Mohon tunggu...
Dina Mardiana
Dina Mardiana Mohon Tunggu... Penulis - Penulis dan penerjemah, saat ini tinggal di Prancis untuk bekerja

Suka menulis dan nonton film, main piano dan biola

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Long Weekend di Cirebon: Geliat Wisata Kota Pesisir (Bagian 1)

30 September 2016   09:07 Diperbarui: 30 September 2016   10:12 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bubur kacang ijo ketan hitam Pak Toha yang murah-meriah dan mengenyangkan. (foto: dok.pri)

Berhubung yang masak hanya satu orang, yaitu Mbah Asriyah sendiri, dan pagi itu lumayan banyak juga yang memesan, jadi dengan sabar kami menanti giliran kue serabi pesanan kami dibuatkan.

Serabi Cirebon buatan Mbah Asriyah. (foto: dok.pri)
Serabi Cirebon buatan Mbah Asriyah. (foto: dok.pri)
Setelah puas kulineran pagi, kami kembali ke hotel pada jam 7.30 untuk mandi dan beberes. Pada pukul 9, kami keluar lagi dari hotel untuk memulai city tour hari pertama.

Perjalanan ke Keraton Kasepuhan

Betapa naifnya kami memang, dan sebaiknya Anda tidak perlu meniru. Saya memang pernah beberapa kali mampir Cirebon, seperti yang sudah saya ceritakan di awal.Tapi itu dulu, ketika saya masih kecil. Yang ada dalam ingatan saya, Cirebon termasuk kota besar. Mungkin sebesar Pekalongan, atau agak lebih besar lagi. Seperti halnya di Pekalongan sarana transportasi yang sangat lazim digunakan adalah becak, dan kebetulan di Cirebon ini juga ada becak, maka kami memutuskan untuk naik becak menuju Keraton Kasepuhan.

Saya memang tidak pandai memperkirakan jarak dalam hitungan kilometer, namun firasat saya kami sudah ‘berjalan’ sangat jauh dengan becak ini ke arah selatan. Teman saya selalu berulang-ulang mengatakan, “Cirebon kota kecil,” tapi firasat saya mengatakan sebaliknya (kalau ditempuh dengan becak, ha ha…). Kami melewati bangunan-bangunan tua yang nantinya baru saya ketahui adalah gedung British American Tobacco. Lalu, setelah sekitar dua puluh menitan, sampailah becak di satu kawasan dengan sebuah taman luas yang dihiasi pohon-pohon beringin yang rindang sekali, menciptakan kesan angker. Pemandangan ini mengingatkan saya akan suasana keraton Jogja yang di hadapannya juga terdapat sebuah taman luas dengan dua buah pohon beringin yang konon sangat keramat. Saya berkesimpulan pastilah kami sudah dekat dengan Keraton Kasepuhan, karena biasanya ya kalau keraton-keraton di Indonesia letaknya pasti dekat dengan kawasan semacam ini.

Halaman depan istana Keraton Kasepuhan Cirebon, terdapat pintu gapura berwarna oranye yang khas, dipengaruhi adat Hindu. (foto: dok.pri)
Halaman depan istana Keraton Kasepuhan Cirebon, terdapat pintu gapura berwarna oranye yang khas, dipengaruhi adat Hindu. (foto: dok.pri)
Turun dari becak, sang supir becak (yang hingga kami pulang ke Jakarta tidak pernah kami tanyakan siapa namanya, sunggguh memalukan!) menawarkan diri apakah mau ditunggui sampai selesai. Berhubung saya dan teman saya tidak menemukan satu pun taksi di kota ini, dan kami ogah juga naik mikrolet, kami pun mengiyakan tawaran tersebut dengan rencana akan memberinya bayaran lebih. Sang supir juga kelihatannya senang-senang saja dengan jawaban kami. Ya sudah, kami berlenggang-kangkung memasuki halaman depan istana, setelah membayar tiket masuk Rp 10.000,00 per orang.


Bersambung...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun