Mohon tunggu...
Diding Ireng Chairudin
Diding Ireng Chairudin Mohon Tunggu... lainnya -

Pada tahun 2003, dengan nama Chairudin, pernah bertugas dalam Tim AD-HOC Penyelidikan Peristiwa Kerusuhan Mei 1998 di bawah kendali KOMNAS HAM.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Surat Terbuka (1) : Buat Pak Harry Tanoesoedibjo

20 Februari 2013   00:03 Diperbarui: 24 Juni 2015   18:02 721
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Yang Terhormat Bapak Harry Tanoesoedibjo…

Mohon maaf sebelumnya apabila saya dianggap lancang atau tidak sopan karena membuat Surat Terbuka semacam ini yang di publish melalui Kompasiana--apalagi Anda dan saya sama sekali tidak saling kenal. Namun, sungguh pun Anda tidak mengenal saya tetapi jutaan orang Indonesia yang sudah melek informasi pasti mengenal nama Anda meskipun belum tentu pernah bertemu dan berbicara tentang banyak hal secara langsung dengan Anda. Jadi, anggap saja ini sebuah interaksi sosial dan komunikasi lintas arah antar sesama warga negara Indonesia--dan dijamin tak ada niat buruk sedikit pun di dalam isi Surat Terbuka ini.

Yang Terhormat Bapak Harry Tanoesoedibjo…

Tak perlu lagi saya bercerita tentang bagaimana nama dan reputasi Anda dalam membangun kerajaan bisnis yang sukses dan sudah mengundang decak kagum jutaan pemirsa dan penikmat informasi di seluruh pelosok Indonesia. Bahkan majalah Forbes pernah merilis daftar orang terkaya di Indonesia dan menempatkan nama Harry Tanoesoedibjo pada peringkat ke-22 dengan total nilai kekayaan yang dimilikinya adalah sebesar US$ 1,19 miliar--di tengah-tengah situasi tingginya beban ekonomi rakyat, makin melebarnya kesenjangan sosial, serta ketidakpastian situasi sosial politik di Indonesia dan membuat banyak masyarakat menderita depresi berat.

Yang Terhormat Bapak Harry Tanoesoedibjo…

Bagi orang-orang Indonesia yang sudah melek wawasan sosial-politiknya; tidak letoy dan sempoyongan logika berfikirnya; tidak tumpul sikap berfikir ilmiahnya; atau sudah terbang jauh ke atas langit (bukan nyungsep ke comberan dangkal) dialektika keilmuannya, maka mereka akan bertanya-tanya : mengapa di negeri yang menjunjung tinggi keadilan dan mengaku-ngaku menghormati hak-hak asasi manusia harus terjadi peristiwa tragis yang menimpa banyak kalangan warga negaranya? Lalu, apa gunanya ada Pemerintah, ada Presiden, ada DPR-RI, ada Partai Politik, ada penyelenggaraan Pemilu, ada Pilkada, ada Pilpres, ada setumpuk peraturan dan perundang-undangan, jika semua instrumen sosial-politik itu tidak pernah mampu menyelesaikan masalah bahkan cenderung makin menambah jumlah masalah? Entah… saya juga tidak paham secara persis apakah kesenjangan sosial yang semakin melebar dan adanya ketidakpastian sosial-politik ini adalah akibat dari para elit politik di negeri ini yang kelewat cerdas, terlalu licik, terlalu curang, atau memang 200 juta lebih rakyat Indonesia ini yang sudah kelewat bodoh?

Dalam konteks politik dan sebagai mahkluk berpolitik (zoon politicon), saya sangat percaya bahwa Anda punya idealisme tersendiri dalam dunia politik. Seperti sudah Anda nyatakan dalam sebuah statemen bernada politis : “Politik itu idealisme, bisnis itu organisasi komersial….”Tapi saya (dan juga jutaan orang Indonesia lainnya) benar-benar tidak tahu dan tidak pernah memahami, kemana sesungguhnya orientasi politik seorang Harry Tanoesoedibjo di tengah-tengah kondisi Indonesia yang makin semrawut, centang perenang, dan penuh dengan pelbagai ketidakpastian yang bersumber dari masalah-masalah kebijakan politik dan politik-kebijakan?

Kondisi aktual saat ini semakin mempertegas kepada khalayak luas bahwa nama Harry Tanoesoedibjo sudah menjadi icon politik nasional, namun (lagi-lagi) muncul pertanyaan : idealisme dan orientasi politik seperti apa yang akan digelontorkan oleh seorang Harry Tanoesoedibjo dari balik kerajaan bisnisnya? Akankah idealisme politiknya itu mampu mengangkat kembali dinamika sosial-politik di Indonesia yang semakin nyungsep ke comberan, seperti halnya ketika Harry Tanoesoedibjo berhasil mengangkat perusahaan-perusahaan (bisnisnya) yang sempat sempoyongan hingga tegak berdiri kembali? Dengan kekuatan ekonomi dan bisnisnya, mengapa Harry Tanoesoedibjo tidak mendirikan Parpol sendiri dan merekrut orang-orang pilihan sesuai dengan idealisme politik yang akan ditawarkan kepada publik pada saatnya nanti? Dan segudang pertanyaan lainnya…

Dalam konteks bisnis, seorang Harry Tanoesoedibjo tak diragukan lagi track-record-nya yang mampu menerobos sistem yang bobrok dan brengsek di negeri ini hingga mampu membangkitkan kembali sektor-sektor bisnisnya yang pernah terancam gulung tikar. Namun, dalam kancah pergulatan sistem politik nasional, sistem yang bobrok dan brengsek ini juga sudah terbukti mampu menghilangkan kecerdasan banyak orang (siapa pun dia, apa pun jabatannya, dan bagaimana pun status sosial-ekonominya); mampu mengubur moralitas politik banyak orang; mampu mengubah seorang pemberani menjadi pengecut; serta mampu meremas-remas idealisme politik banyak orang hingga tak bisa lagi dikenali corak idealismenya. Jutaan warga negara Indonesia (termasuk saya di dalamnya) masih terus mengamati dan menanti kiprah politik seorang Harry Tanoesoedibjo--dan tentu saja dengan sejumlah pertanyaan serta harapan-harapan positif yang mengiringinya. Akhir kata : selamat nyemplung ke habitat partai politik, dan semoga bisa mendulang sukses di sektor politik seperti pada saat membangkitkan kembali sektor-sektor bisnis yang sempoyongan. Salam…

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun