapi, bagaimana jika..."