Mohon tunggu...
Didit SuryoTri
Didit SuryoTri Mohon Tunggu... Freelancer - Pecinta Sepak Bola dan Penikmat Dua Gelas Es Teh

Pecinta Sepak Bola dan Penikmat Dua Gelas Es Teh

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Melanggengkan Politik Dinasti

30 September 2020   23:12 Diperbarui: 1 Oktober 2020   08:41 355
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi. sumber: KOMPAS

Ketika putra Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka  maju dalam pemilihan kepala daerah di Kota Solo, perbincangan publik menjadi ramai terkait dengan wacana dinasti politik. 

Wacana soal dinasti politik ini sebenarnya bukan hal baru, sebab, sejak dibukanya keran-keran demokrasi dalam politik pasca reformasi, isu ini telah muncul ke publik. 

Lalu kenapa politik dinasti yang selalu dikritik, ditentang dan dihujat karena dapat mengancam demokratisasi selalu terjadi dalam setiap penyelenggraan pemilihan umum (baik pusat maupun daerah) di Indonesia?

Sikap Permisif

Dalam ranah legal formal di Indonesia memang tidak melarang adanya anggota keluarga dari para Pejabat yang akan maju dalam mengikuti pencalonan politik baik dalam Pemilu, Pilkada atau Pileg. 

Bahkan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menjamin adanya hak Politik bagi tiap warga negara yang telah memenuhi syarat untuk dapat memilih dan dipilih. 

Hak politik ini bahkan merupakan hak asasi yang tak dapat dikurangi sebagai warga negara. Termasuk dalam warga negara tersebut adalah anggota keluarga Pejabat.

Maka, selama hukum tak melarang berarti tidak ada masalah ketika ada anggota Pejabat yang  maju dalam pemilihan umum (baik pusat maupun daerah) di Indonesia.

 Bila anggota kelurga pejabat tersebut terpilih dan melahirkan politik dinasti, hal tersebut tak melanggar hukum. Lalu kenapa apabila hukum membolehkan adanya politik dinasti prakteknya banyak ditentang? 

Dengan landasan legal formal itu, beberapa pihak berpendapat bahwa dengan melarang politik dinasti sama saja mencederai hak dasar warga negara. 

Meski begitu, kita juga harus menyadari, berkembangnya politik dinasti akan mendukung adanya praktek nepotisme yang pada akhirnya dapat memicu korupsi. Bahaya laten inilah yang membuat praktek politik dinasti banyak ditentang.

Toh meskipun ditentang dan berbahaya tetap saja banyak anggota keluarga pejabat yang kemudian terpilih dalam pemilihan umum, terutama dalam pemiihan kepala daerah. Kita masih ingat tentunya dengan politik dinasti yang ada di Provinsi Banten, Kabupaten Sragen, Kabupaten Kediri, atau di Bangkalan. 

Terbaru tentunya dapat kita lihat dalam Calon Kepala Daerah di wilayah Solo Raya. Selain Gibran di Kota Solo, ada Kabupaten Sukoharjo yang mana istri dari Bupati Sukoharjo saat ini maju sebagai Calon Bupati.

Langgengnya politik dinasti ini tak lepas dari sikap permisif baik dari partai politik, dari masyarakat pemilihnya maupun dari para penguasa (pejabatnya). 

Sikap permisif partai politik sebagai lembaga pengusung Calon Pimpinan Daerah (dalam konteks Pilkada), ditunjukkan dengan memberikan rekomendasi kepada anggota keluarga Pejabat yang akan mencalonkan diri. Meskipun, Calon tersebut bukan anggota partai maupun orang yang kurang berpengalaman dalam politik. 

Sikap permisif partai ini terjadi karena beberapa faktor, diantaranya terkait dengan pola Patron-Klien dalam tubuh partai yang masih kuat, atau terkait dengan mahar politik yang diserahkan kepada Partai. Mahar yang paling besarlah yang akan didukung oleh partai.

Sikap permisif masyarakat sebagai pemilih juga menjadi salah satu faktor yang melanggengkan praktek politik dinasti. Hal ini terkait dengan pendidikan politik masyarakat kita yang masih rendah. 

Masyarakat pemilih rata-rata tidak mengetahui track record Calon Pemimpinnya. Bahkan masyarakat kita masih mau menerima politik uang dalam penyelenggaraan pemilihan umum untuk dapat memilih Calon, tak peduli track record calon yang dipilihnya.

Terakhir, penyebab langgengnya politik dinasti kita adalah sikap permisif para penguasa (pejabat) kita dengan tujuan untuk memperrtahankan status quo kekuasaannya. 

Kita tahu bahwa kekuasaan dapat melahirkan priviledge-priviledge dalam masyarakat, seperti kehormatan, pengakuan, bahkan kekayaan.

Maka, orang yang telah berkuasa akan cenderung mempertahankan kekuasaannya, dengan mengajukan anggota keluarganya untuk menjadi Calon penguasa baru.

Terlihat sampai saat ini belum ada i'tikad baik dari Penguasa untuk dapat membatasi (bukan melarang) ruang gerak politik dinasti di Indonesia.

Membatasi Ruang Gerak Politik Dinasti

Bagi bangsa Indonesia, cita demokrasi pasca Reformasi 1998 yang hendak dituju adalah demokrasi substansial. Dimana, demokrasi substansial ini dapat menjamin hak-hak asasi warga negara serta mampu mewujudkan pelayanan publik yang bersih, akuntabel dan transparan sesuai dengan prinsip Good Governance.

Di dalam demokrasi substansial ini hak-hak politik warga negara dijamin tak hanya dalam koridor hukum belaka, akan tetapi dalam pelaksanaan hak-hak politik warga negara tersebut harus berlangsung secara adil. Dalam pelaksanan hak politik yang berkeadilan ini, saya sependapat dengan konsep keadilan sebagai fairness dari John Rawls. 

Konsep keadilan John Rawls, sebagaimana dikutip oleh Will Kymlicka dalam bukunya Pengantar Filsafat Politik Kontemporer, menyebut bahwa keadilan mempunyai dua prinsip utama, yaitu pertama prinsip persamaan dan prinsip ketidaksamaan. 

Prinsip persamaan merupakan prinsip yang harus ada dan berlaku sama bagi semua orang. Misalnya, kebebasan berpendapat, beragama, hingga berkumpul.

Sedangkan prinsip ketidaksamaan merupakan prinsip dalam mengakomodasi adanya ketidaksamaan (ketimpangan) yang memang ada dalam masyarakat. 

Kemudian, turunan dari itu, prinsip ketidaksamaan memiliki dua unsur prinsip. Pertama, adanya ketidaksamaan dalam masyarakat perlu diatur agar dapat memberikan kuntungan pada kelompok masyarakat yang "tidak beruntung" (minoritas).

Dan unsur kedua adalah ketidaksamaan tersebut diatur untuk membuka posisi-posisi dan jabatan bagi semua di bawah persamaan kesempatan yang fair.

Untuk mengatasi benturan antar pinsip-prinsip tersebut, John Rawls membuat aturan prioritas, di mana Prinsip Persamaan lebih utama daripada Prinsip Ketidaksamaan. 

Aturan prioritas kedua adalah bahwa dalam Prinsip Ketidaksamaan, unsur membuka posisi-posisi dan jabatan bagi semua di bawah persamaan kesempatan yang fair lebih utama daripada unsur aturan yang dapat memberikan keuntungan bagi kelompok masyarakat "tidak beruntung".

Maka dalam wacana dinasti politik, memang tidak ada aturan yang dilanggar, akan tetapi dinasti politik merupakan sistem yang melahirkan ketidakadilan politik. 

Bila kita kaitkan dengan konsep keadilan (politik) John Rawls tersebut, dinasti politik bertentangan dengan Pinsip Ketidaksamaan unsur kedua, yaitu tidak terbukanya akses yang sama bagi jabatan-jabatan politik di bawah persamaan kesempatan yang fair.

Dinasti politik hanya memberikan akses jabatan politik pada keluarga para pejabat dan berlangsung dalam sistem pemilihan yang tidak fair bagi semua.

Sesuatu yang tidak adil, pastilah merupakan suatu hal yang buruk. Begitu pula dengan politik dinasti, karena menimbulkan ketidakadilan, pastinya akan membawa dampak yang tidak baik pula. 

Untuk itu, diperlukan pembatasan praktik politik dinasti ini dengan memberikan kesadaran politik bagi masyarakat pemilih sehingga masyarakat dapat memilih pemimpin politik yang benar-benar memperjuangkan "kepentinngan umum" bukan hanya sekedar memperoleh kekuasaan dan kekayaan pribadi dan keluarga. 

Membangun kesadaran politik masyarakat ini, juga akan begantung pada i'tikad baik dari partai politik, para pejabat dan masyarakat sendiri untuk mau merubah budaya politik di Indonesia.

Bila tak mau berubah, maka kita semua hanya akan menjadi barisan yang melanggengkan politik dinasti.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun