Mohon tunggu...
Dimaz V Wardhana
Dimaz V Wardhana Mohon Tunggu... Wakil Presiden FARKES KSPI / Wakil Sekjen KSPI / Ketua Bidang Seni Budaya Exco Pusat Partai Buruh

Kelas Pekerja | Bapak Anak 3 | (Masih) Anak Band | Bagian dari Federasi Serikat Pekerja Farmasi dan Kesehatan | Bagian dari KSPI (Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia) | Bagian dari Partai Buruh (Komite Eksekutif Pusat Partai Buruh)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pelajaran dari Mengurus BPJS Ketenagakerjaan: Antara Aplikasi JMO, Nomor HP Mati, dan Realita Pelayanan Publik

30 Juni 2025   23:35 Diperbarui: 30 Juni 2025   23:45 214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Infografis dari cerita saya seharian ini (by : chatgpt)

Pelajaran dari Mengurus BPJS Ketenagakerjaan: Antara Aplikasi JMO, Nomor HP Mati, dan Realita Pelayanan Publik

Oleh: Dimas P Wardhana


Hari ini saya menemani kakak ipar untuk mencairkan dana Jaminan Hari Tua (JHT) dari BPJS Ketenagakerjaan. Proses yang awalnya kami kira bisa cepat dan mudah, ternyata menyita waktu, tenaga, dan kesabaran dari pagi hingga sore hari (tanpa orang dalam).

Sebelum masuk ke cerita, penting juga untuk diingat bahwa di Indonesia ada dua jenis BPJS:

  1. BPJS Kesehatan -- yang menyelenggarakan jaminan kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia, dengan layanan mulai dari puskesmas hingga rumah sakit.

  2. BPJS Ketenagakerjaan -- yang memberikan perlindungan sosial ekonomi bagi pekerja, seperti Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKM), dan Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP).

Nah, pengalaman hari ini berhubungan dengan BPJS Ketenagakerjaan, khususnya proses pencairan JHT setelah kakak ipar berhenti bekerja.


Awalnya, kami mencoba melalui aplikasi JMO (Jamsostek Mobile). Namun ternyata tidak bisa karena email dan nomor HP yang terdaftar sudah tidak aktif. Masalah ini mungkin terlihat kecil, tapi jadi kendala besar saat butuh akses layanan digital.

Akhirnya kami datang langsung ke kantor cabang BPJS Ketenagakerjaan Tangerang Selatan pukul 6 pagi. Pelayanan dimulai pukul 8. dan baru benar-benar dilayani sekitar pukul 10 pagi. Namun proses belum selesai karena muncul perbedaan data nama perusahaan, dan kami diarahkan serta harus melanjutkan ke kantor pusat di Graha BP Jamsostek - Jakarta Selatan. (agar tidak menambah waktu cuti kerja dan ingin selesai hari ini)

Nomor antrian di Kantor Cabang BPJS Ketenagakerjaaan Tangerang Selatan (Dok.pri)
Nomor antrian di Kantor Cabang BPJS Ketenagakerjaaan Tangerang Selatan (Dok.pri)

Kami tiba pukul 13.00 WIB, antre lagi, dan baru diproses sekitar pukul 15.00--16.00. Untungnya, berkas lengkap, dan pencairan bisa diproses.

Nomor antrian di kantor pusat graha bp jamsostek (dok.pri)
Nomor antrian di kantor pusat graha bp jamsostek (dok.pri)

Sehari Penuh, Dua Kantor, Pakai Mobil Pribadi

Semua proses ini kami lakukan menggunakan mobil pribadi. Tapi saya membayangkan, bagaimana nasib mereka yang harus menggunakan angkutan umum, yang membawa anak kecil, atau para lansia dan mantan pekerja yang secara fisik sudah tak sekuat dulu?

Pelayanan publik seharusnya tidak hanya ditujukan bagi mereka yang kuat dan punya kendaraan pribadi. Tapi harus inklusif, mudah diakses, dan mempertimbangkan realitas sosial-ekonomi pengguna.

Lalu, pelajaran apa yang bisa kita petik?

  1. Update Data Itu Wajib
    Tidak aktifnya email dan nomor HP membuat layanan digital tak bisa dipakai. Ini kesalahan umum tapi sangat berdampak.

  2. Aplikasi Digital Harus Didukung Literasi dan Sistem Solid
    JMO adalah langkah maju, tapi jika tidak bisa digunakan karena data tak valid atau sistem tak fleksibel, maka fungsinya jadi terbatas.

  3. Layanan Manual Masih Melelahkan
    Antrean panjang, pelayanan lambat, dan harus berpindah tempat menunjukkan bahwa sistem layanan tatap muka perlu diperbaiki.

  4. Aksesibilitas Harus Jadi Prinsip Dasar
    Tidak semua orang punya mobil, tidak semua kuat berjalan jauh atau menunggu berjam-jam. Sistem BPJS harus lebih ramah lansia, ramah disabilitas, dan desentralisasi.

  5. Edukasi dan Sosialisasi Masih Kurang
    Banyak pekerja tidak paham cara klaim, manfaat, atau pentingnya memperbarui data. Ini harus jadi PR bersama.


Masukan untuk Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan dari Unsur Pekerja/Buruh

Sebagai orang yang berasal dari unsur pekerja/buruh, saya merasa penting untuk menyampaikan pengalaman ini sebagai masukan langsung kepada dua orang Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan dari unsur buruh yang saat ini duduk mewakili kami.

Suara dari lapangan seperti ini penting untuk dijadikan bahan evaluasi dan dorongan perbaikan, agar sistem benar-benar berpihak dan melayani seluruh pekerja, tanpa kecuali.

Mulai dari penyederhanaan layanan, peningkatan akurasi sistem, sampai peningkatan kapasitas frontliner di kantor BPJS---semua itu adalah hal nyata yang bisa diperjuangkan melalui posisi strategis mereka di dalam Dewan Pengawas.

Penutup

BPJS Ketenagakerjaan adalah hak pekerja. Tapi ketika sistem yang ada justru menyulitkan, maka digitalisasi dan reformasi layanan menjadi keharusan. Cerita hari ini adalah pengingat bahwa pelayanan publik harus dirancang dengan empati, keberpihakan, dan inklusivitas.

#BPJSKetenagakerjaan #JMO #PelayananPublik #CeritaPekerja #Kompasiana #DewanPengawasBPJS #BuruhBersuara #ReformasiLayananPublik

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun