Mohon tunggu...
Dian Ayu Ariani
Dian Ayu Ariani Mohon Tunggu... Mahasiswa

Hai! Saya Dian

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Merit System dalam Perencanaan dan Pengadaan ASN

13 Juni 2025   15:27 Diperbarui: 13 Juni 2025   15:25 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Dalam upaya membangun birokrasi yang profesional, efektif, dan bebas dari praktik nepotisme serta intervensi politik, penerapan merit system dalam manajemen Aparatur Sipil Negara (ASN) menjadi sangat krusial. Sistem merit dapat diartikan sebagai kebijakan dan manajemen dalam ASN yang didasarkan pada kualifikasi, kompetensi, dan kinerja secara adil dan objektif tanpa adanya diskriminasi. Dengan demikian, proses perencanaan kebutuhan dan pengadaan ASN harus berbasis merit agar dapat menjadi kunci untuk memastikan bahwa pegawai yang direkrut dan ditempatkan benar-benar sesuai dengan kebutuhan organisasi dan standar kompetensi jabatan yang telah ditetapkan.

Namun, kenyataan di lapangan masih menunjukkan berbagai kendala dalam penerapan sistem merit, khususnya pada tahap perencanaan kebutuhan dan pengadaan ASN. Salah satunya adalah masih sering ditemukannya praktik intervensi politik, nepotisme, dan kurangnya transparansi yang menyebabkan proses rekrutmen tidak sepenuhnya objektif dan kompetitif. Akibatnya, terjadi ketidaksesuaian antara kompetensi pegawai dengan jabatan yang diemban, yang berujung pada menurunnya kualitas pelayanan publik dan efisiensi birokrasi. Selain itu, perencanaan kebutuhan ASN yang belum sepenuhnya berbasis analisis beban kerja dan analisis jabatan membuat jumlah pegawai yang dibutuhkan tidak akurat, sehingga mengakibatkan pemborosan anggaran dan ketidakefisienan organisasi.

Secara regulatif, sistem merit telah diatur dengan jelas dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) dan Peraturan Menteri PANRB No. 40 Tahun 2018. Regulasi ini menegaskan prinsip utama sistem merit, yaitu keadilan dan kesetaraan dalam pengelolaan ASN. Dalam regulasi ini, perencanaan kebutuhan ASN harus didasarkan pada analisis jabatan (Anjab) dan beban kerja (ABK) yang akurat, sehingga kebutuhan pegawai dapat diprediksi secara tepat dan sesuai dengan fungsi organisasi. Sementara itu, pengadaan ASN harus dilakukan secara terbuka, kompetitif, dan transparan melalui seleksi berbasis kompetensi, salah satunya dengan menggunakan teknologi Computer Assisted Test (CAT) yang dapat meminimalisasi subjektivitas dan intervensi dalam proses seleksi. Dengan adanya penggunaan CAT ini akan dapat bermanfaat untuk meningkatkan kredibilitas proses seleksi sehingga dapat mengurangi potensi kecurangan, yang selama ini menjadi salah satu masalah utama dalam pengadaan ASN.

Penerapan sistem merit pada perencanaan dan pengadaan ASN tidak hanya menjamin kualitas sumber daya manusia yang masuk ke dalam birokrasi, tetapi juga melindungi ASN dari praktik nepotisme dan intervensi politik yang dapat merusak integritas dan profesionalisme. Dengan demikian, sistem merit berperan sebagai mekanisme pengendalian yang memastikan bahwa setiap pegawai yang diterima adalah yang terbaik dan paling sesuai dengan kebutuhan jabatan. Hal ini sangat penting karena nantinya akan mampu menciptakan birokrasi yang tidak hanya kompeten, tetapi juga mampu menjalankan tugasnya secara objektif tanpa tekanan dari pihak-pihak yang berkepentingan. Dengan adanya sistem merit ini juga akan menciptakan peluang yang sama bagi semua calon ASN, tanpa memandang latar belakang sosial, politik, atau daerah asal, sehingga memperkuat prinsip keadilan dalam birokrasi.

Untuk memperkuat penerapan sistem merit dalam perencanaan dan pengadaan ASN, beberapa langkah strategis perlu dilakukan. Pertama, penguatan peran pemerintah dalam melakukan analisis jabatan dan beban kerja secara sistematis dengan berbasis data agar perencanaan kebutuhan ASN lebih akurat dan relevan. Hal ini penting agar setiap formasi yang dibuka benar-benar mencerminkan kebutuhan organisasi dan tidak sekadar memenuhi kuota atau tekanan eksternal. Kedua, optimalisasi pengadaan ASN dengan menggunakan metode seleksi yang objektif dan transparan, seperti CAT, serta memperkuat pengawasan dari lembaga independen seperti Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN). Pengawasan ini penting untuk memastikan proses seleksi berjalan sesuai aturan dan bebas dari praktik-praktik yang merugikan. Ketiga, transparansi dalam proses perencanaan dan pengadaan harus ditingkatkan dengan melibatkan publik dan pemangku kepentingan agar tercipta akuntabilitas yang tinggi. Keterbukaan informasi tentang kebutuhan ASN dan proses seleksi akan memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap birokrasi. Keempat, penegakan sanksi yang tegas terhadap pelanggaran prinsip merit harus dilakukan untuk memberikan efek jera dan menjaga integritas proses. Dengan adanya penegakan hukum yang kuat, maka upaya reformasi birokrasi akan berjalan dengan optimal.

Oleh karena itu, seluruh pemangku kepentingan, mulai dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, hingga masyarakat, harus bersinergi mengawal penerapan sistem merit. Dengan adanya komitmen dan pengawasan yang kuat, maka sistem merit dapat berjalan efektif dan mampu membawa perubahan positif bagi birokrasi di Indonesia sehingga berdampak pada penciptaan birokrasi yang profesional dan akuntabel.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun