Mohon tunggu...
Adrian Diarto
Adrian Diarto Mohon Tunggu... Petani - orang kebanyakan

orang biasa. sangat bahagia menjadi bagian dari lansekap merbabu-merapi, dan tinggal di sebuah perdikan yang subur.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Langit Merah di Tanah Tinggi

11 Juni 2019   21:43 Diperbarui: 11 Juni 2019   21:44 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aku berdiri di tanah tinggi

Di dekat dahan-dahan jati yang merendah ke atas tanah
Di dekat langit yang semakin memerah

"Tadi kuaduk kopi di balai berkaki rendah," kataku padamu

Sebuah awal yang canggung untuk narasi yang tidak pernah berujung
Dan kamu sudah berlalu sebelum kalimat diakhiri dengan tanda koma
Menjuntaikan langkah menuju sisi langit berwarna merah

Di sisi jauh tiang listrik, angin meniupjatuhkan selembar daun jati kering

Selepas isya' nanti, takbir akan dialunkan menyisir setiap bagian langit malam
Mengganti nyanyian rindu pada cakrawala biru dan sunyi deburan ombak

Kalimat sudah terlambat dimulai
Ditinggalkan oleh langkah-langkah yang bergegas di atas batuan karst

Sepotong bulan menunggu langit merah berlalu
Hendak mengiring ayunan langkah dan suara tapak kaki pergi, menjauh

| Semanu | 4 Juni 2019 | 18.00 |

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun