Mohon tunggu...
Dikdik Sadikin
Dikdik Sadikin Mohon Tunggu... Akuntan yang Penulis

Dikdik Sadikin. Kelahiran Jakarta, berdomisili di Bogor, memiliki karir di birokrasi selama sekitar 38 tahun. Menulis menjadi salah satu hobby mengisi waktu luang, selain menggambar karikatur. Sejak SMP (1977), Dikdik sudah menulis dan dimuat pertama di majalah Kawanku. Beberapa cerpen fiksi dan tulisan opininya pernah dimuat di beberapa antologi cerpen, juga di media massa, antara lain tabloid Kontan dan Kompas. Dikdik Sadikin juga pernah menjadi pemimpin redaksi dan pemimpin umum pada majalah Warta Pengawasan pada periode 1999 s.d. 2002. Sebagai penulis, Dikdik juga tergabung sebagai anggota Satupena DKI. Latar belakang pendidikan suami dari Leika Mutiara Jamilah ini adalah Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (lulus 1994) dan Magister Administrasi Publik, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta (lulus 2006).

Selanjutnya

Tutup

Diary

Kucing dalam Kardus

1 Mei 2025   09:01 Diperbarui: 1 Mei 2025   09:10 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Dari dulu saya suka kucing, Pak," katanya. "Tapi kucing kampung. Yang persia saya nggak suka."
Konon, ia pernah mensterilkan kucingnya. Tiga ratus ribu, katanya. Sebagai tukang ojek, ia rela sisihkan uangnya untuk itu. 

"Tapi ngga rugi kok Pak. Banyak keajaiban," lanjutnya.

"Kalau saya lagi nggak punya duit, saya bilang ke kucing: bilang ke Allah, ya, minta rezeki buat kita."
Dan anehnya, katanya, selalu ada saja rezeki yang datang. Dari arah yang tak diduga.

Sesampainya mengantarkan aku di rumah, aku bayar dua puluh ribu, sesuai janji. Lalu aku tambahkan.
"Ini... buat beli makanan kucing."

Bapak itu terdiam, menatap saya.

"Terima kasih Pak. Tapi saya sudah menyusahkan Bapak. Sudah membolehkan saya ke rumah dulu, nitipkan kucing. Perjalanan jadi lebih lama. Tapi malah Bapak kasih tambahan buat saya."


Aku hanya tersenyum. "Nggak apa-apa, Pak.  Itu buat kucing kok," kataku.

Dalam hati aku berkata bahwa aku oke-oke saja soal itu, bahkan merasa beruntung. Ada petualangan baru. Barangkali karena aku memang menyukai kucing, pertemuan sore itu terasa lebih menyenangkan. Meski pun harus memutar dulu. Walaupun perjalanan jadi lebih lama. Mungkin, kalau penumpangnya orang lain, apalagi yang bukan pencinta kucing, ceritanya akan berbeda. 

Tapi aku jadi tambah paham: dengan mencintai mahluk-Nya, demi yang kita sayangi, apa pun yang kita lakukan akan menjadi lebih ringan.

Yang jelas, bukan salah siapa-siapa. Bukan salah Tukang Ojek yang kurang profesional: membawa penumpang kok bawa juga kucing di motor.   Tapi karena Allah memang sudah mengatur: ini sebuah pertemuan antara yang mengerti dan yang bersedia memahami. Tiba pada saat yang tepat, pada orang yang tepat, untuk melindungi mahluk kecil-Nya.

Bogor, 30 April 2025

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun