Tahukah Anda, sebagian besar film box office yang kita kenal ternyata merupakan film adaptasi dari novel populer?Â
Film adaptasi dari novel memang sudah menjadi strategi yang cukup sering digunakan oleh industri perfilman, baik di Hollywood maupun di Indonesia.
Mulai dari Harry Potter, Dune, hingga Laskar Pelangi, semuanya menunjukkan bahwa karya sastra bisa diolah menjadi tayangan visual yang bukan hanya menghibur, tapi juga menghasilkan keuntungan besar.Â
Tapi benarkah film adaptasi hanyalah tiruan dari buku aslinya?
Kenapa Banyak Film Diangkat dari Novel?
Dikutip dari Harper's Bazaar, salah satu alasan utama industri film memilih novel sebagai sumber cerita adalah karena novel biasanya sudah memiliki basis penggemar yang kuat.Â
Ini jelas mempermudah proses promosi dan membuka peluang pasar yang lebih luas. Selain itu, novel umumnya memiliki plot yang solid dan dunia cerita yang sudah terbangun dengan baik.
Contohnya bisa dilihat pada trilogi The Lord of the Rings karya J.R.R. Tolkien, yang diadaptasi menjadi film dan sukses besar dengan pendapatan global hampir $3 miliar.Â
Bahkan Harry Potter, yang terdiri dari tujuh buku dan diadaptasi menjadi delapan film, mencatatkan pendapatan lebih dari $7,7 miliar di seluruh dunia (dilansir dari The Numbers).
Adaptasi Lokal: Dari Ali Topan sampai Laskar Pelangi
Indonesia juga punya sejarah panjang dalam mengadaptasi karya sastra ke layar lebar. Salah satunya adalah Ali Topan Anak Jalanan, yang pertama kali difilmkan pada tahun 1977 dari novel legendaris karya Teguh Esha.Â
Kisah pemuda jalanan penuh semangat dan kebebasan ini lekat dengan semangat generasi muda saat itu. Versi terbarunya dirilis pada tahun 2024 dan disutradarai oleh Sidharta Tata.Â
Dengan aktor Jefri Nichol memerankan Ali Topan, film ini mencoba membangun kembali narasi tentang "berontak dengan makna," yang cocok dengan keresahan anak muda zaman sekarang.
Tak kalah penting, tentunya adalah film Laskar Pelangi (2008) yang fenomenal dan diangkat dari novel Andrea Hirata, berhasil menembus 4,7 juta penonton.Â
Cerita tentang perjuangan anak-anak Belitung melawan keterbatasan lewat pendidikan ini bukan hanya sukses secara komersial, tapi juga mengangkat citra sastra Indonesia ke pentas dunia.
Adaptasi Itu Bukan Penjiplakan
Mengadaptasi film dari novel bukanlah pekerjaan mudah. Banyak elemen dalam buku tidak bisa serta-merta ditampilkan secara utuh dalam waktu dua jam.Â
Maka diperlukan keberanian untuk menyusun ulang narasi, memadatkan cerita, hingga kadang menghapus atau menambah elemen baru.
Film Dune (2021) misalnya, hanya mengadaptasi setengah dari buku pertama karya Frank Herbert, tapi berhasil memenangkan enam Oscar dan membuka ruang bagi sekuel.Â
Pendekatan seperti ini menunjukkan bahwa adaptasi adalah hasil tafsir, bukan salin-tempel.
Begitu juga dengan Ali Topan versi terbaru. Sang sutradara tidak sekadar memindahkan isi novel ke layar, tapi mengolah ulang agar lebih relevan bagi generasi penonton saat ini.Â
Nuansa urban, visual penuh simbol, dan dialog yang reflektif menjadi ciri khas adaptasi modern.
Adaptasi film dari novel memang menjadi tren yang terus berkembang. Namun, keberhasilannya tidak bergantung pada seberapa mirip film tersebut dengan bukunya, melainkan pada seberapa kuat cerita tersebut bisa berdiri dalam medium film.Â
Jadi, daripada menganggap adaptasi sebagai tiruan, lebih baik melihatnya sebagai bentuk penghormatan kreatif terhadap karya sastra.
Karena itu, film adaptasi dari novel tetap menjadi strategi efektif menuju box office, tentu saja, jika dikerjakan dengan hati-hati dan penuh pemahaman.***
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI