Mohon tunggu...
Diky
Diky Mohon Tunggu... Mahasiswa

My hobbies are playing football and fishing

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Overthinking: Musuh Diam-diam di Dalam Pikiran

19 Juli 2025   14:03 Diperbarui: 19 Juli 2025   14:03 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
foto:manusia yang Overtingking,sumber:(AI)

Pernahkah Anda terjebak dalam spiral pikiran yang tak berujung? Memutar-mutar masalah yang sama berulang kali hingga larut malam, menganalisis setiap kemungkinan skenario yang mungkin terjadi, atau terus memikirkan percakapan yang sudah berlalu berhari-hari lalu? Jika ya, Anda mungkin sedang mengalami overthinking sebuah kebiasaan mental yang tampak tidak berbahaya namun sebenarnya dapat merusak kesehatan mental dan kualitas hidup kita.

Overthinking atau berpikir berlebihan adalah kondisi di mana seseorang terus-menerus merenungkan, menganalisis, dan memproses informasi atau situasi secara berulang tanpa mencapai solusi yang konkret. Ini bukan sekadar berpikir mendalam atau refleksi yang sehat, melainkan pola pikir obsesif yang cenderung melingkar dan tidak produktif. 

Dr. Susan Nolen-Hoeksema, seorang psikolog dari Universitas Yale, mendefinisikan overthinking sebagai "respons pasif dan berulang terhadap distress yang melibatkan fokus berlebihan pada gejala distress dan kemungkinan penyebab serta konsekuensinya." Dengan kata lain, overthinking adalah ketika pikiran kita terjebak dalam mode analisis tanpa henti yang justru memperburuk keadaan.

Ada beberapa faktor yang membuat seseorang lebih rentan terhadap overthinking. Perfeksionisme merupakan salah satu pemicu utama, karena orang yang perfeksionis cenderung menganalisis setiap detail untuk memastikan semua berjalan sempurna dan takut membuat kesalahan sehingga terus memikirkan semua kemungkinan yang bisa terjadi. 

Kecemasan dan ketakutan juga memainkan peran penting karena ketika kita merasa tidak pasti atau khawatir tentang masa depan, otak kita secara otomatis mencoba "memecahkan" masalah dengan berpikir lebih keras, namun sayangnya ini justru menciptakan lingkaran setan kecemasan. 

Trauma masa lalu dapat membuat seseorang selalu waspada dan menganalisis situasi berlebihan sebagai mekanisme pertahanan, berusaha mengantisipasi bahaya atau masalah sebelum terjadi. Kurangnya kepercayaan diri juga berkontribusi karena orang yang meragukan kemampuan dirinya cenderung menganalisis setiap keputusan berulang kali, takut membuat pilihan yang salah.

Overthinking bukanlah hal yang sepele karena kebiasaan ini dapat memberikan dampak serius pada berbagai aspek kehidupan. Dari segi kesehatan mental, overthinking erat kaitannya dengan gangguan kecemasan dan depresi, dimana penelitian menunjukkan bahwa orang yang sering overthinking memiliki risiko lebih tinggi mengalami episode depresi karena pikiran yang terus berputar menciptakan stress berkepanjangan yang menguras energi mental.

 Kualitas tidur juga terganggu ketika pikiran tidak bisa berhenti bekerja sehingga tidur menjadi sulit tercapai, dengan banyak overthinker yang mengalami insomnia atau tidur yang tidak nyenyak karena otak mereka masih aktif menganalisis masalah saat seharusnya beristirahat. Dalam hal produktivitas dan pengambilan keputusan, overthinking justru menghambat karena alih-alih mengambil tindakan.

seseorang terjebak dalam analisis paralisis kondisi di mana terlalu banyak berpikir malah membuat tidak bisa mengambil keputusan sama sekali. Hubungan interpersonal juga dapat rusak akibat overthinking karena seseorang mungkin terlalu menganalisis setiap kata atau tindakan pasangan, menciptakan masalah yang sebenarnya tidak ada.

Bagaimana mengenali apakah Anda sedang overthinking? Beberapa tanda yang dapat dikenali antara lain terus memikirkan masalah yang sama berhari-hari tanpa menemukan solusi, menganalisis setiap detail percakapan atau interaksi sosial, membuat skenario "bagaimana jika" yang tidak berdasar pada kenyataan, sulit membuat keputusan karena terlalu banyak mempertimbangkan semua kemungkinan, merasa lelah mental meski tidak melakukan aktivitas fisik yang berat, dan sering menunda tindakan karena masih "berpikir" tentangnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun