Bab 23 - Selepas Langkah dari Pelaminan, Bergegas untuk Pergi dari Kota Kelahiran.
Tahun kelima setelah kelulusan tahun ini adalah 2014.
Hari itu, sebuah pesan masuk di grup BBM alumni perempuan sekolah kami. Isinya tak lain adalah undangan pernikahan Diana. Ada desain digital elegan, tertulis: "Dengan hormat mengundang seluruh alumni untuk menghadiri pernikahan Diana dan Raka."
Tanganku gemetar. Mata hanya menatap layar. Tak satu pun komentar dari anggota grup menyinggung soal aku. Sunyi. Seolah semua paham luka yang tak perlu dibuka lagi.
Namun beberapa saat kemudian, Sultan menghubungiku secara pribadi.
"Lo mau datang nggak? Kalau mau, gue temenin. Nggak bareng pacar gue kok, janji," katanya.
Nada suaranya tenang, tapi aku tahu dia khawatir. Dia sahabatku, tahu betul aku menyimpan luka ini terlalu dalam dan terlalu lama.
Sepanjang hari itu, grup alumni tak berhenti ramai. Ucapan selamat, nostalgia, tawa bercampur dengan getaran yang aku tahan sendiri. Di tengah kekacauan emosi, aku memberanikan diri menceritakan semuanya ke ibu.
"Bu, Diana... yang dulu aku cerita, yang aku janjiin bakal ibu temui... sekarang dia menikah. Tapi bukan denganku."
Ibu menatapku. Ada embun di matanya, tapi ia mencoba tegar.
"Mungkin memang bukan jodohmu, Nak. Datang saja. Maafkan dia. Ikhlaskan. Biar hatimu tenang," ucapnya sambil mengusap punggung tanganku dengan hangat.
Sore itu, dengan setelan terbaik yang kupunya, aku datang ke pesta itu.