Begitu juga perjuangan Ode dari kampung ke Jakarta, yang katanya berdasarkan kisah nyata Raim Laode. Itu harusnya bisa jadi bumbu "struggle for life" yang mengena.Â
Termasuk dengan beberapa "beat" materi stand up dari Raim harusnya juga bisa ditampilkan, karena jokes dan komedinya sangat terasa kurang, setidaknya gaya khas satire nya nyaris tak ada.
Dan, maaf, lagi-lagi, semuanya disampaikan dengan tempo pelan dan tidak terlalu emosional.
Akting Natural, Logat Daerah Jadi Nilai Plus
Meski ceritanya terasa begitu datar, akting para pemain layak diacungi jempol.
Kiesha Alvaro tampil natural dengan logat Buton yang cukup meyakinkan. Aurora Ribero juga tak main-main, logat Balinya dapet banget.Â
Dikutip dari berbagai media hiburan nasional, Aurora bahkan mendapat pelatihan khusus agar bisa membawakan dialog dengan aksen yang autentik.
Pemeran pendukung pun solid. Ada Cut Mini, Ayu Laksmi, Arie Kriting, dan tentu saja Mathias Muchus. Semuanya tampil sesuai porsi, meski tak banyak diberi ruang dramatis.
Skenario Rapih Tapi Kurang Berani
Skenario ditulis oleh Evelyn Afnilia. Struktur ceritanya rapi, konfliknya jelas. Tapi dari sisi dinamika emosi, terlalu datar.Â
Seolah ingin tetap "aman" di wilayah romansa yang manis, tanpa menyelam ke konflik-konflik yang lebih dalam dan pahit.