Aku tersenyum. Entah mengapa, siang ini, aku ingin tersenyum semanis-manisnya dan senantiasa berusaha memberikan senyum terbaik untuknya. Ya, hari ini saja, entah kalau besok, demikian mungkin respons Dilan, salah seorang tokoh dalam novel karangan Pidi Baiq.
"Insya Allah, baik-baik saja. Silaturahmi tetap bisa terjalin baik. Baik sebatas pertemanan. Persahabatan. Tidak lebih. Semoga tidak ada permusuhan. Kita memulainya dengan baik, bukan? Alangkah lebih baik jika tetap seperti itu, baik. Kalaupun hilang kontak, semoga bisa tetap baik. Mendapatkan sesuatu itu mudah namun akan sulit untuk mempertahankannya, Al. Trust, me."
"Kau benar, D. Eerrg, mungkin. Tak adakah sedikit celah dihatimu untuk kembali menjalin hubungan denganku?"
"Ya, tentu saja ada, hubungan pertemanan. Jangan berharap lebih dari hal itu, Al. Aku pernah membaca di salah satu tafsir Al Quran, bahwa setanlah yang akan berbahagia jika kedua insan manusia berbeda jenis bercerai atau membatalkan rencana pernikahannya. Jadi, hanya setan. Apakah kau..."
Al mengangkat alisnya. "Aku bukan setan, D."
Aku tertawa lepas. "Oke, kalau begitu, kau paham, kan maksudku menerima undanganmu untuk bertemu di sini?"
Al menatapku dalam.Â
"Jadi, selamat jalan kekasihku, mantan kekasihku yang baik. Bawa kembali hatimu karena sudah tidak ada rasa lagi dihatiku untukmu."
Al menatapku sangsi. "Betul?"
Aku mengangguk mantap. Kutatap Al dalam dan lama, sekitar 1 menit. Aku ingin memberitahu Al bahwa aku sungguh sudah tidak ada rasa untuknya lagi.
"Lalu, bagaimana dengan Lilo? Kau yakin dia sudah tidak ada rasa dengan Kupu-Kupu? Jangan naif, ya, D."