Ketika itu saya membantu tim humas Kabupaten Banggai Kepulauan dalam membenahi konten serta produksi mereka saat melakukan produksi video jurnalistik.
Pagi tadi, Kamis, (13/03/2025), saya chating dengan kawan di Nganjuk, ia memberikan contoh karya teman-teman sineas komunitas film di sana.
Layaknya pemula lain, bahkan termasuk saya dahulu, mereka hanya bermodalkan nekat dalam membuat film.Â
Ada ide, sedikit alat dan semangat, maka syuting pun dilakukan.
Sampai di sini tentu tidak ada yang salah dan juga tak layak menyalahkan atau bahkan memaki hasil jerih payah mereka selaku pemula.
Memang dari hasil yang saya lihat dari konten Youtube-nya, masih begitu banyak kekurangan, tentunya jika dilihat berdasarkan teori dan keilmuan di bidang sinematografi.
Meski saya tidak "sekolah film", namun dunia film sudah sangat akrab karena kedua orang tua saya pernah menjadi crew film, bahkan terakhir pensiun sebagai pegawai TVRI.
Jadi saat melihat film kiriman tadi, saya menggunakan rasa dan keilmuan yang sedikit saya miliki tersebut.
Yang paling sering tidak disadari oleh para pemula, saat mereka pertama kali membikin film pendeknya adalah mengenai film tersebut nantinya akan ditonton.
Apalagi sekarang, jika mendadak viral, tentunya jumlah penontonnya bisa di luar ekspektasi dan di sanalah kita sudah harus siap dengan komentar pedas netizen Indonesia yang "Maha benar".
Ketika kita menyadari film itu akan ditonton maka secara otomatis akan terjadi sebuah pola "komunikasi" di sana, yaitu akan terciptalah dua posisi standar dalam berkomunikasi, komunikator dan komunikan.