Mudik di Rel Kenangan: Dari Ujian Kesabaran Menjadi Kenyamanan
Oleh Dikdik Sadikin
Kereta api menawarkan kombinasi kecepatan, harga yang kompetitif, dan ketepatan waktu. Menjadikan kereta api sebagai pilihan rasional bagi pemudik yang menginginkan kenyamanan dan efisiensi waktu.
MUDIK, di ujung Ramadhan, menjadi tradisi yang melekat erat di hati masyarakat Indonesia. Ada sesuatu yang sakral dalam perjalanan mudik: harapan, pertemuan kembali, dan pengakuan akan asal-usul. Namun untuk mewujudkannya, dari waktu ke waktu ada proses yang semakin meningkat. Jika dulu mudik identik dengan perjuangan, berdesakan dalam gerbong sempit, duduk di lantai beralas koran, dan aroma campur aduk antara keringat dan asap rokok, kini perjalanan dengan kereta api telah bertransformasi menjadi pengalaman yang jauh lebih nyaman.Â
Dari Asap Uap ke Layanan PremiumÂ
Ada masa ketika perjalanan kereta api lebih menyerupai ujian ketahanan fisik ketimbang sarana transportasi.
Pada era 1980-an dan 1990-an, penumpang kereta api ekonomi harus rela berdesakan. Tiket tanpa tempat duduk menjadi hal biasa. Pemandangan penumpang duduk di bordes, tidur di bawah bangku, hingga bergelantungan di pintu gerbong adalah hal yang lumrah. Di dalam gerbong, panas menyengat karena kipas angin tak mampu mengusir hawa gerah. Aroma makanan, keringat, dan asap rokok bercampur jadi satu.Â
Namun, revolusi di tubuh PT KAI mulai terlihat sejak 2009, saat Ignasius Jonan diangkat menjadi Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia (KAI). Jonan tak hanya menghapus kebiasaan buruk seperti merokok di dalam gerbong, tetapi juga menata ulang sistem tiket, memperkenalkan sistem boarding seperti di bandara, dan meningkatkan ketepatan waktu keberangkatan dan kedatangan kereta.Â
Pada 2011, PT KAI mulai memberlakukan sistem e-ticketing, menghapus calo yang selama puluhan tahun menjadi momok bagi para pemudik. Sistem ini kemudian disempurnakan dengan integrasi aplikasi KAI Access yang memungkinkan penumpang memesan tiket dan memilih tempat duduk dari gawai mereka. Jonan pernah berkata,Â
"Kami ingin menjadikan kereta api sebagai pilihan utama, bukan alternatif terakhir." (Jonan, wawancara dengan Kompas, 2014).Â
Statistik membuktikan transformasi itu nyata. Pada 2023, PT KAI mencatat sebanyak 5,9 juta penumpang menggunakan layanan kereta api selama masa angkutan Lebaran. Angka ini meningkat 16% dibandingkan tahun sebelumnya. Bahkan, pada puncak arus balik, tingkat ketepatan waktu (on-time performance) mencapai 98%, jauh melampaui rekor yang pernah dicatat dalam sejarah perkeretaapian Indonesia.Â
Peran Kepemimpinan Saat IniÂ