Mohon tunggu...
Adrian Diarto
Adrian Diarto Mohon Tunggu... Petani - orang kebanyakan

orang biasa. sangat bahagia menjadi bagian dari lansekap merbabu-merapi, dan tinggal di sebuah perdikan yang subur.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Daun-daun Jati di Musim Kemarau

11 Agustus 2020   08:54 Diperbarui: 11 Agustus 2020   08:54 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Aku melewati pohon-pohon jati yang bersiap menyambut kemarau," kataku kemarin, ketika pagi masih banyak tersisa

Daun-daun mulai berserak
Seiring rumput yang mulai mengering
Jalan-jalan mulai terasa lebih terik

Pada sebuah bagian, aku melewati rumah kecil yang dipangku akar-akar pohon jati
Rumah dengan jendela berteralis bilah-bilah kayu jati
Dari mana lansekap bebas dipandang dan angin bergegas memasuki ruang

"Kukira aku melewati bagian selatan," gelakku sekering angin kemarau

Jalan-jalan yang bergelombang, ranting-ranting tanpa daun dan tikungan-tikungan jalan mengingatkanku pada sisi selatan

Satu dua purnama lagi, daun-daun jati akan sudah gugur jauh lebih banyak
Merupa suara perasaan yang retak saat terinjak oleh kaki-kaki yang dipaksa berjalan berjalan lebih jauh

Perjalanan melewati tanah-tanah kering dan permukaan yang terus semakin bergelombang

Rumah dengan bilah-bilah teralis kayu jati mengingatkan pada rumah kecil di tepian hutan Bagus
Rumah di sisi pohon-pohon jati yang berjajar di jalan yang terus menurun
Rumah yang begitu senyap, bahkan suara nafas terdengar jauh lebih nyaring

"Jangan terlalu malam," katamu waktu itu, sesaat setelah adzan maghrib menyelinap di antara batang-batang pohon
Aku masih menyimpan pesanmu sampai saat ini

Sepertinya selalu kudengar lagi pesanmu saat melewati pohon-pohon jati dan jalan-jalan yang terus berkelok

Pada pertigaan yang kosong setelah melewati hutan Bagus, aku melihat bulan purnama berhenti di atas rumahmu
Waktu menjelang isya' yang membuatku tertegun

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun