Mohon tunggu...
Ayudila Arioksa
Ayudila Arioksa Mohon Tunggu... Wiraswasta - Motto: Lucidity and Courage

Hiduplah seperti air hujan yang lebih memilih tanah, daripada berdiam diri diatas langit. -arioksa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Salah Satu Tukang Kibul di Halte Jakarta, Jadi Harus Waspada

31 Maret 2021   13:56 Diperbarui: 31 Maret 2021   14:21 418
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dia bercerita dengan mata berlinang dan tangan yang selalu di gengam. Tak khayal seperti orang yang berputus asa. Keingginannya kembali ke Bandung merupakan keputusan dia yang terakhir untuk bisa berkumpul dengan keluarganya disana.

Namun karena kendala, dan beberapa orang yang berhutang padanya. Membuatnya harus bertahan di Jakarta. Dimulai dengan kejahatan anak kandung dan menantunya yang tidak peduli dengan dia dan suaminya. "Katanya" dia punya warung nasi di Blok M tapi karna pandemi wartegnya tutup. Dia baru saja kehilangan suaminya, "katanya".  Semasa suaminya hidup, mereka berdua mengurus warung di warteg.

Tapi ada hal yang disembunyikan suaminya yang hanya dia ketahui setelah melihat catatan buku yang bertulisan data nama karyawan, security yang telah berhutang nasi, dari jumlah puluhan ribu  sampai ratusan ribu. Dan dia pun sekarang ingin meminta haknya sebagai pemilik warteg yang memohon agar hutangnya dibayar.

Selalu saja penolakan yang dia terima. Sekarang dia hidup sebatang kara di sebuah kontrakan di Jakarta "katanya".

Sekitar satu jam lebih aku mendengarkannga berbicara. Hingga aku bersimpati mengajaknya makan. Di sebuah jajanan kaki lima di samping halte. Waktu itu uang ku emang lagi habis. Meskipun sedikit keraguan ingin menolongnya lebih.

Setelah makan kita berpisah, dan dia berjalan ke arah busway menuju kontrakannya. Begitupun dengan ku.


Setelah berganti purnama, eakk..ngak juga sih palingan selang waktu 2/3 bulan. Aku tidak menemui wanita itu di halte Jakarta. Pikirku dia sudah di Bandung, seperti rencananya itu  

Tahu-tahunya malam ini aku menemukannya kembali. Persis dengan baju dan jilbab sorong yang dia pakai pertama kali dengan ku.
Dia berbicara dengan lawan bicaranya, mungkin sebaya denganku.

Aku mencoba menghampiri dengan diam-diam dan mendengarkan dialog mereka berdua. Betapa terkejutnya aku, ketika yang dikeluarkan dari mulut wanita parubaya persis dengan cerita yang dia utarakan padaku.

"Sialan, dia penipu ulung"  aku pun ngebatin.

Langsung aku bergegas pergi dan meninggalkan wanita itu.  Jakarta dan orang-orang yang penuh drama. Sering aku temui. Namun rasa simpatiku mulai berkurang kepada orang-orang yang minta belas kasihan .

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun