Mohon tunggu...
Dicky Saputra
Dicky Saputra Mohon Tunggu... Let's talk about life.

IG: cakesbyzas

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pemimpin yang Menantang Rakyat, Antara Arogansi, Kesalahan Logika, dan Kejatuhan yang Tak Terelakkan

11 Agustus 2025   08:47 Diperbarui: 10 Agustus 2025   19:58 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemimpin arogan tinggal menunggu kehancurannya (8photo/freepik) 

Bayangkan suatu sore di sebuah negara yang tampak tenang di permukaan. Berita sore menyiarkan pidato sang pemimpin. Ia berdiri tegak di podium, suaranya lantang. Tapi bukan ucapan yang menenangkan rakyat. Bukan janji untuk mendengar atau mencari solusi. Yang keluar justru kalimat menantang:

"Kalau kalian berani, coba lawan saya."

Bagi sebagian orang, ini terdengar seperti dialog film. Tapi bagi rakyat yang mendengar langsung, kalimat ini bukan hiburan---ini adalah puncak dari rasa sakit hati yang sudah lama menumpuk.

Pertanyaannya, apa yang ada di kepala seorang pemimpin ketika ia berani menantang rakyatnya sendiri? Apakah ini keberanian? Kepercayaan diri? Atau justru kesombongan yang membutakan?

Akar Psikologi Seorang Pemimpin yang Jadi Arogan

Kekuasaan itu unik. Ia seperti api. Kalau dikelola dengan benar, ia menghangatkan dan memberi cahaya. Tapi kalau dibiarkan liar, ia membakar, bahkan pemegangnya sendiri.

Psikologi modern sudah meneliti hal ini. Penelitian Dacher Keltner, profesor psikologi di UC Berkeley, menunjukkan kalau kekuasaan sering membuat orang:

  • Lebih jarang mendengarkan orang lain.
  • Lebih cepat mengambil keputusan tanpa mempertimbangkan semua pihak.
  • Lebih sering merasa kalau "saya pasti benar".

Efek ini terjadi karena kekuasaan mengubah cara otak memproses informasi. Pemimpin yang dulu bijak bisa berubah menjadi keras kepala cuma karena lingkungan di sekitarnya tidak lagi memberi "rem" yang efektif.

Kalau Anda ingat, ada pepatah Inggris yang sudah sering kita dengar: Power tends to corrupt, and absolute power corrupts absolutely. Kekuasaan cenderung merusak, dan kekuasaan absolut merusak secara absolut. Dalam Islam, kekuasaan bukan sekadar kesempatan untuk memerintah, tapi ujian besar yang akan dimintai pertanggungjawaban.

Tahapan Menuju Arogansi

Kalau kita lihat dari kacamata sosiologi, pemimpin arogan tidak muncul dalam semalam. Ada proses yang membuatnya berubah, langkah demi langkah.

1.Euforia Awal -- Saat baru menjabat, pemimpin biasanya penuh semangat. Ia ingin membawa perubahan, mau mendengar, dan mengajak semua pihak bekerja sama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun