Mohon tunggu...
Didi Suprijadi ( Ayah Didi)
Didi Suprijadi ( Ayah Didi) Mohon Tunggu... Pendidik, pembimbing dan pengajar

Penggiat sosial kemasyarakatan,, pendidik selama 40 tahun . Hoby tentang lingkungan hidup sekaligus penggiat program kampung iklim. Pengurus serikat pekerja guru.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Tidak Muliakan Guru dan Menyebut Sebagai Beban, Bisa Kuwalat

21 Agustus 2025   05:56 Diperbarui: 21 Agustus 2025   05:56 200
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Flayer ayah didi sumber dokpri 

Tidak Muliakan Guru dan Menyebut Sebagai Beban, Bisa Kuwalat 

Oleh Didi Suprijadi (ayah didi)
Aktifis Guru.

Siapa pun orangnya dan apa pun jabatan nya tidak boleh sembarang menilai guru. Menilai baik secara langsung maupun secara tidak langsung seperti melalui kiasan atau perumpamaan. Guru bukan pekerjaan biasa melainkan pekerjaan yang mulia. Siapa pun termasuk Presiden wajib memuliakan profesi guru. Bila ada orang atau pejabat menilai atau menyebut profesi guru tidak sesuai dengan sesungguhnya maka tunggu balasan nya, bisa kuwalat.

Dalam tradisi Jawa, ada sebuah istilah yang sarat makna yaitu apa yang disebut kuwalat. Kata ini mengandung peringatan bahwa siapa pun yang merendahkan atau menyepelekan orang yang seharusnya dihormati, suatu saat akan menuai balasan, baik berupa kesialan, hilangnya wibawa, atau tertutupnya jalan rezeki.

Salah satu pihak yang sangat dijunjung tinggi dalam budaya kita adalah guru. Sejak dahulu, guru ditempatkan sejajar dengan orang tua. Ungkapan Jawa yang terkenal menyebut, "Guru, ratu, wong tuwa, kudu dirumati" , maknanya guru, pemimpin, dan orang tua wajib dihormati. Ungkapan ini menegaskan bahwa guru bukan sekadar pengajar, melainkan penjaga peradaban dan pembentuk akhlak bangsa.

Pepatah Jawa mengatakan, "Sura dira jayaningrat, lebur dening pangastuti" segala bentuk kesombongan dan kekuasaan akan luluh oleh kerendahan hati. Begitu pula, siapa pun yang congkak dan meremehkan guru, pada akhirnya akan kehilangan keperkasaannya

Maka, bila benar ada orang menyebut guru sebagai beban, maka hal itu sungguh tidak pantas. Sekalipun yang menyebut itu seorang pejabat tentu lah tidak elok. Siapa saja  berani menyebut guru sebagai beban,  baik beban negara maupun beban masyarakat tunggu saja apa balasan nya. Ucapan semacam itu bukan saja merendahkan martabat guru, tetapi juga melukai hati jutaan pendidik yang setiap hari berjuang mencerdaskan anak bangsa. Negara justru berdiri kokoh karena peran guru yang menanamkan ilmu, nilai, dan karakter sejak dini.

Walaupun menggunakan kata kata sindiran mengatakan guru sebagai beban, maka sama halnya dengan mengingkari jasa mereka. Padahal, bila negara ini ingin maju, guru seharusnya dipandang sebagai investasi terbesar, bukan beban. Gaji, tunjangan, dan fasilitas yang diberikan negara kepada guru sejatinya adalah bentuk penghormatan atas peran mereka dalam membentuk generasi penerus.

Dalam kacamata budaya, orang yang meremehkan guru diyakini bisa kuwalat. Bukan semata karena kutukan, melainkan karena secara sosial dan moral ia akan kehilangan penghormatan masyarakat. Ucapan yang merendahkan guru akan berbalik menjadi bumerang, menjatuhkan wibawa, bahkan bisa menutup kepercayaan publik.

Sejalan dengan itu, Ki Hadjar Dewantara, Bapak Pendidikan Nasional, menegaskan, "Ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani." Di depan, seorang guru memberi teladan, di tengah, membangun semangat,  dan di belakang, memberi dorongan. Wejangan ini menggambarkan betapa luhur peran guru dalam mendampingi perjalanan hidup generasi bangsa.

Belajar dari pengalaman.

Ada beberapa kasus yang terjadi akibat orang atau pejabat tidak memuliakan guru baik melalui tindakan maupun melalui perkataan.

1. Kasus Kampar.

Kampar salah satu Kabupaten di provinsi Riau dihebohkan  aksi mogok nasional oleh guru. Persoalan bermula ada seorang guru yang menjabat kepala SMA negeri diusir oleh Bupati nya saat rapat. Guru diusir saat rapat oleh Bupati dianggap oleh sebagian masyarakat bupati telah melecehkan martabat guru. Aksi mogok ngajar secara nasional menuntut Bupati mundur dari jabatannya.

2. Kasus Guru Pingsan.


Salah seorang Guru perempuan honorer di DKI Jakarta mendatangi balaikota DKI Jakarta untuk bertemu Gubernur. Kedatangan guru honorer hanya ingin menanyakan kejelasan status pekerjaan nya. Sampai di Kantor Gubernur alih alih dapat penjelasan melainkan dimarahi dan dibentak oleh Sang Gubernur. Kontan ibu guru honorer pingsan setelah kena semprot gubernur. Akibatnya di media mendadak viral, karena gubernur dianggap tidak menghargai guru. Entah kebetulan atau tidak Sang Gubernur tahun 2017 gagal dalam Pilkada untuk melanjutkan periode kedua nya.

3. Somasi Guru Honorer Konawe.

Beberapa tahun lalu dunia pendidikan heboh karena ada guru honorer di somasi oleh Bupati nya sendiri. Berawal dari ibu guru honorer  sebagai guru kelas tertuduh tindak pidana kekerasan terhadap muridnya. Persoalan hingga sampai ke meja hijau dimana ibu guru honorer  jadi tersangka. Selama proses perkara terjadi perdamaian antara orang tua korban dan guru honorer sebagai pelaku atas inisiatif Bupati. Ibu guru honorer ternyata membatalkan sepihak perdamaian nya, akibat nya Pihak Bupati tidak berkenan. Bupati melalui biro hukum nya mensomasi guru nya sendiri. 

Masyarakat dan dunia pendidikan heboh dan mengecam tindakan biro hukum yang melakukan somasi kepada guru honorer. Kebetulan kejadian bersamaan dengan suasana Pilkada, akhirnya kasus hukum guru honorer selesai dan Bupati juga jabatan nya selesai setelah gagal sebagai inkumben dalam Pilkada.

Penutup 

Oleh sebab itu, marilah kita berhati-hati dalam menilai guru. Mereka bukan beban apa lagi sumber masalah, melainkan mereka adalah tiang penyangga bangsa. Jika kita masih ingin negeri ini berdiri kokoh, maka hormatilah guru dengan sepenuh hati. Sebab tanpa guru, kita hanyalah bangsa yang kehilangan arah.

Ingat Jepang kalah perang karena bom atom, yang dicari bukan berapa jendral yang tersisa, tetapi berapa jumlah guru yang masih hidup.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun