Mohon tunggu...
Dian Aliza Pratidina
Dian Aliza Pratidina Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa Pascasarjana Pendidikan Matematika Universitas Sultan Ageng Tirtayasa dan Guru di SMAN 1 Waringinkurung

Manusia berisik yang sangat suka bercanda, mencintai hal - hal yang berwarna pink dan film-film marvel. Terpaksa terjun ke dunia yang penuh angka sampai akhirnya tidak bisa pindah ke lain hati.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Faktor Hereditas dan Lingkungan pada Perkembangan Anak Usia Dini

26 Mei 2023   21:23 Diperbarui: 26 Mei 2023   21:28 1048
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber : http://gg.gg/kegiatananakusiadini

Anak-anak memiliki potensi luar biasa sebagai aset berharga bagi suatu negara karena mereka adalah calon pemimpin yang akan menjaga kehormatan dan prestasi bangsa di masa mendatang. Dengan memperhatikan perkembangan anak dengan sungguh-sungguh, Indonesia memiliki peluang besar untuk membanggakan nama negaranya. Dalam rangka mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan anak, penting untuk memberikan pembinaan sejak dini yang mencakup aspek fisik, kognitif, dan sosial (Amini & Naima, 2020).

Periode awal kehidupan bayi adalah saat yang ditandai oleh pertumbuhan dan perkembangan yang sangat cepat. Bahkan, disebut sebagai periode yang sangat penting dalam perkembangan yang dikenal sebagai "zaman keemasan" atau "lompatan perkembangan" (Amini & Naima, 2020). Menurut Sumiyati (2017), periode yang ideal untuk perkembangan anak usia dini adalah mulai dari lahir hingga sekitar enam tahun. Sesuai dengan Undang-Undang Sisdiknas tahun 2003 yang mengatur tentang rentang usia rentan anak dari 0 hingga 6 tahun, anak usia dini merujuk pada anak dalam rentang usia tersebut (Khairi, 2018). Periode ini merupakan fase yang sangat diinginkan antara masa bayi awal dan usia tua, karena perkembangan anak usia dini sangat luar biasa, baik dari segi fisik maupun psikologis (Mulyasa, 2014; Isnainia & Na'imah, 2020). Sebagai contoh, pada masa bayi awal, terjadi perkembangan fisik yang signifikan, dimulai dengan pertumbuhan sel-sel otak dan organ tubuh lainnya, dan diikuti oleh perkembangan kemampuan motorik kasar seperti berjalan, berlari, melompat, memanjat, dan sebagainya (Masganti, 2015).

Secara umum, perkembangan adalah suatu proses yang mengarah pada perubahan kematangan dan kesiapan fisik untuk dapat melakukan suatu kegiatan, memungkinkan orang untuk memiliki pengalaman yang berharga. Perkembangan anak usia dini bersifat holistik, artinya dapat tumbuh secara maksimal jika badan sehat, gizi cukup, dan pendidikan diberikan dengan cara yang benar (Sumiyati, 2017). Anak usia dini ditandai oleh beberapa faktor, antara lain kematangan fisik, perkembangan kemampuan motorik halus dan kasar, serta munculnya ciri-ciri kognitif, sosial, dan emosional (Mursid, 2015).

Perkembangan anak usia dini dipengaruhi oleh faktor genetik (hereditas) dan lingkungan sekitar (Nerizka et al., 2021). Faktor lingkungan yang beragam, termasuk pola makan, gizi yang cukup, status sosial-ekonomi keluarga, dan kondisi kesehatan, memiliki dampak pada pertumbuhan anak. Di sisi lain, faktor genetik (hereditas) merupakan unsur bawaan yang membawa potensi tertentu. Oleh karena itu, faktor ini tidak dapat diubah karena anak telah membawanya sejak lahir (Daimah & Niam, 2019). Menurut penelitian Amini & Naima (2020), gen anak yang diwarisi dari orang tuanya pada saat pembuahan berperan dalam semua aspek perkembangan dan penampilan mereka sepanjang hidup. Berbeda dengan perilaku yang dipelajari atau diperoleh melalui pengalaman, seperti keterampilan, kualitas yang diwariskan seperti IQ dan kepribadian, gen diturunkan dari orang tua kepada keturunannya terutama dalam bentuk fitur struktural (Amini & Naima, 2020). Oleh karena itu, perkembangan anak lebih dipengaruhi oleh faktor genetik (keturunan) dan faktor lingkungan.

Dari informasi yang diberikan di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor keturunan dan lingkungan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perkembangan anak usia dini. Pertumbuhan yang memadai dalam satu aspek akan berkontribusi pada perkembangan yang memadai dalam faktor lainnya. Keberhasilan dalam mencapai perkembangan yang tepat selama masa anak usia dini akan berpengaruh pada kemajuan mereka dalam mengikuti tahapan perkembangan tersebut (Fauziddin, 2016).


Perkembangan anak tidak hanya dipengaruhi oleh aspek-aspek perkembangan, tetapi juga berkaitan dengan isu perkembangan yang ada. Seberapa banyak hereditas dan lingkungan mempengaruhi perkembangan seorang anak? Apakah perkembangan anak bersifat aktif atau reaktif? Apakah urutan perkembangan setiap anak akan sama atau berbeda?

Jika orang tua percaya bahwa perkembangan dan kecerdasan anak sangat kuat dipengaruhi oleh lingkungan, maka orang tua akan menciptakan usaha-usaha khusus yang dapat membantu proses belajar anak. Akan tetapi jika orang tua percaya bahwa kecerdasan dan perkembangan anak semata-mata merupakan sesuatu yang bersifat "keturunan" atau bawaan yang tidak dapat diubah, maka mungkin orang tua tidak akan secara khusus menciptakan usaha-usaha dalam proses anak belajar. Hal ini menjadi perdebatan para ahli yang cukup intens. Beberapa ahli sangat kuat berpendapat bahwa faktor genetiklah yang mengarahkan jalannya perkembangan dan pertumbuhan secara alami. Sedangkan beberapa ahli yang lain berpendapat bahwa kejadian-kejadian yang terjadi di lingkungan dapat mempengaruhi perkembangan anak, untuk itu diperlukan penekanan pada pengalaman anak dalam proses perkembangan. Beberapa ahli yang lain beranggapan bahwa hereditas dan lingkungan sama-sama memiliki pengaruh yang kuat dalam perkembangan seorang anak. (Rini Hildayani, 2015).

Faktor hereditas dan lingkungan sangat mempengaruhi perkembangan seorang anak bahkan dari pertama anak tersebut tercipta (masih menjadi embrio) sampai ke akhir hayatnya. Faktor hereditas adalah faktor yang memiliki pengaruh lebih kuat pada saat manusia bayi, yaitu pada waktu belum terjalinnya hubungan sosial dan pengalaman, dibandingkan dengan faktor lingkungan yang lebih mempengaruhi manusia pada saat menuju dewasa.

sumber : http://gg.gg/dnahereditas
sumber : http://gg.gg/dnahereditas

Menurut Wasti Sumanto (Jannah & Putro, 2010) yang menjadi faktor utama dalam mempengaruhi perkembangan manusia adalah faktor genetik (hereditas). Hereditas disini adalah warisan yang diturunkan oleh orang tua melalui gen baik secara potensi fisik maupun psikis sebagai karakteristik dari seseorang. Hereditas atau keturunan merupakan aspek individu yang berpotensi untuk berkembang. Faktor hereditas ini disebut juga dengan faktor bawaan atau faktor endogen. Dalam faktor endogen, tidak hanya faktor yang bersifat jasmani saja seperti warna kulit, bentuk wajah, warna rambut dan sebagainya yang diturunkan kepada anak, tetapi juga faktor yang bersifat psikologis, dan sifat pembawaan seperti bakat atau talenta dan kerentanan terhadap suatu penyakit.

Karakteristik individu yang dapat diamati, dipengaruhi oleh gen yang diwarisi dari orang tua, dan merupakan karakteristik bawaan (Amini & Naima, 2020). Konsep ini merujuk pada pandangan hereditas. Berikut adalah beberapa prinsip hereditas yang dijelaskan oleh Crow and Crow (Fathurrohman, 2016; Daimah & Niam, 2019):

  • Dalam prinsip reproduksi, faktor keturunan berlangsung melalui perantara germ cell bukan comatic cell. Artinya sifat-sifat yang orang tua dapatkan dari lingkungan tidak akan ditrurunkan kepada keturunannya. Contoh: seorang orang tua yang kompeten dalam bidang arsitektur tidak serta merta membuat keturunan (anak) nya menjadi ahli arsitektur juga sejak dia dilahirkan tanpa proses belajar.
  • Dalam prinsip konformitas, makhuk hidup menurukan ciri-ciri biologis, keadaan jasmani, warna kulit secara sendiri tanpa pengaruh dari lingkungan. Walaupun dengan kemajuan teknologi sekarang mungkin saja dapat mengubah, tetapi hal itu bertentangan dengan etika kemanusiaan
  • Dalam prinsip variasi, Diyakini bahwa suatu jenis atau spesies memiliki persamaan dan perbedaan.
  • Dalam prinsip regresi filial, berpendapat bahwa orang tua adalah pembawa daripada pencipta, dan bahwa sifat atau keterampilan yang ada pada keturunannya cenderung rata-rata. Sebagai contoh, beberapa orang tua memiliki campuran sel yang baik dan dominan, tetapi keturunannya hanya memiliki sel yang buruk, yang menyebabkan anak menjadi kurang cerdas atau berbakat. Ini juga mungkin untuk membalikkan ini. Ini menyiratkan bahwa ada variabel luar yang mungkin berdampak pada skenario ini dan memacu minat studi di masa depan.
  • Dalam prinsip menyilang, orang tua mewariskan sesuatu kepada keturunannya secara menyilang. Maksudnya adalah anak perempuan cenderung memiliki sifat dan tingkah laku yang mirip dengan ayahnya, sedangkan anak laki-laki lebih cenderung memiliki sifat yang sama dengan Ibu.

Seseorang yang meyakini bahwa hereditas adalah faktor yang mempengaruhi perkembangan seorang individu bukan berdasarkan faktor lingkungan dan pendidikan disebut dengan aliran nativisme atau disebut juga dengan istilah pesimisme pedagogis, dengan tokohnya yaitu Schopenhaue. Asumsi ini muncul karena individu pasti memiliki kesamaan baik secara fisik maupun psikis dengan orangtuanya, dimana gen-gen yang dimiliki oleh seorang individu adalah gen yang diturunkan langsung oleh orangtuanya (Amini & Naima, 2020). Untuk itu yang mempengaruhi perkembangan seorang individu adalah: bakat, sifat keturunan, intelegensi dan kepribadian. Schopenhaue berpendapat bahwa manusia lahir dengan membawa potensi yang tidak dapat dipengaruhi oleh lingkungan. Taraf kecerdasan sudah ditentukan sejak anak dilahirkan. Sebesar 75% - 80% intelegensi seorang anak merupakan faktor keturunan dan hal ini disampaikan oleh ahli psikologi Loehlin, Lindzey dan Spuhler.

 Pengaruh Lingkungan dalam Perkembangan Anak Usia Dini

Faktor lain yang mempengaruhi perkembangan anak usia dini adalah faktor lingkungan sekitar (Isnainia & Na'imah, 2020). Lingkungan dapat mencakup berbagai hal, seperti lingkungan sekolah, lingkungan keluarga, dan lingkungan sosial. Dengan demikian, lingkungan dapat diartikan sebagai peran keluarga dalam pengasuhan dan pembesaran anak, sekolah sebagai tempat pendidikan, dan lingkungan sosial sebagai tempat untuk bersosialisasi dan bermain (Fatimah, 2010). Lingkungan merupakan faktor eksternal yang membentuk dan mempengaruhi perkembangan anak usia dini. Jika hereditas memberikan potensi perkembangan anak, maka lingkungan yang akan mengaktualisasikannya (Isnainia & Na'imah, 2020). Lingkungan di mana individu tumbuh dan berkembang terbagi menjadi beberapa bagian, seperti lingkungan keluarga, sekolah, dan lingkungan sosial masyarakat.

Lingkungan Keluarga

Lingkungan keluarga sangatlah penting dalam perkembambangan anak, karena didalam lingkungan keluarga terdapat peran keluarga yang sangat mempengaruhi perkembangan stimulus anak usia dini secara langsung (Saripudin, 2016). Lingkungan rumah merupakan tempat pendidikan utama anak dan dapat menjadi landasan tumbuh kembangnya, menurut Dea Nerizka, Eva Latifah (2021). Hal ini sependapat dengan pendapat yang diungkapkan oleh Fathurrohman pada tahun 2016 bahwa keluarga merupakan setting pertama yang mempengaruhi seluruh perkembangan anak. Orang tua dan anggota keluarga sangat menentukan tumbuh kembang anak, keluarga merupakan lembaga pertama yang memenuhi kebutuhan fitrah manusia yang mendasar, baik secara biologis maupun sosiopsikologis, dan anak banyak menghabiskan waktunya di lingkungan keluarga. Untuk itu lingkungan keluarga merupakan kelompok sosial pertama yang menjadi pusat identifikasi anak. Agar anak dapat tumbuh dengan baik, diperlukan stimulasi dari lingkungan rumah selain menunggu proses pematangan secara alami. Menurut (Ayun, 2017), lingkungan yang kondusif untuk kehidupan keluarga yang bahagia dan aktif diperlukan untuk perkembangan anak yang prima, dan lingkungan ini dapat dibangun melalui komunikasi yang efektif antara orang tua dan anak.

Perkembangan fisik anak usia dini dapat dipengaruhi oleh berbagai pengaruh internal dan lingkungan, banyak di antaranya terjadi dalam konteks rumah. Variabel internal adalah yang berasal dari anak itu sendiri. Karakteristik fisik yang diwarisi anak-anak dari orang tua mereka adalah kategori lain dari pengaruh internal. Anak-anak, misalnya, cenderung lebih putih daripada anak-anak dari orang tua berkulit hitam, sama seperti anak-anak dari orang tua berkulit putih. Atau, misalnya, seorang anak dari keluarga yang kedua orang tuanya tinggi mungkin akan memiliki perawakan yang tinggi juga. Kedewasaan adalah pengaruh internal tambahan. Secara tidak langsung, faktor kedewasaan tampaknya telah merencanakan modifikasi tubuh anak. Bahkan ketika anak-anak diberi makan makanan yang sangat sehat, pertumbuhan akan melambat jika waktu kedewasaan belum tiba. Misalnya, balita kecil sejak usia 4 bulan diberikan makanan yang sangat bergizi untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan otot kakinya agar dapat berjalan. Jika anak muda terlalu muda untuk melewati masa berjalan, diragukan ini akan berhasil. Tentunya anak dapat berjalan setelah menginjak usia kurang lebih 8 bulan, atau bahkan kebanyakan lebih dari usia 8 bulan.

Selain faktor eksternal dan internal yang mempengaruhi perkembangan anak, pola pengasuhan orang tua juga dapat mempengaruhi perkembangan anak (Fathurrohman, 2016). Terdapat empat pola pengasuhan yang berpengaruh terhadap perkembangan anak usia dini yaitu:

  • Gaya pengasuhan yang otoritatif, di mana orang tua mendahulukan kebutuhan anak-anak mereka tetapi juga tidak takut untuk mendisiplinkan mereka. untuk meningkatkan tingkat kemandirian dan kemandirian mereka sebagai orang tua;
  • pola pengasuhan otoriter yaitu pola pengasuhan orang tua yang menuntut anak untuk mematuhi aturan yang idealis menurut orang tuanya, mengharuskan patuh dan hormat serta sopan santun. Sehingga pola pengasuhan ini mengakibatkan anak menjadi kurang percaya diri, kurang spontan, serta menarik diri dari lingkungan sosialnya;
  • Pola asuh memanjakan atau sabar adalah salah satu di mana orang tua tidak mengatur perilaku anak-anak mereka sesuai dengan kebutuhan dan tahap perkembangan mereka. Ini difokuskan pada minat anak. Pola asuh ini akan mengakibatkan anak menjadi manja, impulsif, lebih mementingkan diri sendiri dan mudah menangis;
  • pola pengasuhan penelantar (Hidayah, 2009).

Lingkungan Sosial Masyarakat

Masyarakat merupakan elemen yang tak terpisahkan dalam kehidupan kita, dan dalam kenyataannya kita saling membutuhkan satu sama lain. Banyak hal yang terlibat di dalam interaksi masyarakat, termasuk dalam konteks perkembangan anak usia dini. Hal ini sejalan dengan pandangan Hadi (2017), yang menyatakan bahwa lingkungan masyarakat memainkan peran aktif dalam perkembangan seorang anak. Hal tersebut dikarenakan anak cenderung mengikuti pola kebiasaan yang ada pada lingkungannya baik sadar maupun tidak sadar (Daimah & Niam 2019).

Masyarakat adalah sekelompok orang yang relatif mandiri, dapat hidup bersama-sama dalam waktu yang cukup lama, bertempat tinggal di suatu wilayah tertentu, memiliki budaya yang sama, dan melakukan sebagian besar kegiatannya dalam kelompok tersebut (Horton, 1999). Meskipun masyarakat adalah tempat di mana anak-anak dapat tumbuh dan berinteraksi dengan teman sebaya dan orang dewasa, ada sejumlah elemen yang dapat mempengaruhi perkembangan anak usia dini, termasuk teman sebaya, budaya mereka sendiri atau budaya komunitas mereka, dan media. Oleh karena itu, penting untuk memperhatikan pola pengasuhan yang tepat dalam membentuk perkembangan anak usia dini. Sayangnya, saat ini banyak orang tua yang kurang memperhatikan perkembangan anak, mereka lebih fokus pada peran sekolah dalam membentuk perkembangan anak di masa kanak-kanak. Namun, peran penting juga diperlukan melalui pola pengasuhan yang baik dan menciptakan lingkungan yang baik untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan anak. Menurut Dea Nerizka & Eva Latifah (2021), lingkungan yang baik adalah salah satu faktor signifikan dalam perkembangan anak, selain faktor keturunan.

Lingkungan Sekolah

Sumber : Koleksi Penulis
Sumber : Koleksi Penulis

Menurut Elizabeth B. Hurlock, lingkungan sekolah memiliki peran penting dalam mempengaruhi perkembangan kepribadian seorang anak, baik dalam berpikir maupun berperilaku (Hadi, 2017). Di sekolah, anak-anak dapat berinteraksi dengan guru dan teman sebaya mereka secara tidak langsung (Dea Nerizka & Eva Latifah, 2021). Pada usia dini, anak-anak saling mengamati dan meniru kebiasaan yang ada di lingkungan sekolah, sehingga penting bagi orang tua untuk menjadi panutan bagi anak mereka agar tumbuh dan berkembang dengan baik (Prasanti & Fitrianti, 2018).

Lingkungan sekolah bagi anak usia dini dapat ditemukan di Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). PAUD merupakan tahap pendidikan sebelum memasuki jenjang pendidikan selanjutnya. Tujuan PAUD adalah memberikan rangsangan yang membantu anak dalam pertumbuhan dan perkembangan mereka, termasuk dalam hal agama dan moral, fisik motorik, kognitif, bahasa, sosial, emosional, dan seni untuk rentang usia sampai 6 tahun (Latifah, 2020). Setiap anak usia dini memiliki perkembangan yang berbeda-beda, sehingga perkembangan mereka tidaklah seragam.

Secara umum, jika anak usia dini terlibat dalam pendidikan di PAUD, tidak hanya pengetahuan akademik yang akan bertambah, tetapi juga semua aspek dalam diri anak akan mengalami peningkatan dan perubahan menuju yang lebih baik (Yusuf & Jurniati, 2018). Dalam menyelenggarakan PAUD, penting untuk mengarahkan lingkungan sekolah agar sesuai dengan prinsip-prinsip pendidikan anak usia dini yang telah diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 58 Tahun 2009 tentang Standar Pendidikan Anak Usia Dini. Prinsip-prinsip tersebut mencakup: 1) keamanan, kenyamanan, dan pencahayaan yang sesuai dengan kesehatan anak usia dini; 2) kesesuaian dengan tingkat perkembangan anak usia dini; 3) pemanfaatan potensi dan sumber daya yang ada di lingkungan sekitar, termasuk barang limbah atau bekas yang dapat digunakan kembali. Oleh karena itu, sebaiknya lingkungan sekolah diarahkan sesuai dengan prinsip-prinsip kelangsungan pendidikan bagi anak usia dini.

Lingkungan sekolah yang baik juga memiliki dampak positif terhadap pertumbuhan pendidikan anak usia dini. Ini sejalan dengan pandangan yang disampaikan oleh Isnainia & Na'imah (2020), yang menyatakan bahwa pemberian stimulus positif kepada siswa di sekolah akan membantu mereka dalam menyelesaikan tugas-tugas mereka dengan baik.

Perkembangan anak usia dini memiliki kepentingannya tersendiri, dan faktor-faktor yang mempengaruhinya sangatlah signifikan. Faktor-faktor yang memengaruhi perkembangan anak usia dini tersebut, antara lain  faktor genetik (hereditas) dan faktor lingkungan. Faktor hereditas atau faktor keturunan melibatkan karakteristik bawaan yang diwariskan dari orang tua kepada anak sejak awal pembuahan. Faktor ini merupakan faktor awal yang berpengaruh terhadap perkembangan anak, karena terdapat warisan karakteristik fisik dan psikologis yang diturunkan secara genetik dari orang tua biologis atau orang tua kandung. Faktor-faktor ini termasuk bakat, sifat-sifat keturunan, tingkat kecerdasan, dan kepribadian anak. Sementara itu, faktor lingkungan melibatkan segala hal yang berpengaruh pada perkembangan anak sejak saat konsepsi hingga masa mendatang. Lingkungan dapat mempengaruhi perkembangan anak melalui kualitas makanan yang dikonsumsi, suasana di sekitarnya, pola asuh yang diberikan oleh orang tua, interaksi dengan orang-orang di sekitarnya, serta pengalaman pendidikan yang diperolehnya baik secara formal maupun informal. Lingkungan yang dimaksud mencakup lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Ketiga lingkungan ini memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak setelah lahir. Jika salah satu faktor terganggu, hal itu dapat berdampak pada aspek perkembangan lainnya, sehingga perkembangan anak usia dini tidak mencapai potensinya secara optimal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun