Seseorang marah bukan tanpa alasan,dengan marah tentu saja ada yang mau diubah.
Suatu hari dalam kegiatan luring,saya mengunjungi dan mendampingi sekelompok anak untuk belajar bersama. Seperti biasanya waktu yang digunakan selama peremuan ini kurang lebih dua jam. Dan ini sudah menjadi rutinitasku selama pandemi ini. Sejak pertama kali melakukan luring hingga saat ini yang tak lepas dari penilaian saya adalah mengamati anak-anak satu persatu selama kegiatan belajar bersama.
Satu hal yang menarik dalam kegiatan belajar bersama itu adalah cara anak merespon ketika saya berbicara atau menugaskan sesuatu. Setiap kali saya memberi penugasan ada seorang anak yang suka memukul lantai atau memukul meja bahkan memukul kawannya. Untuk saya sendiri sebagai pendamping anak-anak ,sikap ini menadakan bahwa ada rasa tidak senang untuk melakukan apa yang saya katakan tersebut.
Pertama kali saya berpikir bahwa bisa jadi anak ini tidak sanggup belajar mandiri. Oleh karena itu saya coba untuk membuat kelompok. Belajar bersama dalam kelompok. Tapi usaha itu juga sia-sia. Setiap kali belajar kelompokteman-temannya akan selalu mengadu bahkan tidak mau berteman dengannya.
Melihat situasinya yang demikian,saya semakin penasaran apa yang membuatnya anak itu bertingkah demikian ? Hingga pada suatu kesempatan saya berniat untuk mengantarkannya ke rumah orang tuanya dengan maksud saya dapat berjumpa dengan orang tuanya dan berdiskusi tentang kepribadian sianak tersebut.
Niatku itu pun terwujud ketika saya mengantarkan anak itu pulang. Sianak tersebut nampak senang ketika saya antar pulang dan setibanya dirumah ia menarik tangan saya agar masuk ke rumah dan memanggil ibunya.
Sebenarnya saya terharu melihat kondisi mereka,sederhana sekali. Kedatangan saya disambut baik oleh ibunya. Dan selama saya berbicara dengan ibunya anak itu duduk nempel disamping saya. Saya terharu dengan sikap anak itu dan saya mulai menerka apa yang menjadi kebutuhan anak tersbut yakni butuh perhatian dan butuh kasih sayang.
Ibunya berkisah bahwa keadaan mereka cukup sederhana. Ibunya berjuang sendiri untuk menghidupi tiga orang anak,sebab suaminya telah pergi entah kemana tidak tahu. Mendengar kisah yang demikian serasa hati teriris. Inilah alasanku yang pertama untuk menerobos panas terik dan dinginnya pagi demi mendampingi anak-anak.
Setelah mendengar kisah yang demikian,saya berniat untuk mendampingi anak itu dengan baik. Dengan harapan bahwa anak itu pasti bisa berubah menjadi anak yang lebih baik. Caranya memang tidak mudah atau tidak segampang membalikkan tangan. Saya mesti mengikuti proses yang dilakukannya. Begini cara saya menghadapi murid yang suka marah-marah :
1. Mencari tahu penyebabnya.
Awal melihat tingkah seorang murid yang suka marah-marah,saya tergoda untuk menghukumnya bahkan ingin sekali untuk melakukannya. Tapi tiap kali ingin melakukannya,saya kasihan melihatnya. Sikap yang demikian tidak mungkin dipelihara dan dibiarkan begitu saja.
Saya harus lebih bijak,karena kalau saya menghukumnya berarti saya sama seperti anak itu yang melampiaskan rasa tidak suka saya dengan memarahinya kembali. Itulah dasar pertimbangan saya yang mengharuskan saya bertemu dengan ibunya.
2. Mengajak si anak ngobrol santai
Meluangkan sedikit waktu untuk ngobrol santai bersama sianak adalah suatu kesempatan untuk memberinya arahan dan pendampingan. Pada saat itu saya akan menanyakan kepadanya mengapa harus marah atau memukul teman.
Dengan mengajukan pertanyaan yang demikian tentu Sianak akan memberi jawaban sesuai pengalamannya. Nah,setelah sianak menjawab pada saat itulah saya memberi gambran kepadanya bagaimana seharusnya kalau berteman dengan orang lain.
3.Mendengarkan keluhan si anak
Kemampuan mendengar keluhan sianak juga penting bagi saya. Mendengar bukan berarti menyanggupi seluruh permintaan sianak melainkan menunjukkan kepadanya bagaimana yang seharusnya atau yang sebenarnya.
Prinsip saya menjadi seorang guru begini " Saya tidak akan pernah memberi makan anak dengan cara menyuap akan tetapi saya akan mengajarinya bagaimana cara makan yang sebenarnya". Intinya apa,jangan pernah menghentikan anak untuk berkreasi dengan sejumlah kata laranga tapi berilah dia pujian yang membantunya untuk berkembang kearah yang lebih baik.
4.Memberikan pelukanÂ
Kadang-kadang anak tidak tahu bagaimana cara untuk mendapatkan perhatian orang yang lebih dewasa darinya. Bisa saja aneka cara dia lakukan untuk mendapatkan perhatian atau menjadi pusat perhatian orang-orang disekitarnya. Saya yakin sekali dengan cara memeluk dapat meluluhkan hati sianak. Apa susahnya memeluk ketika  sianak membutuhkan?  Tapi ingat,ketika memeluknya ,peluklah juga apa yang menjadi kekurangan dan kelebihannya. Karena melalui pelukan itu energi positif dari kita akan tertular kepadanya.
5. Jangan bandingkan dia dengan yang lain
Setiap anak memiliki kemampuan dan karakter yang berbeda. Oleh karena iu jangan mulai untuk membandingkan anak-anak karena itu akan membuatnya semakin down. Adalah lebih baik jika kita mengapresiasi setiap kelebihan anak dan mengatakan kepadanya " tapi masih ada yang perlu diperbaiki ya nak,yakni :......"
6. Menjalin relasi yang hangat dengan anak
Relasi yang hangat tidak selalu terlihat selalu bersama-sama. Melainkan adanya kontak batin dengan sianak. Jangan sampai kehadiranku menjadi sosok yang menakutkan baginya. Caranya cukup sederhana yakni dengan menyapa dan bertanya. Hal sekecil inipun sangat berarti baginya karena ini merupakan satu bentuk perhatian baginya.
Ke-6 hal inilah yang saya lakukan untuk mendampingi anak atau murid yang suka marah. Dan saya sudah bisa melihat bahwa ada perubahan ke arah yang lebih baik. Saya senang dengan pengalaman ini,karena sayapun teruji dalam banyak hal seperti kesabaran dan ketulusan serta rasa tanggung jawab terhadap anak-anak yang saya dampingi.
Semoga bermanfaat.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI