Mohon tunggu...
Anisa Fadil
Anisa Fadil Mohon Tunggu... assistant research -

aku adalah raga, menulis adalah nyawanya, dan kamu adalah asanya.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Dia

17 Januari 2017   16:53 Diperbarui: 17 Januari 2017   18:33 248
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Tubuhku menggigil. Terasa sangat kuat goncangan yang menggetarkan seluruh tubuhku. Aku sendiri tak mampu mengendalikannya, terlalu kuat. Yang ku bisa hanya memejamkan mata, berharap guncangan ini segera berhenti seiring waktu. Tapi nyatanya, guncangan yang berasal dari sini, dari tengah-tengah dadaku tak bisa berhenti. Aku terkapar, hilang kendali.

Nama itu, ya, nama itu. Nama yang beberapa tahun yang lalu masih biasa untuk di dengar. Bahkan sempat tak kupedulikan sekian lama meski digaungkan orang berulang kali. Aku tak peduli. Karena memang tak ada yang perlu aku pedulikan. Dia bukan siapa-siapa!

Tapi nama itu kini semacam hantu yang jika hanya terdengar namanya, tubuhku tak mampu berhenti bergetar. Diawali dari bagian dada, lalu merembet ke perut, lantas kaki dan tangan ikut-ikutan terasa dingin, kaku. Tapi mulutku justru tak bergerak, kuperintahkan untuk mengeluarkan sepatah katapun dia tetap tak bergerak. Dan mata, entah mengapa dia selalu mengeluarkan air jika nama itu disebut.

“Nora.... anda bisa lihat foto ini?”

Getar di tubuhku justru makin menjadi kala bayangannya hadir dalam bingkai foto yang dibuka oleh seorang wanita di depanku. Aku memejamkan mata. Ya, hanya mata yang bisa kuperintahkan dengan baik. Setidaknya bisa mengurangi guncangan-guncangan tak menyenangkan ini.

“Nora, Nora, Nora...”

Kini yang terasa bukan hanya guncangan tapi juga pening di kepala. Alisku berkerut menahan sakit dan tubuhku nyaris limbung dari kursi yang menyangganya. Beruntung seseorang telah menangkapku sehingga dinginnya marmer yang kuinjak tak sempat membenturku.

“kita sudahi saja, dia tidak mau.”

Meski terasa sakit semua tubuhku, masih ku dengar mereka berbicara.

“tidak bisa. Ini agenda kita hari ini. Teruskan....”

Suara wanita nampak kesal dan besikeras. Lalu entah siapa menepuk-nepuk pipiku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun