Penulis: Dina Amalia
Sources: Pengalaman Pribadi - Ngabuburead 2025
Membaca, memang selalu diungkap sebagai 'jendela dunia' yang mampu menambah pengetahuan dan memperluas wawasan. Tetapi, siapa sangka kalau membaca juga bisa menjelma sebagai media terapi, mampu membebaskan sang pembaca dari tekanan lingkungan yang kurang bersahabat.
Bagi sebagian orang, terapi membaca mungkin sudah tidak asing lagi ketika didengar. Terlebih sudah banyak sekali yang mengungkap berbagai efek dari terapi membaca.
Salah satunya penulis Carmen Martin Gaite yang menuturkan pandangannya, bahwa konsentrasi membaca mampu memberi rasa ketenangan ditengah lalu-lalang dunia yang hingar-bingar dan menjadi sebuah kesempatan untuk 'melarikan diri' dari kebisingan, hingga akan merangkul rasa sepi dan sendiri sebagai 'prestasi ajaib' (melalui Lawrence R. Samuel, Psychology Today).
Selaras, Victor Nell dalam karyanya The Psychology of Reading for Pleasure, mengungkap bahwa membaca menjadi sesuatu yang mampu 'mengubah seperti apapun dunia nyata'.
Dua ungkapan tersebut, bagi saya pribadi sudah tidak asing lagi, sebab memang benar adanya. Selain diri sendiri, beberapa rekan dekat menjadikan aktivitas membaca sebagai pelarian positif, sesederhana untuk mengubah mood dan hari yang sedang tidak bersahabat.
Pada awal tahun 2025 lalu, Lawrence R. Samuel yang merupakan founder of AmeriCulture mengungkap melalui Psychology Today, bahwa aktivitas membaca terbukti sangat bermanfaat untuk kesehatan mental. Ada dua kategori bacaan yang disebutkan, yakni Fiksi - Novel dan NonFiksi - Biografi.
Ketika mendengar fiksi novel, saya pribadi berpikir agaknya sudah terbiasa. Sebab, memang sudah terbukti menjadi bacaan menarik sebagai 'pelarian terbaik' dari keseharian yang cukup menyibukkan. Secara mental, rasanya seakan ikut jelajah ke tempat dan waktu yang berbeda-beda, plus jadi terbuka melihat luasnya dunia dari perspektif baru.
Tetapi, saat Lawrence menyebutkan Biografi bisa dijadikan sebagai terapi, saya masih asing dan cukup kaget 'apa iya bisa?'.
Masih dalam penjelasannya, Lawrence mengungkap bahwasannya bacaan nonfiksi masih kurang mendapat perhatian + penghargaan sebagai jembatan untuk kesehatan mental yang sangat positif. Parahnya, yang paling menonjol diabaikan dari terapi membaca kategori nonfiksi, yakni biografi. Menurutnya, isi biografi menawarkan begitu banyak pelajaran berharga.