Mohon tunggu...
Dian Kaizen Jatikusuma
Dian Kaizen Jatikusuma Mohon Tunggu... Penulis, aktif juga di FLP Sumut

Ingin menjadi laki-laki subuh..

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kisah Putri, Pangeran, Naga, dan Cinta yang Berat Sebelah..

16 Oktober 2010   06:46 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:23 1917
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Apapun yang tidak seimbang, maka alam akan menyeimbangkannya.." Ilustrasi: zaman dahulu kala, ada seorang putri cantik yang ditawan seekor naga di suatu pegunungan yang tinggi.. Seorang pangeran, setelah mendengar kabar tersebut, dan memutuskan untuk berusaha membebaskan dan menikahi sang putri yang cantik itu.. Setelah bertarung melawan sang naga, menggunakan pedang, panah, kuda, babak belur, tunggang langgang dan berdarah2, sang pangeran berhasil membebaskan putri tersebut, dan putri tersebut - melihat perjuangan sang pangeran - jatuh cinta dan bersedia menikahi pangeran tersebut.. Dan kisahnya ditutup dengan kata2 yang romantis ini: they live happily ever after.. Banyak wanita saat ini (karena banyak membaca cerita-cerita dongeng?), mempunyai jiwa seorang putri di dalam diri mereka..Mereka ingin diperjuangkan, dikejar, dipuja, sehingga bahkan naga (atau rombongan vampir ditambah manusia serigala dan satpol PP bergabung menjadi satu) pun tidak bisa menghentikan langkah pangeran pemujanya.. Karena sekarang tidak ada naga lagi, maka banyak wanita menciptakan naga sendiri untuk mempersulit langkah sang pangeran untuk menyuntingnya (kalau dia memang sayang, perjuangkan aku dong! penuhi semua kemauanku dong!).. Banyak wanita yang, secara sadar atau tidak, di saat proses pengejaran atau berpacaran, membuat para cowok pemujanya tunggang langgang dan berdarah-darah untuk mewujudkan semua keinginan sang pujaan.. "Temani aku ke salon ya sayang..." (artinya si cowok harus menunggu berjam-jam sambil berusaha menghindari godaan para bencong salon..), "temani aku belanja honey.." (artinya sang cowok harus sanggup membawakan segerobak belanjaan di semua tangannya, sehingga membuat minder pegawai rumah makan padang.. atau marathon mengelilingi 7 mall hanya untuk mencari satu biji bros..), "jemput aku sekarang ya beb.." (yang artinya sang cowok harus meninggalkan kerjaan, menempuh jarak 10 km di jalanan macet, dan menembus hujan deras..). Intinya: kalo kamu menginginkanku, jadilah kesatriaku.. (atau pembantuku..hehehe..) Sang cowok, yang juga membaca dongeng2 tersebut, juga mempunyai jiwa pangeran di dalam dirinya.. Banyak cowok, menginginkan putri, yang harus didapatkan, dengan cara melewati naga.. Kalau terlalu mudah, ya ga seru.. Sehingga, menggombal atau tidak, para cowok akan mengatakan seperti ini: "gunung tinggi kan kudaki, lautan luas abang naik ferry.." atau "kaulah bulan kaulah bintang.. gara2 engkau abang berhutang.." Para cowok berusaha sekuat tenaga memenuhi semua permintaan sang pujaan hati, yang menyulitkan atau tidak, agar sang pujaan hati memilih dia, pada akhirnya.. Hubungan seperti itu, kalau belum sampai tahap esktrim, masih sehat2 saja.. Sayangnya, sering kali hubungan 'putri dan pangeran' itu tadi sering mencapai titik yang tidak sehat: menjadi 'putri dan TKP' (tenaga kerja pria).. Sehingga sang pangeran harus babak belur dan berdarah-darah dalam memperjuangkan si putri, memenuhi keinginan sang putri.. Dan putri itu sendiri, akhirnya, malah berubah jadi sang naga.. Teman saya sering bilang, hubungan yang sehat itu, harus lah seimbang.. mencintai dan dicintai.. menerima dan memberi.. Dalam hubungan yang tidak seimbang, seringkali sang pangeran diharuskan memberikan cinta yang intens, terus menerus, sehingga sang putri tidak mendapatkan kesempatan untuk memberikan cintanya.. Sang putri menerima terus menerus, sehingga sang pangeran lupa bahwa dia juga berhak menerima.. Dan apapun yang tidak seimbang, maka alam akan menyeimbangkannya, pada akhirnya.. Banyak cowok, setelah menikah, sudah merasa telah menaklukkan sang putri, eh sang naga, dan memilih menghadapi tantangan hidup lainnya.. Dulu sang cowok memberikan perhatian yang begitu besar kepada sang wanita, tetapi setelah menikah (setelah menancapkan bendera, kata teman saya), maka para cowok menganggap dia sudah cukup berjuang, dan saatnya berjuang untuk hal lainnya.. Sang putri, yang terbiasa dengan pujaan sang pria ("hati2 dek..jalannya rame..sini abang gandeng.."), harus terkaget-kaget menemui bahwa sang pangeran sudah berubah jadi naga ("matamu di mana! nyebrang jalan aja ga becus!"). Mungkin, sang pangeran memang sudah merasa cukup berjuang, atau mungkin, sang pangeran memang - secara sadar atau tidak - membalas perlakuan sang naga, eh sang putri, dulu kepada dirinya.. Lalu muncullah keluhan-keluhan klasik dari sang putri: "suamiku berubah ya sekarang..", "suamiku ga seperti dulu saat berpacaran..", "dulu aku dikejar2.. sekarang aku yang harus mengejar2.." Sehingga akhirnya dicapai kesimpulan: "dia sudah tidak sayang lagi padaku.." Atau, jika hubungan putri dan pangeran - yang berat sebelah itu - berlanjut setelah menikah, di mana sang suami akhirnya menjadi anggota ISNI (ikatan suami nurutin istri), maka kadang2 keseimbangan itu terjadi dalam bentuk yang lebih menyakitkan: sang suami mempunyai istri atau simpanan lain di luar, untuk mendapatkan perhatian, rasa hormat, dan kasih sayang, yang tidak ia dapatkan di rumah.. Dan 'live happily ever after'nya, rasanya koq semakin jauh.. Sungguh, kata2 itu terngiang terus menerus di telinga saya: "apapun yang tidak seimbang, alam suatu saat akan menyeimbangkannya.." Hubungan2 yang tidak seimbang, juga seperti itu.. Teman saya menyimpulkannya dengan baik: "Jangan kamu begitu egois mencurahkan cintamu terus menerus kepada pasanganmu.. beri dia kesempatan untuk membalasnya..". Tidak mudah? Iya. Di saat kita terlibat perasaan, kita sulit memandang secara obyektif.. Kita begitu menginginkan seseorang, maka kita bersedia melakukan apa saja untuk mendapatkannya, sehingga kita kadang2 melompati perbatasan antara mencinta dengan memuja.. Akhirnya, mungkin lebih baik jika kita berusaha menyeimbangkan hubungan2 kita, sehingga sang naga bisa pensiun.. atau mungkin, sebaiknya hubungan kita tidak didasari status putri dan pangeran. Cukuplah hubungan kita menjadi hubungan antara dua manusia biasa, dengan status yang seimbang, yang ingin melangkah ke arah yang sama.. "Terkadang kita mencurahkan cinta begitu besar, sehingga pasangan kita tidak mempunyai kesempatan untuk membalasnya.."

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun