Mohon tunggu...
diana ekawati
diana ekawati Mohon Tunggu... Karyawan

Mencoba mengungkapkan segala rasa lewat kata-kata yang indah namun bermakna.

Selanjutnya

Tutup

Parenting

Ketika Buah Hatiku didiagnosis Autis

31 Juli 2025   17:00 Diperbarui: 1 Agustus 2025   08:36 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ketika Buah Hatiku didiagnosis Autis (Sumber: Foto Pribadi)

Anak lelakiku, kala itu usianya 2 tahun 3 bulan.

Hatiku merana, terluka, dan berjuta perasaan berkecamuk dalam Jiwa ketika Buah Hatiku didiagnosis Autis.

Dunia terasa runtuh.

Tak pernah kubayangkan, belahan jiwaku, harapan hidupku, harus menderita gangguan spektrum autisme yang tidak aku mengerti.

Masih jelas dalam ingatan, masa kehamilanku yang berjalan lancar tanpa keluhan. 9 bulan 10 hari aku lalui dengan bahagia, sehat, tanpa masalah berarti. 

Aku masih sanggup pergi ke Singapura, menjalankan tugas dari perusahaan tempatku bekerja. Semua berjalan dengan indah.

Waktu persalinan itu tiba. Dia terlahir normal. 

Berat badannya 3,1 kg. Panjang tubuhnya 50 cm. Menangis kencang ketika menyapa dunia pertama kali.

Air mata perlahan mengalir di pelupuk mataku. Tangis bahagia Bunda untuk kehadiranmu ke dunia ini, Nak.

Tak ada yang kurang pada fisikmu, kulitmu sehat, dan senyummu manis. Tumbuh seperti bayi pada umumnya. 

Tengkurap, duduk, merangkak, dan berjalan, sesuai tahap perkembangan batita yang seharusnya. 

Kamu bahkan bisa bernyanyi lagu anak-anak yang sederhana: "Cicak-Cicak di Dinding."

Luar biasa rasanya. Jutaan kata tak mampu melukiskan kebahagiaan Bunda kala itu.

Ulang Tahun keduamu dilalui dengan suka cita. Tak pernah terlintas dalam pikiran Bunda, semua akan berubah.

Kamu demam, tubuhmu panas. Sama sekali tidak mau makan.

Berbagai usaha Bunda lakukan agar kamu kembali ceria, tapi semua seakan tak ada hasilnya.

Kamu tak mau berkata-kata lagi. Hanya diam. Terpaku pada satu mainan. Sering melakukan gerakan berputar tanpa tujuan. 

Hanya mau minum susu. Lidahmu tak mau mengunyah apa pun. Tantrum yang berulang.

Sampai akhirnya, diagnosis Dokter mengubah banyak hal dalam hidup kita. Pervasive Developmental Disorder.

Hancur rasanya Jiwa Raga ini. Tapi aku tak boleh putus asa. Aku terima diagnosis tersebut, mencari informasi sebanyak-banyaknya tentang gangguan spektrum ini. Terus aku cari dukungan dari keluarga, rekan kerja, tetangga, hingga fokus pada upaya untuk kesembuhanmu, anakku.

Kita mulai terapi. 

Satu tahun, dua tahun, hingga tahun kelima. Perkembanganmu semakin membaik. 

Kamu mulai tenang, sudah bisa memahami perintah sederhana, toilet training kamu lewati dengan lancar, mulai mau menatap mata Bunda walau sebentar. Hal kecil bagi sebagian orang, namun berarti besar buatku.  

Kini...hampir 12 tahun usiamu.

Sekolah inklusi membuatmu semakin mandiri. Kamu mampu tinggal di asrama. Mengikuti setiap kegiatan yang ada di sana dengan penuh semangat. Mengembangkan potensi diri untuk kehidupan yang lebih mandiri. Berlatih kewajiban-kewajiban agama untuk menuju ketakwaan.

Bunda bangga padamu, anakku.

Kamu memang belum mampu berkata-kata karena keterbatasanmu.

Namun Bunda percaya kamu memahami setiap kata yang Bunda ucapkan dengan penuh kasih, setiap pelukan yang memberimu kedamaian, setiap kehangatan cinta yang tak akan pernah berhenti.

Menerima kehadiranmu dengan kasih sayang dan ketulusan yang tanpa batas adalah segalanya.

Karena cinta yang sungguh, tiada akan pernah  mungkin bersyarat.

 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun