Mohon tunggu...
Anisa Fadil
Anisa Fadil Mohon Tunggu... assistant research -

aku adalah raga, menulis adalah nyawanya, dan kamu adalah asanya.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Dia

17 Januari 2017   16:53 Diperbarui: 17 Januari 2017   18:33 248
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

“tidak perlu. Aku akan menjaganya. Dia hanya butuh suasana baru. Siapa tahu bisa menolong.”

Tolaknya halus.

“tapi dia sangat labil, dia belum sembuh. Kenangan buruk bisa saja membuatnya makin parah.”

Bantah wanita disampingku dengan nada agak memaksa.

“tapi dia berhak tahu satu tahun kepergian Ibuk.”

Kepergian Ibuk? Alisnya mengerut, berpikir.

“tidak. itu berbahaya. Lagipula, selama dia belum pulih, dia tak perlu tahu masalalunya. Termasuk kepergian Ibunya.”

Ibunya? Ibu siapa? Ibuku? Tidak. tidak. Ibuku masih ada di rumah dan menungguku pulang seperti dulu. Ya dia masih duduk di depan rumah sambil menyulam. Sulaman Ibuku bagus. Kadang dia menyulam taplak meja, kadang sapu tangan tak jarang juga kelambu. Sulaman ibuku beragam. Ada bunga, ada binatang, ada pohon bahkan dia bisa membentuk rumah kami pada selembar kain kelambu. Ya, Ibuku pasti masih menyulam dan menungguku pulang.

“biarkan dia tahu dokter. Biarkan dia yang memutuskan apa yang akan dia lakukan kalau ingat Ibunya sudah tak ada.”

Brak!!!

Gadis di depanku berjingkat. Matanya yang basah kini terbelalak penuh kekagetan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun