Mohon tunggu...
Difa Hartati
Difa Hartati Mohon Tunggu... Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Negeri Medan

Saya merupakan seorang peminat dan penikmat tulisan serta musik

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Harapan Baru

23 Maret 2025   20:00 Diperbarui: 8 Juni 2025   13:24 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Langit sore menjingga, menari bersama hembusan angin yang lembut. Di sebuah desa kecil bernama Tegal Asri, hiduplah seorang gadis bernama Rania. Ia bukan siapa-siapa, hanya seorang penjual bunga di pasar tradisional yang ramai di pagi hari dan lengang di sore hari. Rania menyayangi pekerjaannya, meskipun hidupnya sederhana. Baginya, setiap kelopak bunga yang ia rawat adalah titipan Tuhan untuk menyebarkan keindahan dan kebahagiaan. Namun, di balik senyum lembutnya, tersimpan kerinduan yang tak pernah usai. Ayahnya, Pak Dirman, telah lama meninggalkan rumah setelah perdebatan hebat dengan ibunya. Sejak saat itu, Rania hanya memiliki ibunya, Bu Mirna, yang terus berjuang membesarkan dan menyekolahkannya hingga tamat SMA. Kini, ia memilih untuk tetap bekerja di desa agar bisa merawat ibunya yang semakin menua.

            Suatu hari, seorang pria bernama Arman datang ke pasar. Ia seorang pengusaha muda dari kota yang ingin membuka toko bunga modern di desa itu. Ia tertarik dengan bunga-bunga yang dijual Rania, terutama bagaimana Rania merawat dan memilih bunga terbaik untuk pelanggannya. Arman pun menawarkan Rania pekerjaan di tokonya dengan bayaran lebih besar. Namun, Rania menolak dengan halus. Ia takut pekerjaan itu akan membuatnya meninggalkan ibunya lebih lama. Arman terkejut dengan jawaban Rania. Di dunia yang serba materialistis ini, ia jarang menemukan orang yang lebih mengutamakan keluarga daripada uang. Tak menyerah, Arman mencoba mengenal Rania lebih dekat. Ia sering datang ke pasar, membeli bunga, dan berbincang dengannya. Semakin ia mengenal Rania, semakin ia menyadari bahwa gadis itu memiliki kebahagiaan yang tidak bergantung pada kekayaan. Suatu hari, Arman mendengar cerita tentang ayah Rania. Ia berjanji dalam hati untuk membantu Rania menemukan kembali sosok yang hilang dalam hidupnya.

            Dengan berbagai cara, Arman mencari informasi tentang Pak Dirman. Setelah berbulan-bulan mencari, akhirnya ia menemukan bahwa Pak Dirman bekerja di kota sebagai tukang kebun di sebuah rumah besar. Dengan hati-hati, ia menyampaikan kabar itu kepada Rania. Mendengar kabar tersebut, hati Rania bergetar. Ia ingin bertemu ayahnya, tetapi ada ketakutan yang menghalangi. Bagaimana jika ayahnya menolak bertemu? Bagaimana jika luka lama kembali terbuka? Namun, dengan dorongan Arman dan restu ibunya, Rania memberanikan diri pergi ke kota. Di sebuah taman yang rimbun, Rania melihat sosok pria yang sudah beruban, sedang memangkas tanaman dengan penuh kesabaran. Hatinya berdebar. Dengan langkah ragu, ia mendekati pria itu dan berbisik pelan, "Ayah..."

Pak Dirman menoleh, matanya membulat tak percaya. Air mata menggenang di sudut matanya. "Rania...?"

Dalam sekejap, sekat-sekat yang selama ini menghalangi mereka runtuh. Pak Dirman meminta maaf dengan penuh penyesalan, mengakui kesalahannya meninggalkan keluarga. Rania tak kuasa menahan air matanya. Ia sadar, memaafkan bukanlah tanda kelemahan, tetapi bukti bahwa hati mampu mencintai dengan lebih besar. Kepulangan Rania ke desa membawa perubahan besar. Ia tidak hanya membawa kembali ayahnya, tetapi juga membawa harapan baru. Dengan pengalaman yang ia dapatkan dari Arman, ia mengembangkan usaha bunga menjadi lebih besar, memberdayakan warga desa, dan tetap setia pada nilai-nilai yang ia pegang teguh.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun