Mohon tunggu...
Dikdik Wahyudin
Dikdik Wahyudin Mohon Tunggu... pengajar dan pelajar

senang memperhatikan hal-hal yang random

Selanjutnya

Tutup

Love Pilihan

Islam Membesar, Tapi Tidak Membekas

26 Juni 2025   22:32 Diperbarui: 26 Juni 2025   22:32 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Akhir-akhir ini saya banyak merenung. Rasanya belum lama kita menunaikan Ramadan, merayakan Idulfitri, lalu kembali larut dalam rutinitas dunia. Tanpa terasa, satu tahun kembali berlalu. Waktu memang tak pernah menunggu.

Sebagai umat Islam, momen seperti ini mestinya menjadi ruang evaluasi. Sudah sejauh mana kita menjadikan Islam bukan sekadar label, melainkan jalan hidup yang berdampak?

Berikut ini beberapa poin refleksi yang mungkin bisa sama-sama kita renungi:

1. Ibadah: Masihkah Sebatas Gerakan?

Shalat lima waktu memang tak pernah kita tinggalkan---alhamdulillah. Tapi kadang hati ini bertanya: apakah kehadiran kita dalam shalat juga diiringi kehadiran hati? Jangan-jangan kita sedang menjalani ibadah sebagai rutinitas mekanis, tanpa rasa. Padahal, ibadah sejatinya bukan hanya menggugurkan kewajiban, tapi juga menumbuhkan keimanan dan ketenangan jiwa.


2. Isu Sosial: Apakah Kita Masih Peka?

Konflik kemanusiaan terjadi hampir di segala penjuru dunia. Palestina, Sudan, Gaza, Rohingya. Juga kemiskinan, ketidakadilan, dan ketimpangan di sekitar kita sendiri. Islam adalah agama yang sangat sosial---bahkan Rasul SAW dikenal karena kepeduliannya terhadap yatim, fakir miskin, dan kaum tertindas. Maka, refleksi pentingnya adalah: masihkah kita cukup peka terhadap penderitaan orang lain?

3. Persatuan: Masih Mudah Terbelah

Realita menyedihkan umat ini adalah seringkali perbedaan mazhab, pendapat fiqih, bahkan pilihan politik menjadikan kita saling menjauh, bahkan saling menyerang. Islam yang indah justru terkotori oleh ego sektoral. Padahal Allah telah menyatukan kita dalam satu kalimat syahadat. Tidakkah ini cukup untuk saling memuliakan?

4. Dakwah di Era Digital

Media sosial menjadi alat dakwah yang luar biasa. Banyak ustadz dan konten dakwah lahir dari Instagram, TikTok, YouTube. Tapi di sisi lain, banyak pula yang menyebarkan kebencian, membid'ahkan tanpa adab, atau memprovokasi dengan dalil sepotong-potong.

Ini panggilan untuk kita semua: agar cerdas dan bijak menyaring ilmu, dan tidak menjadi umat yang gampang disesatkan oleh tampilan luar semata.

5. Hubungan Diri dengan Allah

Setiap Muslim seharusnya menjadikan tahun demi tahun sebagai penguatan hubungan spiritual. Sudahkah hati ini benar-benar bergantung kepada Allah? Sudahkah kita merasa cukup dengan syukur, atau masih terus mengejar dunia tanpa jeda? Ini pertanyaan yang hanya kita sendiri yang tahu jawabannya.

6. Manfaat Islam bagi Umat dan Dunia

Sepanjang sejarah, Islam bukan hanya hadir untuk Muslim. Islam membawa manfaat bagi semesta (rahmatan lil 'alamin). Dalam Islam, anak yatim dijaga, hak perempuan diangkat, bahkan hewan dan lingkungan hidup dilindungi.

Umat Islam telah banyak berkontribusi pada ilmu pengetahuan, kedokteran, filsafat, arsitektur, hingga peradaban. Ajaran Islam yang mendorong kebersihan, disiplin, kejujuran, dan tanggung jawab sosial adalah modal besar bagi kemajuan umat manusia.

Pertanyaannya: masihkah kita sebagai Muslim menjadi teladan dan penebar manfaat, atau justru menjadi bagian dari masalah?

7. Apakah Kita Masih Seperti Buih di Lautan?

Dalam sebuah hadist, Rasulullah SAW pernah bersabda bahwa akan datang suatu masa di mana umat Islam sangat banyak jumlahnya, tetapi seperti buih di lautan: banyak tapi ringan, tak memiliki kekuatan.

> "Hampir tiba suatu masa di mana bangsa-bangsa akan memperebutkan kalian sebagaimana orang-orang lapar mengerumuni hidangan mereka."

Para sahabat bertanya: "Apakah karena jumlah kami sedikit pada waktu itu, wahai Rasulullah?"

Beliau menjawab: "Bahkan kalian pada waktu itu banyak, tetapi kalian seperti buih di lautan. Allah akan mencabut rasa takut dari hati musuh kalian terhadap kalian, dan Allah akan menanamkan 'wahn' dalam hati kalian."

Para sahabat bertanya: "Apa itu wahn?"

Beliau menjawab: "Cinta dunia dan takut mati." (HR. Abu Dawud)


Hadist ini seperti cermin untuk kita hari ini. Apakah umat Islam sudah menjadi kekuatan moral, spiritual, dan sosial di masyarakat? Atau justru menjadi kelompok yang pasif, hanya besar di jumlah namun lemah dalam dampak?

Refleksi ini sangat penting, agar kita tidak hanya bangga pada identitas, tapi juga kuat dalam kualitas.

Penutup: Saatnya Menjadi Umat yang Bertumbuh

Setahun bukan waktu yang singkat. Tapi juga bukan alasan untuk menyerah. Refleksi ini bukan untuk menyalahkan siapa pun. Tapi untuk mengajak, agar tahun depan, kita menjadi umat yang lebih kuat: dalam iman, ilmu, dan kontribusi.

Karena Islam bukan sekadar agama. Islam adalah jalan hidup. Dan sudah seharusnya kita menjadi cerminan keindahannya.

> "Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain." (HR. Ahmad)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun