Mohon tunggu...
dian saputra
dian saputra Mohon Tunggu... Konsultan - Motivator Indonesia

Lembaga Training SDM dan Bisnis di Indonesia Hotline 081249758328 atau Kunjungi www.dian-saputra.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Motivasi dari Motivator Palembang "Prinsip Keluarga"

9 Februari 2021   11:22 Diperbarui: 9 Februari 2021   11:29 257
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mereka tak bisa tanpa Komunikasi

Menurut Motivator palembang Bahwa  Permasalahan komunikasi ternyata tidak hanya dialami oleh anak-anak yang terpisah jarak dengan orangtuanya, tetapi juga orangtua dan anak yang tinggal serumah. Padahal, minimnya komunikasi membuat hubungan orangtua dan anak kurang dekat secara psikologis. 

Jika pada keluarga yang tinggal terpisah memiliki hambatan komunikasi karena tidak dekat secara fisik, maka pada keluarga modern, kehadiran gadget-gadget canggih tanpa disadari menyebabkan hilangnya komunikasi dan kehangatan keluarga. Ketergantungan pada gadget membuat masing-masing anggota keluarga menjalani kesibukannya. 

Bahkan meski berada dalam satu ruangan yang sama, mereka tidak saling berkomunikasi secara mendalam. "Banyak orang masih mengira kedekatan fisik saja sudah cukup, padahal perlu juga diciptakan komunikasi mendalam dengan pasangan dan juga anak-anak," kata psikolog Anna Surti Ariani, MSi, Dengan menerapkan komunikasi yang efektif, baik keluarga yang terpisah jarak maupun keluarga yang satu atap, bisa mencegah pengaruh negatif terhadap perkembangan anak.

Dian Saputra pun mengatakan Komunikasi adalah hal yang sangat fundamental dalam  membangun family excellence. Sepertinya halnya kisah berikut ini. Gara-gara tak ada komunikasi yang intim antara suami dengan istri, kakak dengan adik, dan orang tua dengan anak, keluarga ini berantakan. 

Meski tak ada perceraian, namun ada semacam perang dingin di antara mereka. Si bungsu pun terpaksa melarikan diri dari rumah karena berkonflik dengan kakaknya. Siapa yang salah? Apakah karena suami dan istri merupakan hasil perjodohan yang tidak mengenal masa pacaran? 

Kita tak bisa simpulkan demikian, karena toh banyak pula pasangan suami-istri yang langgeng hingga hari tua, demikian pula dengan keluarga ini. Mereka sepertinya melupakan satu hal yang sangat penting dalam menjalin sebuah hubungan, yakni komunikasi. 

Bayangkan saja, selama hampir dua puluh tahun menikah dan tidak dikaruniai anak, hanya si suami saja yang mengajukan permohonan kepada Tuhan agar dikaruniai anak. Mengapa mereka tak berdoa bersama saja? Setelah Tuhan mengabulkan doa si suami, si istri yang ternyata langsung mendapat "bonus" anak kembar di dalam kandungannya tak menceritakan kondisi kehamilannya dan bagaimana ia menderita karena kehamilan itu kepada suaminya. 

Si istri justru berdoa sendiri kepada Tuhan untuk menanyakan apa maksud-Nya dengan memberikan kehamilan anak kembar di usianya yang sudah tak muda itu. 

Hasilnya, suaminya tak ikut mendengar ketika Tuhan berkata bahwa ia sedang mengandung calon dua bangsa yang besar, dan bahwa yang bungsu akan menundukkan yang sulung. Si istri pun, sayangnya, tak memberitahukan hal itu kepada suaminya. 

Nah, karena mereka langsung dikaruniai dua anak, kesalahan berikutnya adalah tidak bisa membagi kasih sayang yang adil di antara anak-anak mereka. Si ibu lebih sayang pada anaknya yang bungsu, sedangkan si ayah tentu saja menyayangi sang "putra mahkota," si anak sulung. Mengapa bisa seperti itu? Salah satu kemungkinannya adalah karena si ibu tak memberitahukan pesan Tuhan pada si ayah. 

Kemungkinan berikutnya adalah karena tak ada lagi "cinta membara" di antara mereka, sehingga mereka melampiaskan rasa kasih sayangnya kepada anak favorit masing-masing. Anak-anak tentu saja bisa merasakan gelagat kasih dari orang tuanya. 

Si sulung mungkin bisa melihat bahwa ibunya selalu tersenyum bahagia ketika bersama si bungsu, demikian pula halnya dengan si bungsu. Ia bisa merasakan bagaimana raut muka ayahnya berubah ketika si kakak ada di dekatnya. Apa yang terjadi ketika tak ada komunikasi? Kecurigaan pun muncul, dan sebagai dampak ikutan dari hal itu, berkembanglah semacam persaingan terselubung. Keluarga ini telah memelihara iklim kompetisi yang tidak sehat. 

Seandainya si suami dan si istri sejak awal memelihara komunikasi yang baik, tentu hal-hal seperti itu dapat dihindari. Mereka semestinya berdoa bersama kepada Tuhan. Pergumulan yang ada seharusnya ditanggung bersama. Ketika si istri sakit karena mengandung, mereka juga semestinya sama-sama bertanya pada Tuhan akan kehendak-Nya. 

Jika itu dilakukan, niscaya sejak anak-anak masih kecil, mereka bisa membesarkan kedua anak mereka dalam iklim yang saling mendukung. Mereka juga pastinya akan memberitahukan kepada anak-anak, bahwa kelak anak bungsulah yang dikehendaki Tuhan untuk menerima berkat kesulungan. 

Tak perlu ada tragedi sup kacang merah. Tak perlu ada tragedi baju bulu domba. Si bungsu tak perlu melarikan diri, dan si sulung tak perlu merasa "kecolongan." Salah satu syarat yang saya tetapkan ketika mencari pendamping hidup adalah komunikasi. Komunikasi kami haruslah berjalan dengan terbuka, tak ada yang ditutup-tutupi. 

Pendeknya, saya harus mencari pasangan hidup yang "nyambung" kalau berkomunikasi. Saya sungguh diberkati Tuhan dengan istri saya sekarang ini. Kepada dialah saya mempercayakan apa yang ada di hati saya, bahkan hal-hal yang terburuk sekalipun. Dia juga orang yang sangat terbuka dengan kehidupannya. 

Kami memahami kebaikan dan kejelekan masing-masing, dan saling mengingatkan adalah salah satu cara yang kami tempuh agar kami saling bertumbuh. Selain cinta kasih, kami senantiasa menjaga komunikasi yang intim satu sama lain, karena kami tahu, bahwa tanpa komunikasi, keluarga bisa jadi berantakan. 

Membangun Rumah Tangga idaman hampir sama seperti membangun sebuah bisnis. Perlu Adanya Kordinasi antar divisi untuk saling menguatkan. dan Dian Saputra juga telah mempraktekkan prinsip ini didalam keluarganya dan bisnisnya yang dikenal dengan Sinergi Corpora Indonesia

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun