Mohon tunggu...
Dimas Jayadinekat
Dimas Jayadinekat Mohon Tunggu... Author, BNSP Certified Screenwriter, Public Speaker, Enterpreneur Coach

Penulis buku Motivasi Rahasia NEKAT (2012), Penulis Skenario lepas di TVRI dan beberapa rumah produksi (2013-kini), Penulis Rubrik Ketoprak Politik di Tabloid OPOSISI dan Harian TERBIT (2011-2013), Content Creator di Bondowoso Network, Pembicara publik untuk kajian materi Film, Skenario, Motivasi, Kewirausahaan, founder Newbie Film Centre

Selanjutnya

Tutup

Film

Ketika Komunitas Film Ingin Berbicara Lewat Karyanya Agar Mampu Eksis

13 Maret 2025   15:22 Diperbarui: 13 Maret 2025   21:50 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ketika Komunitas Film Ingin Berbicara Lewat Karyanya Agar Mampu Eksis, Foto: Dok Pribadi Film Villa Angker Lembang

Sejak saya terjun dan bergerak di komunitas film mulai dari tahun 2002, pergerakan masifnya sudah kentara sehingga ketika kian marak di era sekarang, tidaklah begitu mengejutkan.

Di tahun itu pula berdirilah komunitas film kami, saya nekat untuk membuat film pendek tanpa berbekal ilmu akademis tentang film alias ilmu sinematografi.

Kala itu, komunitas film sudah banyak, namun tidak sebanyak sekarang tentunya, apalagi dengan makin maraknya sekolah-sekolah kejuruan dan perguruan tinggi membuka jurusan penyiaran dan film.

Dan sepertinya sekarang, Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Film juga sudah mulai banyak didirikan karena melihat potensi industri film yang sesungguhnya sangat menjanjikan.

Namun sayangnya, industri film ini masih dinikmati oleh segelintir atau sekelompok orang yang memang sudah eksis dan memahami jalur distribusi karyanya.

Mereka "menguasai" televisi dan bioskop bahkan belakangan ini dengan bermunculannya platform digital, mereka lagi-lagi coba untuk "menguasai"nya pula.

Sehingga ada kesan, industri dengan permintaan besar ini menjadi minim sumber daya manusia (SDM) yang kompeten di dalam produksi film.

Saya tidak ingin membahas terlalu dalam tentang hal tersebut karena seharusnya hal seperti ini sudah dipikirkan oleh organisasi film sekelas Badan Perfilman Indonesia (BPI).

Ketika saya kembali "mempermasalahkan" sehingga akhirnya menulis tentang hal ini adalah karena pagi tadi dan beberapa hari lalu dikontak oleh teman-teman di daerah.

Teman di Tangerang Selatan, Banggai Kepulauan, Sulawesi Tengah dan di Nganjuk, Jawa Timur yang intens berkomunikasi menyampaikan keinginan serta perkembangan mereka.

Dan menurut saya, teman komunitas di Banggai Kepulauan yang paling signifikan perkembangannya karena saya sudah ikut membersamainya sejak tahun 2016 saat berkunjung ke sana.

Ketika itu saya membantu tim humas Kabupaten Banggai Kepulauan dalam membenahi konten serta produksi mereka saat melakukan produksi video jurnalistik.

Pagi tadi, Kamis, (13/03/2025), saya chating dengan kawan di Nganjuk, ia memberikan contoh karya teman-teman sineas komunitas film di sana.

Layaknya pemula lain, bahkan termasuk saya dahulu, mereka hanya bermodalkan nekat dalam membuat film. 

Ada ide, sedikit alat dan semangat, maka syuting pun dilakukan.

Sampai di sini tentu tidak ada yang salah dan juga tak layak menyalahkan atau bahkan memaki hasil jerih payah mereka selaku pemula.

Memang dari hasil yang saya lihat dari konten Youtube-nya, masih begitu banyak kekurangan, tentunya jika dilihat berdasarkan teori dan keilmuan di bidang sinematografi.

Meski saya tidak "sekolah film", namun dunia film sudah sangat akrab karena kedua orang tua saya pernah menjadi crew film, bahkan terakhir pensiun sebagai pegawai TVRI.

Jadi saat melihat film kiriman tadi, saya menggunakan rasa dan keilmuan yang sedikit saya miliki tersebut.

Yang paling sering tidak disadari oleh para pemula, saat mereka pertama kali membikin film pendeknya adalah mengenai film tersebut nantinya akan ditonton.

Apalagi sekarang, jika mendadak viral, tentunya jumlah penontonnya bisa di luar ekspektasi dan di sanalah kita sudah harus siap dengan komentar pedas netizen Indonesia yang "Maha benar".

Ketika kita menyadari film itu akan ditonton maka secara otomatis akan terjadi sebuah pola "komunikasi" di sana, yaitu akan terciptalah dua posisi standar dalam berkomunikasi, komunikator dan komunikan.

Komunikator adalah orang atau kelompok orang yang menyampaikan pesan, sedangkan komunikan adalah orang yang menerima pesan.

Sineas dan timnya di sini merupakan sang komunikator yang ingin menyampaikan pesan berupa cerita kepada masyarakat penontonnya yang bisa kita sebut sebagai komunikan.

Hal seperti inilah yang selalu saya sampaikan kepada mereka yang mengikuti workshop, bahwa pentingnya seorang filmmaker itu berhasil menyampaikan pesan berupa cerita hasil garapannya.

Maka dilihat dari sana, setiap sineas pemula tadi harus memahami betul bagaimana membuat penontonnya "terhipnotis" hingga akhirnya dengan kesadaran mampu memahami ceritanya.

Prinsip lainnya, mereka harus sadar bahwa karakter, plot dan logline yang mereka buat haruslah kuat sehingga pesan dalam cerita akan tersampaikan.

Dan tentunya penggarapan apik secara "cinematic storytelling" nya harus sangat mendukung, sehingga ketika kamera merekam, hasilnya bukan hanya sekadar rekaman adegan semata.

Sebenarnya, jika memang benar-benar nekat untuk mendalami hingga mampu membuat sebuah film yang standar, begitu banyak dan melimpah ruah sumber rujukan yang bisa dicari melalui internet.

Sayangnya, semangat yang menjadi andalan seakan membutakan bahwa mereka juga perlu memahami teori produksinya.

Teori produksi dipelajari bukan untuk membuat kita menjadi teoritis hingga akhirnya miskin kreativitas, melainkan semua itu diperlukan karena film sudah menjadi sebuah disiplin keilmuan.

Membuat produksi film harus mengikuti standar yang ada. Seandainya merasa ingin dan mampu menciptakan sesuatu yang baru, maka teori yang ada selama ini harus dipahaminya.

Bukannya mendadak mengakui bahwa ia telah menciptakan sesuatu yang baru namun tidak benar-benar memahaminya bahwa apa yang dilakukannya adalah benar-benar baru.

Apapun yang telah dihasilkan oleh teman-teman di komunitas film tidak boleh dimatikan semangatnya, mereka hanya perlu dibimbing dan terus diarahkan agar film garapannya bukan saja sesuai standar namun dapat dipahami maksudnya dengan baik.***

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun