"Aku melewati pohon-pohon jati yang bersiap menyambut kemarau," kataku kemarin, ketika pagi masih banyak tersisa
Daun-daun mulai berserak
Seiring rumput yang mulai mengering
Jalan-jalan mulai terasa lebih terik
Pada sebuah bagian, aku melewati rumah kecil yang dipangku akar-akar pohon jati
Rumah dengan jendela berteralis bilah-bilah kayu jati
Dari mana lansekap bebas dipandang dan angin bergegas memasuki ruang
"Kukira aku melewati bagian selatan," gelakku sekering angin kemarau
Jalan-jalan yang bergelombang, ranting-ranting tanpa daun dan tikungan-tikungan jalan mengingatkanku pada sisi selatan
Satu dua purnama lagi, daun-daun jati akan sudah gugur jauh lebih banyak
Merupa suara perasaan yang retak saat terinjak oleh kaki-kaki yang dipaksa berjalan berjalan lebih jauh
Perjalanan melewati tanah-tanah kering dan permukaan yang terus semakin bergelombang
Rumah dengan bilah-bilah teralis kayu jati mengingatkan pada rumah kecil di tepian hutan Bagus
Rumah di sisi pohon-pohon jati yang berjajar di jalan yang terus menurun
Rumah yang begitu senyap, bahkan suara nafas terdengar jauh lebih nyaring
"Jangan terlalu malam," katamu waktu itu, sesaat setelah adzan maghrib menyelinap di antara batang-batang pohon
Aku masih menyimpan pesanmu sampai saat ini
Sepertinya selalu kudengar lagi pesanmu saat melewati pohon-pohon jati dan jalan-jalan yang terus berkelok
Pada pertigaan yang kosong setelah melewati hutan Bagus, aku melihat bulan purnama berhenti di atas rumahmu
Waktu menjelang isya' yang membuatku tertegun