Cerita Hari Ini, Ular Sanca Penunggu Pohon Randu (Bagian 6)
Oleh Didi Suprijadi (ayah didi)
Ketua Pembina KTH rumah kaum JayakartaÂ
Suasana di bawah pohon keramat semakin mencekam. Desis ular yang datang dari segala arah membuat tanah bergetar halus. Warga terjebak dalam lingkaran ketakutan, tidak tahu harus lari atau tetap tinggal.
Kyai Hasan, dengan suara terbata-bata, akhirnya membuka rahasia yang selama ini hanya diceritakan secara bisik-bisik oleh orang-orang tua terdahulu.
"Dulu... berpuluh-puluh tahun yang lalu, jauh sebelum kampung ini ramai... leluhur kita membuat perjanjian dengan makhluk penunggu hutan ini."
Semua warga menatapnya dengan ngeri.
"Ketika musim paceklik, warga kekurangan makanan. Ular-ular raksasa muncul, bukan untuk memangsa, tapi menawarkan kesepakatan. Mereka memberi tanda: selama hutan tidak dirusak, selama pohon keramat tidak ditebang, dan selama ular tidak dijadikan buruan, kampung ini akan diberi hasil bumi yang berlimpah."
Bang Mus menelan ludah, wajahnya pucat.
"Lalu... apa yang kita lakukan?"
Kyai Hasan menghela napas berat.
"Leluhur kita mengikat perjanjian itu dengan darah. Seekor kambing hitam disembelih, darahnya diteteskan ke akar pohon randu keramat ini. Sebagai gantinya, tanah jadi subur, sawah tak pernah gagal panen, dan kampung selalu aman dari bencana."
Warga saling pandang, sebagian bergidik mendengar kata-kata itu.