Mohon tunggu...
Diana Rosanti
Diana Rosanti Mohon Tunggu... Buruh - rosantidiana

seorang pengejar angin

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Rindu Ayah

22 Agustus 2019   15:58 Diperbarui: 22 Agustus 2019   16:01 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pesan Ayah: "putri cantikku tetaplah menjadi dirimu sendiri, tetap rendah hati, rumah gubuk kita biarlah menjadi buruk dari luar asalkan didalamnya tetap menjadi tempat terindah untuk kita bernaung, wangikanlah nama orangtua ini, kamu adalah putri kembanggaanku dan akan selalu menjadi yang tercantik bagiku"

Ayah, terima kasih karenamu lah aku mampu bertahan diatas tanah lapang ini, karenamu lah aku mampu beradaptasi dengan segala pembaharuan dunia, ayah, acap kali hati putrimu ini merasa sakit hati, tapi karenamu ayah, aku mampu memulihkan luka dan terus bersemangat membiasakan diri pada peradaban yang penuh dengan sejuta keanehan.

Terima kasih Ayah, hadirmu membuat bibir mungil ini mampu menciptakan pelangi yang indah walau hatiku kelabu. Curam dan terjalnya jalanku menuju puncak kesuksesan membuat banyak luka di sekujur tubuh ini, bahkan ada luka yang tak bisa lagi kau sembuhkan. Luka ini begitu sakit, bahkan begitu perih, namun tidak mengeluarkan darah, tetapi melintas dalam memori ini, gambar dirimu yang terus tersenyum dan memelukku saat aku menangis, sehingga bisa terus melangkah dan mengubur semua sakit itu.

Nasehatmu adalah harta berharga yang tidak pernah hilang dari ingatan ini,"putriku, ingatlah bahwa kamu tidak berjalan sendiri, Tuhan akan terus menyertaimu sampai pada kesudahanNya".

Ayah, terima kasih, kini aku tidak lagi menjadi putri kecilmu yang cenggeng, terima kasih ayah karena mu kini aku aku tumbuh menjadi gadis dewasa yang kuat dan mampu menghadapi kesulitan itu sendiri. Walau sering kali aku masih menjerit, ingin kembali meringkuk dalam pelukan hangatmu itu.

Aku menjerit dan menagis sejadi-jadinya.  Ayah, aku ingin terus bersama mu, namun dengan lembut nada-nada itu ayah ciptakan, mengalun indah dalam pendengaran ini, "nak tua bangka ini, tidak selalu ada disampingmu, mendampingi mengarungi arum jeram hidupmu nak , tidak selalu ada untuk menggendongmu, tidak selalu ada untuk meniup lukamu saat jatuh, bahkan tidak selamanya tangan kasar ini ada untuk mengusap air yang keluar dari mata indahmu ini"

Kini aku mengerti, bahwa ini saatnya aku harus menapaki jejak pada jalan ini dan melangkah sendiri, karena ayah, aku sudah menjadi pribadi kuat dan mandiri, karena ayah aku mampu mengatasi kerasnya terpaan gelobang hidup ini, meskipun sering aku terhempas,  langkahku tertatih dan jiwaku telah lelah.

Ayah...

Terima kasih, pernah memberikan aku cinta tulusmu dan rindu abadi yang tak pernah sirna ini, yang pembaharuan duniapun tidak mampu menghapusnya bahkan tetesan hujan tidak bisa mengikisnya, ayah.

Dalam diam, aku meresapi semua kerinduan, hangat pelukanmu dan lembut suaramu memanggilku, serasa dirimu ada disini ayah.

Terima kasih ayah, karena telah memiliki dan menjadikanku harta paling berharga di hidupmu...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun