Mohon tunggu...
.
. Mohon Tunggu... Lainnya - ?

!

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Seorang Gelandangan Tua dan Bayi

15 Februari 2024   22:05 Diperbarui: 15 Februari 2024   22:11 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar diambil dari:https://fineartamerica.com/featured/city-on-fire-aurelia-schanzenbacher.html

     "Oh, ya ampun, ada bayi di dalam gedung itu! Hei, Thomas. Hei, Ben. Kemari, ada bayi di gedung itu!" Aku pun segera berlari ke pintu masuk apartemen yang sedang terbakar.

      Thomas, Ben dan Roger segera meninggalkan selangnya dan berlarian mengikutiku. Tiba-tiba, gelandangan tua itu juga berlari  di sampingku. Aku terkejut karena kecepatan larinya yang bisa mengalahkanku.

      "Peter, tangkap pria tua itu! Jangan biarkan dia masuk!" Roger berteriak lantang. Suaranya menggelegar bagaikan singa yang marah. Aku juga mendengar sayup-sayup suara para penghuni apartemen di pinggir jalan makin riuh berteriak-teriak, menjerit-jerit bahkan menangis.

       Aku mengejar terus pria tua itu. Naik ke atas apartemen. Aku berusaha sekuat tenaga untuk menangkapnya, tetapi pria tua itu selalu berada dua baris tangga di atasku. Aku mulai mendengar suara isak tangis bayi, tapi aku belum tahu dari kamar mana.

      "Pak, berhenti. Segera keluar! Tempat ini berbahaya!" Di ujung gang lantai tiga, gelandangan itu berbelok. Kemudian mendobrak pintu kamar ke lima dari ujung gang.

       "Pak, segera berhenti!" Teriakku. Tetapi gelandangan itu sudah menggendong bayi di tangannya. Dia tersenyum gembira. Aku bisa melihat gigi depannya yang tinggal dua.

       "Pulanglah, Nak." Gelandangan tua itu kemudian menyerahkan bayi tersebut kepadaku. Belum sempat aku menjawab, tiba-tiba api sudah menjalari dinding kayu dan langit-langit kamar tersebut. Asap mengepul makin gelap. Aku terbatuk-batuk dan segera bergeser menjauhi pria tersebut.

        Brakkk! Sebuah balok kayu dan langit-langit runtuh tepat di atas pria itu. Api makin bergulung-gulung bagaikan ombak di lautan saat badai. Dan aku sudah tidak bisa berbuat apa-apa. Aku segera berlari membawa bayi tersebut, keluar apartemen.

        "Peter, berpidatolah. Katakanlah sesuatu pada mereka. Jangan kecewakan para pemilih Smith!" Roger menepuk bahu kiriku sambil tersenyum. Tersadar aku akan lamunanku pada gelandangan tua itu.

         Aku tak bisa berkata apa-apa. Lidahku kelu, rahangku kaku. Aku ingin mengatakan pada dunia tentang cerita sebenarnya. Tapi aku, tetap tidak bisa berkata-kata.

Gambar diambil dari:https://fineartamerica.com/featured/city-on-fire-aurelia-schanzenbacher.html
Gambar diambil dari:https://fineartamerica.com/featured/city-on-fire-aurelia-schanzenbacher.html

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun