Mohon tunggu...
Didi Kurniadinata
Didi Kurniadinata Mohon Tunggu... Human Resources - Pengajar, Konsultan SDM, Trainer, Penulis,

Praktisi dan pemerhati pengembangan sumber daya manusia melalui konsultansi, pelatihan, asesmen. Menyukai sepakbola, otomotif dan jalan-jalan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Self-Fulfilling Prophecy, Apa yang Kita Ingin Wujudkan di Masa Depan?

12 Mei 2024   15:59 Diperbarui: 12 Mei 2024   16:26 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
credit to Strategic Management Insight

Merasakan bahwa hal itu menyenangkan dan dia menyukai apresiasi itu, maka jam tubuhnya langsung menyesuaikan diri dan akan berupaya bangun pagi, karena anak kita merasa senang karena dia jadi keren apalagi dia adalah anak sekolah yang harusnya memang bangun pagi. Fakta sebelumnya suka kesiangan, namun dengan self-fulfilling prophecy yang ditanamkan orang tuanya melalui apresiasi, anak kita terdorong untuk menjadi anak keren, karena itu akan membuat senang -- menjadi keren dan anak sekolah yang baik.

Namun ternyata ada kendala ketika anak kita ingin mencapai prophecy tertentu. Ketika seorang anak kita bilang bahwa dia hebat dan bisa meraih capaian tertentu, ternyata ada anak yang justru melihatnya sebagai tekanan.  Hal itu terjadi karena ada semacam gap atau kesenjangan citra antara my ideal of myself (pinjam istilah dari Charles Handy) atau istilah penulis Saya yang Ideal adalah, yang kadang ditentukan bukan oleh dia sendiri dengan my self concept atau Saya Pikir Saya seperti ini...

credit to Charles Handy - own design
credit to Charles Handy - own design

Kesenjangan Citra tersebut adalah gambaran bahwa prophecy yang timbul adalah karena sumbernya bukan dari dirinya sendiri yang harus dicapai. Dan seberapa besar kesenjangan itu akan menentukan gejala yang timbul sebagai potensi masalah. Dan jika diri sendiri yang menentukan, tetap aspek apakah realistis atau tidak harus menjadi catatan.

Kendra Cherry, MSED menjelaskan bahwa ada dua sumber utama dari Self-Fulfilling Prophecy yaitu:

  • Idealnya saya (Self-Fulfilling Prophecy) yang datang dari ekpektasi saya sendiri
  • Idealnya saya (Self-Fulfilling Prophecy) yang datang dari ekpektasi orang lain.

Idealnya saya berarti adalah gambaran positif ke depan. Jika Idealnya saya berasal dari harapan saya sendiri, tentu akan menjadi motivasi untuk menjadi yang sesuai dengan harapan saya.

  • Namun perlu diperhatikan bahwa idealnya saya juga harus realistis dan harus diukur peluang capaiannya. Seharusnya  anda merasa bisa mencapai dengan usaha keras atau ekstra keras. Jika terlalu tinggi dan akan membuat anda terhambat langkah kerja dan aktifitas anda, kelihatannya tidak akan berjalan baik. Dan jika ada banyak kegagalan di dalam upayanya, anda bisa mensabotasi diri anda sendiri. Anda malah akan merasa bahwa anda tidak boleh menjadi idealnya anda karena merasa kesenjangan terlalu lebar atau besar.
  • Ketika orang lain menyampaikan idealnya anda yang mungkin tidak pernah terpikir oleh anda sebelumnya, namun masih realistis untuk dicapai, maka mungkin itu anda usahakan dicapai dan menjadi prophecynya anda. (lihat artikel penulis tentang Johari Window, di mana Idealnya saya dari ekspektasi orang lain akan memperbesar ruang 1/ruang terbuka dan mengecilkan ruang 4/ruang blind).


Menurut penulis, jika suatu ekpektasi datangnya dari orang lain, maka anda memerlukan proses untuk meyakinkan dengan mengukur kemampuan and sumber daya yang anda miliki. Ada beberapa gejala, ditulis Kendra Cherry, MSED, yang menunjukkan bahwa Prophecy yang ingin dicapai tidak realistis, yaitu jika anda:

  • Sering membuat perkiraan masa depan yang pesimis
  • Terlalu banyak merasa terganggu dengan pengalaman buruk di masa lalu
  • Lebih banyak memfokuskan pada aspek negatif dari situasi yang dihadapi
  • Meyakini bahwa prediksi masa depan yang negatif tak bisa diapa-apakan dan anda tidak punya kendali sama sekali.

Contoh Self-fulfilling Prophecy negatif

Misalnya prophecy dari diri sendiri bahwa anda tidak akan bisa mengerjakan ujian dan ternyata anda gagal ujiannya, atau ketika wawancara anda merasa tidak akan mampu melakukan dengan benar dan memang ternyata anda tidak diterima bekerja. Kedua contoh ini menunjukkan bahwa keyakinan anda mempengaruhi perilaku dan apa yang anda lakukan yang berkontribusi pada kegagalan anda.

Kadang juga ada orang tua yang meragukan kemampuan anaknya untuk bisa masuk ke kampus yang bagus. Prophecy yang datang dari luar anak tersebut dan dirasakan oleh anak anda sebagai suatu ekspektasi. maka akibatnya akan membuat dia merasa tidak berharga untuk belajar dengan keras dan juga orang tuanya tidak melakukan upaya ekstra untuk mengubah prophecy nya tersebut, misalnya dengan menyiapkan kursus untuk anaknya.

Dalam skala yang lebih dalam Self-fulfilling prophecy bisa lebih serius dampaknya, misalnya jika ekspektasi nya mengarah pada perilaku yang cukup berbahaya seperti stereotip, diskriminasi dan rasisme.

Kesimpulan

Self-fulfilling prophecy merupakan suatu situasi di mana ekspektasi seseorang tentang suatu situasi di depan bisa membuat ekspektasi tersebut tercapai. Memiliki gambaran positif dan berfokus pada tindakan yang mengarahkan pada hasil yang dituju sangat penting untuk keberhasilan mewujudkan self-fulfilling prophecy.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun