Mohon tunggu...
Dina Finiel Habeahan
Dina Finiel Habeahan Mohon Tunggu... Guru - be do the best
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

BE A BROTHER FOR ALL

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kaul Kemiskinan

23 Oktober 2020   08:54 Diperbarui: 23 Oktober 2020   09:07 1167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Bila kebijaksanaan masuk ke dalam hati seseorang, Ia membawa serta segala harta milik dan memberikan kekayaan yang tak terhingga. Bersamanya datang pula kepadaku segala harta milik dan kekayaan yang tak berhingga ada di tangan-Nya." - St.Monfort

Secara umum kemiskinan itu berarti tidak mampu memenuhi kebutuhan pokok. Nah,yang mau saya bahas kali ini bukan kemiskinan itu ya! Hehehe. Kemiskinan yang mau saya bahas kali ini yaitu kemiskinan yang diikrarkan oleh kaum religius yakni pelepasan sukarela atas hak milik demi Kerajaan Allah. Jadi hidup kemiskinan yang dianut kaum religius itu berdasar atas kehendak bebas bukan karena paksaan apalagi karena ketidakmampuan.

Kaul kemiskinan yang dihayati kaum religius itu lebih pada hidup solider (empati). Keterbatasan materi yang dimiliki justru memampukan seseorang untuk berbagi dan semakin menyadari bahwa semuanya sederajat atau sama rasa-sama rata.

Hidup Yesus telah menunujukan kemiskinan Bapa-Nya. Ia hadir dalam diri seorang perawan yang sederhana, di dalam kemiskinan material, keterbatasan fasilitas, dalam kensunyian, kesendirian, keterpencilan. 

Ini semua mau mengungkapkan nilai-nilai kemiskinan. Ia meninggalkan rasa aman untuk memperkaya yang miskin tanpa minta balasan. Kepada para rasul Ia mengajarkan kesederhanaan (Luk. 9:57-58), jangan kwatir akan hidup kita (Mat.6: 25-34). Penyerahan diri-Nya sampai wafat di kayu salib adalah puncak kemiskinan yang Ia nyatakan kepada orang lemah, miskin dan tak berdaya.

Bagaimana dengan saya? Bagi saya kemiskinan bukan berarti tidak memiliki barang (sama sekali miskin materi) bukan ya,melainkan suatu sikap yang tumbuh dari suatu relasi antara saya dan Tuhan. 

Relasi yang mempersatukan kemiskinan harta rohani saya dengan kelimpahan harta surgawi-Nya. Hal ini saya sadari di mana Tuhan telah mengambil inisiatif untuk mengasihi saya lewat pemberian diri-Nya yang nyata dalam diri Yesus Kristus putera-Nya. Tuntutan di sini bagi saya adalah sikap penyerahan dan pemberian diri sepenunuhya untuk dibimbing dan dikasihi-Nya. 

Lewat penyerahan diri ini saya ingin mempersembahkan kemiskinan saya untuk mencapai kepenuhan di dalam Dia, karena hanya dalam Dia-lah sumber dari segala kepenuhan. Dalam penyerahan diri lewat tangan Bunda Maria saya mengenal arti kemiskinan sebagai makluk di hadapan Tuhan sekaligus mengenal kekayaan yang dimiliki Kristus dalam diri Maria.

Kemiskinan bagi saya adalah pembebasan. Pembebasan diri dari ketergantungan yang berlebihan akan makanan, pakaian, tempat tinggal, teman dan sahabat. Sehingga kaul kemiskinan yang saya hayati selama ini adalah suatu bentuk kesaksian dan tanda akan nilai yang dalam dan lebih tinggi yakni Yesus Kristus. St.Fransiskus menggambarkan cinta Yesus dengan suatu ungkapan yang menarik: Aku mengasihi mereka yang sengsara dan menderita. Mereka yang menjadi terakir, bagi-Ku adalah yang pertama. Mereka yang miskin adalah saudara-saudara-Ku (Kid. 108:3).

Hal konkret yang dapat saya alami dan lihat sendiri ketika mengunjungi orang-orang kusta dan  mengunjungi orang-orang miskin disekitar TPA kota Medan. Memelihara anak-anak yang terlantar dan yatim-piatu.

Mengapa ini menjadi contoh kongkritnya? Karena pada saat inilah kemiskinan saya diuji. Kemampuan untuk keluar dari zona nyaman. Meninggalkan diriku yang mapan demi suatu nilai yang sangat berguna dalam hidup saya.Bukan hal mudah memang,tapi bahwa Allah hadir dalam diri mereka yang menderita. Mengulurkan tangan dan mengangkat martabat mereka adalah tugas saya sebagai orang yang terpanggil.

Lewat injil saya belajar untuk memandang Allah sebagai yang tertinggi, kebaikan yang mutlak, yang Maha Kuasa yang dapat memenuhi kebutuhan saya setiap hari dan pada masa yang akan datang. St. Fransiskus juga mengajarkan bahwa barang-barang lain yang berharga menjadi relatif, simbolis dan sebagai pelengkap/sarana untuk sampai pada Allah. Maka dengan penuh keyakinan bahwa penyerahan diri pada Allah akan memperoleh buah-buah roh seperti pengampunan, rahmat, pengetahuan, kebijaksaan, kebajikan. Inilah harta sejati dan kekayaan yang menjadi milikku.

Bagaimana dengan penghayatan saya selama ini? Saya kadang bertanya dalam hati, apakah masih cocok penghayatan kemiskinan di tengah segalanya yang telah tersedia oleh persaudaraan? Segala fasilitas terjamin, makan-minum, tempat tinggal nyaman. Pertanyaan ini lahir manakala mata saya terbuka dengan melihat realitas, di mana banyak orang yang sungguh-sungguh miskin, mendapat sesuap nasi saja setengah mati, tempat tinggal yang sangat menyedihkan. Jujur saja ketika saya berada di kampung saya belum pernah melihat orang miskin seperti yang ada di Medan ini.

Lalu apa bentuk partisipasi saya? Saya tidak punya harta untuk dibagikan kepada mereka. Untung saja aku masih punya mata,hati dan telinga untuk melihat dan mendengarkan mereka, Hehehe. Kadang kalau bertemu dengan pemulung atau tukang sapu saya hanya bisa melempar senyum. Sehingga setiap kali lewat dari jalan yang sama serasa sudah menjadi teman dekat. 

Ternyata sapaan itu sangat berarti. Aku senang dan itulah alasanku untuk selalu mendoakan mereka dan Memberi sedikit dari apa yang saya miliki. Dalam kaitan dengan segala fasilitas yang ada, saya disadarkan bahwa itu semua tidak menjadikan diri ini sombong, dan meninabobohkan diri. Justru fasilitas itu memudahkan saya untuk mewujudkan aksi kasih dalam hidup setiap hari.

Bagi saya kemiskinan adalah sebuah sikap batin artinya saya ingin mepersembahkan sepenuhnya diri ini dalam penyelenggaran Allah. Menguburkan kecenderungan untuk terikat pada barang dan memberikan diri cuma-cuma pada Tuhan karena Ia telah memberikan kepada saya dengan cuma-cuma.  

Bentuk konkret lain penghayatan kemiskinan yang saya alami yakni dengan mensharingkan kekayaan apa yang dimiliki. Dengan "mensharingkan kekayaan" saya diperkaya oleh yang lain. Misalnya ketika teman mengalami kesulitan dan membutuhkan bantuan dengan hati terbuka saya ringan  tangan untuk membantu mereka. Bersedia mendengarkan mereka yang ingin didengarkan. Tempat curhat loh!!!

Dalam kemiskinan saya dipanggil untuk memberi, membagi, berkomunikasi dan bersolidaritas dengan sesama para suster. Empati terhadap mereka yang miskin dan tersingkir. 

Salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun