Dalam dunia yang serba cepat dan instan, godaan untuk mendapatkan kepuasan segera hadir di mana-mana. Mulai dari notifikasi media sosial yang terus berbunyi hingga tawaran belanja kilat, kita terus-menerus didorong untuk memenuhi keinginan saat itu juga. Namun, di balik semua kenyamanan ini, terdapat sebuah prinsip kuno yang semakin relevan: menunda kepuasan (delayed gratification). Kemampuan ini bukan sekadar soal menahan diri, melainkan sebuah keterampilan fundamental yang membedakan mereka yang meraih kesuksesan berkelanjutan dari mereka yang terjebak dalam siklus kebahagiaan sesaat.
Pada dasarnya, delayed gratification adalah keputusan sadar untuk menukar imbalan kecil yang instan dengan hasil yang jauh lebih besar di masa depan. Ini adalah pilihan yang dibuat oleh seorang pelajar yang memilih untuk belajar semalaman daripada pergi ke pesta, karena ia tahu nilai dari mendapatkan nilai yang baik. Atau seorang individu yang menabung sebagian penghasilannya setiap bulan alih-alih membeli gadget terbaru, karena ia memiliki tujuan untuk berinvestasi dalam propertinya sendiri suatu hari nanti.
Penelitian menunjukkan bahwa otak kita memainkan peran sentral dalam proses ini. Otak memiliki dua sistem yang saling berinteraksi: sistem "panas" yang impulsif dan emosional, serta sistem "dingin" yang rasional dan logis. Saat dihadapkan pada pilihan, seperti makan sepotong kue cokelat sekarang atau menunggu sampai besok untuk memakan satu porsi es krim yang lebih besar, sistem "panas" akan mendorong kita untuk langsung makan kue. Namun, seseorang dengan kemampuan delayed gratification yang kuat akan mengaktifkan sistem "dingin," yang mampu mempertimbangkan konsekuensi jangka panjang dan memprioritaskan tujuan yang lebih besar.
Manfaat dari menguasai keterampilan ini sangatlah luas. Dalam ranah karier, ini memungkinkan seseorang untuk berinvestasi dalam pengembangan diri, seperti mengambil kursus tambahan atau bekerja lembur untuk proyek penting, yang pada akhirnya akan membuka pintu promosi dan peningkatan gaji. Di bidang keuangan, kemampuan ini merupakan fondasi utama dari pengelolaan kekayaan. Dengan menunda pengeluaran yang tidak perlu dan secara konsisten menabung atau berinvestasi, seseorang membangun pondasi yang kokoh untuk stabilitas dan kebebasan finansial di masa depan.
Ketidakmampuan untuk menunda kepuasan dapat membawa konsekuensi negatif. Contohnya adalah kecanduan, yang sering kali dimulai dari pencarian sensasi atau kepuasan instan. Di sisi lain, menunda kepuasan dapat menyebabkan seseorang merasa lebih damai dan tenang karena mereka memiliki kendali atas keputusan mereka dan hidup mereka.
Jadi, bagaimana kita bisa menumbuhkan kemampuan ini? Kuncinya adalah dengan melatihnya secara sadar. Mulailah dari hal-hal kecil, seperti menunggu beberapa menit sebelum membalas pesan, atau menunda pembelian impulsif dengan membuat daftar belanja. Dengan setiap pilihan kecil yang dibuat untuk menunda kepuasan, kita sedang membangun "otot mental" yang akan membantu kita meraih tujuan-tujuan besar dalam hidup. Menguasai seni penundaan bukanlah sebuah batasan, melainkan sebuah bentuk kebebasan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI