Mohon tunggu...
Diaz Abraham
Diaz Abraham Mohon Tunggu... Jurnalis - Penyesap kopi, pengrajin kata-kata, dan penikmat senja

Peraih Best Feature Citizen Jurnalis 2017 dari PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) | Sisi melankolianya nampak di Tiktok @hncrka | Narahubung: diazabraham29@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Indonesia Harus Menggunakan Sistem Otoriter!

27 September 2016   14:01 Diperbarui: 4 April 2017   18:08 3655
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Otoriter, begitu sebutan bagi sebuah sistem pemerintahan di suatu negara yang sewenang-wenang. Dalam sistem otoriter, Presiden memiliki ke kultusannya sendiri dalam memerintah.

Saking kultusnya, tidak ada yang berani menentang perintah sang penguasa. Kekerasan menjadi ciri dari sistem pemerintahan otoriter. Angkatan bersenjata dikerahkan untuk mengamankan masa yang menentang keputusan penguasa.

Korban jiwa di negara penganut sistem otoriter akibat arogansi pemerintahan sangatlah banyak. Tengok saja peristiwa bersejarah Tiananmen di Tiongkok atau peristiwa di Indonesia ketika Orde Baru dan Orde Lama.

Masyarakat yang hidup di negara penganut sistem otoriter seakan dipaksa untuk tunduk. Jika tidak menuruti perintah Presiden, masyarakat akan dipenjarakan atau paling parah berujung pada kematian.

Dampaknya, masyarakat tidak berani menentang secara masif seperti di negara penganut sistem demokrasi. Dengan kata lain ketakutan memaksa masyarakat untuk tunduk, bukan kesadaran yang membawa masyarakat untuk tunduk.

Keterbukaan sangatlah dibatasi dalam era ini baik itu keterbukaan informasi maupun berkomunikasi satu sama lain. Hak Asasi Manusia hanyalah kata-kata semata, karena implementasinya jauh dari harapan.

Indonesia seperti yang sudah disebutkan sebelumnya pernah menganut sistem otoriter seperti ketika zaman Orla dan Orba. Mungkin orang Indonesia yang hidup hari ini masih ingat dengan gaya  kepemimpinan "The Smiling Man", Soeharto, di masa Orba. Tetapi mungkin ada yang lupa dengan gaya kepemimpinan Soekarno.

Soekarno walaupun dulu memimpin dengan cara demokrasi ala Indonesia yaitu sistem demokrasi pemimpin, implementasinya hampir sama dengan otoriter. Banyak orang hilang pada zamannya, termasuk salah satu tokoh pemikir "kiri" yang mahsyur di eropa, Tan Malaka. Pria yang sudah dinobatkan sebagai pahlawan nasional ini belum diketemukan liang lahatnya hingga kini.

Jika berbicara lebih jauh soal Tan Malaka, tokoh yang satu ini menjadi kontroversi akibat gelarnya sebagai pahlawan nasional di zaman Orba yang anti komunis. Departemen sosial pernah mengusulkan untuk menghapus namanya dari daftar pahlawan nasional kepada Presiden saat itu, Soeharto. Tetapi Soeharto menolaknya karena pemberian gelar itu dilakukan oleh Bung Karno, Presiden pertama Indonesia.

radarpolitik.com
radarpolitik.com
Dampak kontroversi pengangkatan Tan Malaka sangat terasa sampai penulis menginjak bangku Sekolah Menengah Atas, namanya tak pernah terdengar dalam kelas sejarah. Baru ketika mencari di toko buku bekas, kita bisa menemukan karyanya untuk Indonesia. Beruntunglah kini buku-bukunya mudah di beli di toko buku besar.

Pertanyaannya sekarang, mengapa kedua tokoh bangsa, Soekarno dan Soeharto, menggunakan sistem otoriter yang nantinya menjatuhkan keduanya dari kursi kepresidenan?

Indonesia pasca penjajahan dan peristiwa G30S mendapat pukulan telak terutama di dalam negeri. Semasa Indonesia mendeklarasikan diri sebagai wilayah merdeka, banyak sekali permasalahan yang terjadi.

Bagai jamur di musim hujan, semangat nasionalisme sangat berkobar kala kemerdekaan badir. Bukan hanya nasionalisme, keinginan untuk menguasai negara atau mengukuhkan paham tertentu sebagai fondasi kehidupan Indonesia masih dipaksakan untuk diikuti.

Banyak peristiwa terjadi ketika Indonesia masih seumur jagung, percobaan pemakzulan presiden, pemberontakan di beberapa wilayah terhajadi karena masyarakat masih kaget dengan kenyataan yang berbeda. Selama dijajah, masyarakat hidup dibawah bayang-bayang ketakutan akibat kekejaman para penjajah, kini mereka mendapat kebebasan dan masih mencari cara yang tepat mengisi kemerdekaan "kemarin sore" tersebut.

Apa lagi paham-paham pemikiran komunis dan kapitalis sangat populer saat itu. Kedua paham yang berpusat di Uni Soviet dan Amerika saling berlomba mencari rekan baru mengingat keduanya terlibat dalam perang dingin dan bisa saja berujung pada perang dunia ke III.

Keduanya menyasar negara-negara yang baru merdeka untuk mendoktrin paham yang sangat laku di dunia pada zaman itu. Dipilihnya negara yang baru merdeka karena mereka masih mencari fondasi yang tepat untuk negaranya.

Komunis sangat menentang perbedaan kelas, sehingga paham ini banyak dipakai di negara terjajah akibat sistem kapitalis yang mengagungkan perbedaan kelas.

Sedangkan kapitalis laku karena sistem ini mampu memberikan pendapatan lebih kepada pemerintah berkat ekspansi dagang dengan prinsip "sedikit modal berlipat keuntungan" dengan dukungan teknologi industri tentu saja. Biasanya penganut paham ini adalah negara Eropa Barat.

Jangan lupakan orang-orang yang berpaham Islamis, mereka juga emaksakan Indonesia menjadi negara berpaham Islam. Mereka menganggap masyarakat Indonesia pada dasarnya memeluk agama ini, otomatis syariat Islam harus di tegakan.

demo orde baru (www.getscoop.com)
demo orde baru (www.getscoop.com)
Alasan itulah yang menjadi cikal bakal pembentukan "negara dalam negara" macam Negara Islam Indonesia (NII). Gerakan bawah tanah ini disinyalir masih hidup tetapi pergerakannya tidak semasif dulu yang secara terang-terangan melakukan penyerangan terhadap pemerintah.

Karena alasan tersebut di Indonesia pasca mendapat kemerdekaan banyak sekali negara dan paham-paham yang coba mencampuri dapur dalam negeri. Untuk itu pengawasan ketat harus dilakukan.  Selama masa penjajahan banyak sekali masalah yang di timbulkan. Masalah utamanya adalah permasalahan mata uang.

Mata uang di indonesia masih banyak pada waktu itu, ada mata uang Jepang dan Belanda yang beredar di masyarakat dan barang tentu rupiah sebagai mata uang yang di akui saat itu. Tetapi karena peredaran mata uang rupiah pada awal-awal kemerdekaan masih sedikit, masyarakat masih menggunakan mata uang Jepang dan Belanda.

Semakin banyak peredaran mata uang di masyarakat membuat nilai mata uang rupiah semakin kecil dibanding mata uang lain khususnya dolar amerika sebagai patokan ekonomi dunia. Kerusuhan memperparah laju inflasi, apa lagi saat itu Soekarno sangat anti asing. di bawah kepemimpinannya, tidak banyak investasi asing di Indonesia.

Inflasi dan pembukaan lapangan pekerjaan bagi masyarakat sulit sekali terwujud. Sektor utama pendapatan Indonesia pada waktu itu masih mengandalkan hasil alam dari pertanian dan perkebunan. Walau sudah membuka beberapa blok untuk pertambangan, tetapi masih kecil dampaknya untuk menyerap tenaga kerja.

Saat itu Soekarno sangat berambisi membangun Indonesia menjadi negara yang beradab dengan kemampuam sendiri. Dia ingin menunjukan ke mata dunia bahwa Indonesia merupakan negara yang megah.

Dia mulai membangun beberapa mega proyek seperti pembangunan kompleks olahraga Senayan, membangun tempat penginapan, beberapa tugu, mall, dan bandara menjadi contoh megaproyeknya.

Tapi sayangnya cara yang digunakan oleh Soekarno untuk membangun itu semua dilakukan dengan menambah peredaran mata uang rupiah di masyarakat. Hal ini sangat bertolak belakang dengan perinsip ekonomo karena semakin banyak jumlah peredaran uang semakin kecil nilai mata uang tersebut. Rupiah menjadi tak ada harganya inflasi semakin tinggi.

www.harianpost.co.id
www.harianpost.co.id
Akhirnya karena laju inflasi yang tak terelakan, ditambah kebijakan-kebijakan yang kurang populer di pemerintahan Soekarno, masyarakat mulai tidak mempercayai Putra Sang Fajar. Kondisi Soekarno yang sakit-sakitan waktu itu dimanfaatkan oleh beberapa pihak yang ingin mendongkel kepemimpinannya.

Ketika penghujung kepemimpinannya,  lahirlah peristiwa G30S sebagai awal keruntuhan rezim orde lama. Soekarno akhirnya berhasil ditaklukan dengan Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar). Surat yang berisi perintah pengamanan Indonesia saat itu disalah artikan oleh Soeharto, dia menilia bahwa Soekarno menyerahkan jabatannya kepada Soeharto. Rezim orba pun dimulai.

Situasi semakin memanas ketika tersiar kabar tentang dalang dari peristiwa pembunuhan beberapa jenderal saat tragedi G30S itu adalah kaum komunis. Pembunuhan orang-orang yang dituduh sebagai simpatisan komunis walau belum diketahui kebenarannya terjadi.

Keadaan di masyarakat tidak terkendali, pembakaran dilakukan dimana-mana. Inflasi lagi-lagi menjadi momok menakutkan. Sungai-sungai berubah warna menjadi merah akibat darah dan mayat berserakan di sana hingga menyumbat aliran sungai di beberapa wilayah.

Masih ingat dengan pemilihan umum pertama di Indonesia? Pemilihan itu dilakukan tahun 1955 saat Soekarno berkuasa dan di gadang-gadang sebagai pemilihan paling kondusif.

Walau dalam sejarah pemilihan umum tahun 1955 merupakan awal Indonesia melakukan pemilihan suara, namun pencoblosan sebelum tahun 1960, merujuk tahun pencoblosan selanjutnya dilangsungkan, konstituente di bubarkan tepatnya tahun 1959.

Hal ini terjadi karena RAPBN saat itu tidak di setujui kemudian muncul lah dekrit presiden tanggal 5 Juli 1959 yang mengangkat DPR-Gotong Royong dan MPR Sementara. Seluruh anggotanya dipilih oleh Presiden, pembubarannya pun dilakukan sepihak oleh Presiden.

Sekarang kita berbicara zaman Soeharto, pasca peristiwa G30S keadaan Indonesia sangat memperihatinkan. Seperti yang sudah diutarakan sebelumnya, kondisi masyarakat sangat tidak terkendali. Tetapi pemerintah Soeharto pada waktu itu terlihat tidak peduli.

Lambat laun, ekonomi Indonesia membaik di bawah kekuasaan Soeharto. Dia berhasil memberikan kepercayaan asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Tetapi lagi-lagi, kebebasan sangat di batasi. Kondisi sosial indonesia hampir sama seperti zaman orla bahkan lebih kejam.

Praktik Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme menjadi hal yang lumrah terjadi ketika itu. Konsenterasi pembangunan saat itu hanya terpusat di Pulau Jawa, membuat perekonomian dan pembangunan di wilayah lain tidak merata.

donipengalaman9.wordpress.com
donipengalaman9.wordpress.com
Walaupun kondisi ekonomi Indonesia sudah baik bahkan Indonesia sudah mencapai negara lepas landas menuju negara maju, tetap saja inflasi mengagalkannya. Inflasi ini terjadi akibat merosotnya nilai tukar Thailand, ingat pendapatan Indonesia yang utama adalah investasi asing sehingga apapun yang terjadi di luar negeri sedikit banyak dirasakan oleh Indonesia.

Dari dua kondisi yang menggambarkan Indonesia pada waktu itu jelas terlihat stabilitas politik, ekonomi, dan sistem sosial belum berjalan dinamis. Dibutuhkan sebuah cara untuk menstabilkan kondisi yang ada.

Dibutuhkan pemimpin yang bermental baja dan bertangan besi untuk memperbaiki kondisi tersebut. Cara paling mudah untuk menegaskannya yaitu menggunakan sistem pemerintahan otoriter.

Kekuasaan Presiden menjadi paling tinggi di sistem tersebut sehingga mempermudah Presiden dalam memerintah dan memutuskan kebijakan yang diinginkan sehingga semua sejalan dengan satu gerbong, satu kepala, yaitu presiden. Hal ini dilakukan agar perdebatan di parlemen dan masyarakat tidak menambah runyam situasi Indonesia pada waktu itu.

"Fase ricuh" jika boleh dikatakan menengok kondisi saat itu, tidak mungkin diselesaikan dengan demokrasi. Demokrasi yang berlandaskan pada kekuasaan rakyat dan kebebasan berbicara malah membuat situasi semakin tidak terkendali.

Gelombang unjuk rasa pastilah terjadi di seluruh pelosok negeri tiap harinya. Perdebatan demi perdebatan di parlemen sampai ke akar rumput semakin marak terjadi. Dengan kondisi waktu itu ketika masyarakat yang heterogen tidak dibekali dengan pengetahuan, pastilah mereka mudah di hasut.

Menurut catatan pribadi Presiden Indonesia ke 3, Bacharuddin Jusuf Habibie, yang di bukukan dengan judul Detik-detik yang menentukan, angka masyarakat yang melek huruf hanyalah 15% setelah merdeka  sedangkan saat rezim Soeharto berkuasa selama kurang lebih 32 tahun, terjadi peningkatan menjadi 70%. Jika melihat kondisi sekarang yang notabene masyarakatnya mudah mendapat informasi dan berpendidikan lebih tinggi, masyarakat kita masih mudah di pengaruhi.

Bagaimana zaman dahulu ketika angka melek huruf masih 30%? Indonesia pasti bakal terpecah belah akibat hasutan berbagai pihak yang tak suka dengan tokoh pemimpin maupun ideologi Pancasila yang dianut Indonesia.

Boleh disimpulkan, walaupun bukan yang terbaik tetapi sistem otoriter yang dianut pada waktu itu adalah tepat jika dipergunakan untuk menstabilkan kondisi Indonesia yang fluktuatif. Tetapi sistem ini tidak baik jika digunakan saat ini.

Kehancuran sistem otoriter ketika kedua Presiden berkuasa tidak terjadi karena kondisi dalam negeri saja. Soekarno jatuh tat kala banyak pihak mencampuri urusan Indonesia.

Paham komunias (Uni Soviet) dan komunis (Tiongkok) terpecah, membuat keduanya berlomba mematenkan model komunis di Indonesia. Apa lagi banyak tokoh Indonesia yang dekat dengan paham kedua negara.

Amerika melalui CIA mencoba mengganti arah politik Indonesia yang waktu itu berhaluan komunis dengan cara mengambil beberapa tentara untuk di latih di negerinya sekaligus mendoktrin pemikiran para tentara tersebut dengan pahal kapitalis.

mikeportal.blogspot.com
mikeportal.blogspot.com
Padahal rakyat waktu itu sangatlah memuja Soekarno sampai disebut "putra sang fajar". Soekarno bak raja dan selalu di puja serta di runggu kehadirannya. Namun lama kelamaan akibat dua paham yang berseteru serta kebijakan yang tidak terlalu memperhatikan pertumbuhan ekonomi rakyat mulai tidak simpatik lagi.

Momentum itu di manfaatkan oleh kedua paham tadi untuk merusak keadaan "Macan Asia", sebutan Indonesia pada saat itu. Kemunculan G30S yang sarat kontroversi saat itu sangat tepat sehingga politik Indonesia goyah dan rezim Soekarno jatuh.

Setali tiga uang dengan Soekarno, era Soeharto rakyat merasa ngeri  dengan tangan besinya Soeharto sehingga tidak ada yang berani merusak hegemoni orde baru secara masif. Jatuhnya rezim Soeharto lebih pada krisis monetr karena kesalahan pemerintah yang tidak bisa memprediksi krisis moneter di kemudian hari serta terlalu bergantung pada modal asing.

Jika boleh menarik kesimpulan, sistem otoriter waktu itu memiliki nilai penting dalam perkembangan Indonesia yang memiliki SDM kurang mempuni dalam menjalankan roda ekonomi. Masyarakat sendiri tidak akan berani melakukan demonstrasi waktu itu jika tidak ada satu gerakan atau intervensi dari negara lain.

Dengan satu kepala di gerbong pembangunan, arah pembangunan suatu bangsa akan jelas menuju satu titik. Berbicara tentang orde lama pembangunan itu di implementasikan  dengan berdikari atau berdiri di atas kaki sendiri, sehingga di Indonesia pada waktu itu sangat sedikit modal asing yang masuk.

Pada era Soeharto pembangunan Indonesia terlihat dari banyaknya investor asing berani menanamkan modal di Indonesia. sektor pertanian Indonesia di genjot sehingga Indonesia berhasil berswasembada.

Tetapi jika dahulu menggunakan sistem demokrasi, pembangunan itu akan sulit terjadi karena banyak kepala yang memikirkan arahnya belum lagi hambatan di parlemen yang tidak menyetujui gagasan pemerintah. Karena Presiden tidak memiliki kekuasaan absolut seperti zaman otoriter, kini DPR kedudukannya setara dengan Presiden.

itscode.blogspot.com
itscode.blogspot.com
Jika kita kembali menggunakan otoriter sama saja kita tidak belajar dari masa lalu yang kelam akibat banyaknya pembunuhan dan penyelewengan HAM. Apalagi kita telah dijejali dengan virus bernama Internet.

Dengan teknologi ini, keterbukaan informasi tak bisa di hindarkan. Batasan-batasan geografi bukanlah satu halangan di era modern ini, apalagi didukung dengan perangkat pendukung internet seperti gadget dan komputer, membuat kita semakin mudah menggunakan teknologi ini.

Pembatasan informasi ke masyarakat serta diperkecil celah individu untuk menyuarakan  aspirasinya akan sulit saat ini apa lagi dengan adanya sistem demokrasi yang berbasis pada kebebasan. Contoh nyatanya adalah Uni Soviet yang dulunya dikenal sebagai negara pencetus paham komunis. Kini negara yang dikenal dengan sebutan Rusia telah terbuka dan terseret menggunakan sistem ekonomi kapitalisme layaknya Amerika.

Jadi Indonesia memang tepat menggunakan sistem otoriter ketika negara ini masih dilanda krisis dan sedang mencari jati diri. Tetapi paham ini akan sangat sulit digunakan ketika masyarakat sedang kecanduan "kebebasan".

*Tulisan ini ditunjukan kepada mereka yang skeptis terhadap kondisi Indonesia di masa kini dan beranggapan bahwa Indonesia lebih baik menggunakan sistem otoriter dibanding demokrasi, padahal mereka lupa, informasi yang mudah kota dapat tidak mungkin dirasakan waktu itu.

Pemilu 1955 tidak dilanjutkan sesuai jadwal pada lima tahun berikutnya, 1960. Hal ini dikarenakan pada 5 Juli 1959, dikeluarkan Dekrit Presiden yang membubarkan Konstituante dan pernyataan kembali ke UUD 1945. Kemudian pada 4 Juni 1960, Soekarno membubarkan DPR hasil Pemilu 1955, setelah sebelumnya dewan legislatif itu menolak RAPBN yang diajukan pemerintah. Presiden Soekarno secara sepihak melalui Dekret 5 Juli 1959 membentuk DPR-Gotong Royong (DPR-GR) dan MPR Sementara (MPRS) yang semua anggotanya diangkat presiden.

KA Bogor-Palmerah

15 Septermber 2016

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun