Mohon tunggu...
Diksi_Istimewa
Diksi_Istimewa Mohon Tunggu... A Learning

Keep Fighting

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kasus Keracunan MBG Berulang, Wajib Evaluasi Progam

15 September 2025   20:01 Diperbarui: 15 September 2025   20:01 9
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh : Mela

Setidaknya terdapat 4.000 siswa di berbagai daerah di Indonesia yang dilaporkan menjadi korban keracunan usai menyantap menu MBG (Makan Bergizi Gratis) dalam 8 bulan terakhir. Salah satunya adalah sejumlah 456 siswa di Kabupaten Lebong, Provisi Bengkulu, yang alami keracunan pada Rabu (27/8/2025) hingga program tersebut dihentikan sementara dan dilakukan investigasi mulai dari dapur hingga bagian penyaluran makanan. (Kompas.com, 30/8/25)

Program Makan Bergizi Gratis (MBG) sejatinya merupakan wujud dari pelaksanaan janji presiden terpilih untuk mengatasi permasalahan malnutrisi dan stunting pada anak-anak dan ibu hamil. Program ini juga diharapkan mampu meningkatkan ekonomi lokal karena melibatkan warga setempat dalam merekrut SPPG (Satuan Pemenuhan Pelayanan Gizi). Namun, pada praktiknya tidak semua tempat dapat menjalankannya sesuai dengan prosedur hingga menyebabkan jatuhnya korban yang membahayakan kesehatan bahkan mengancam nyawa para siswa. Kejadian yang terus berulang ini menunjukkan adanya ketidakseriusan bahkan kelalaian negara dalam menyiapkan Standar Operasional Prosedur (SOP), menyeleksi dan mengawasi SPPG.

Sementara itu, persoalan gizi pada anak-anak dan ibu hamil tidak bisa semata-mata diselesaikan dengan program Makan Bergizi Gratis (MBG), apalagi mencegah stunting. Sebab, untuk menyelesaikan permasalahan tersebut, diperlukan integrasi berbagai lini seperti kemudahan dalam mengakses bahan makanan dengan harga yang terjangkau, tersedianya lapangan pekerjaan bagi para pencari nafkah, serta edukasi yang optimal ke seluruh pelosok negeri, dan lain sebagainya. Semua itu tidak dapat diraih apabila negara abai atau hanya menjalankan program tanpa arah yang jelas.

Berbeda dengan negara dalam konsep Islam. Islam menetapkan bahwa negara wajib bertanggung jawab mewujudkan kesejahteraan rakyat, baik pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat maupun alat penunjang kesejahteraan lainnya dengan mekanisme sesuai syari'at. Seluruh aspek yang berkaitan dengan pemenuhan gizi anak-anak dan ibu hamil seperti pendapatan per kapita (lapangan pekerjaan), ketersediaan bahan pangan, layanan kesehatan yang layak, edukasi yang mumpuni, dan lain sebagainya akan ditangani oleh orang-orang yang ahli di bidangnya dan tidak lagi diabaikan negara. Maka bukan tidak mungkin kasus stunting dapat dicegah dan diatasi dengan jaminan kesejahteraan tersebut. Namun, hanya negara yang menerapkan aturan Islam lah yang dapat mewujudkannya, yakni Khilafah. Khilafah dengan sistem ekonomi Islamnya, mampu menjamin kesejahteraan rakyat karena memiliki sumber pemasukan yang besar melalui berbagai pos pendapatan dan dikelola dengan baik sesuai  ketentuan syara'. Wallahu 'alam bi showab.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun