Mohon tunggu...
DIALOG JALANAN
DIALOG JALANAN Mohon Tunggu... Editor - Penulis dan Dramawan

Acara Talk Show dan Berita Sastra

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

"Telur dan Ayam" Lebih Dulu Mana Menurut Ranggita dalam Serial Jemari Jingga

18 Oktober 2021   16:49 Diperbarui: 18 Oktober 2021   16:52 234
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Arief Akbar Bsa Penulis Jemari Jingga/dokpri

TELUR DAN AYAM

oleh : Arief Akbar Bsa

Membaca berita hari ini para media terlihat hiruk pikuk memberitakan "hari pers. Dipenuhi narasi dan opini tentang geliatnya para pewarta berkontribusi memerankan andil penting pada lembaga kepenulisan berlabel jurnalistik. 

Tidaklah dipungkiri, sosok jurnalis memang sebagai parameter dalam melihat dunia luas ini baik dengan sudut pandang baku maupun pembanding kepingan nilai tukar, yang dapat membantu kemajuan semua lini terutama sektor pembangunan dan peradaban dunia. Hanya saja terkadang pencapaian atas kontribusi tak diimbangi dengan kemampuan teritorial analisa data yang menyebabkan diskriminatif atas capaian sosok jurnalis.

"Journalism is popular, but it is popular mainly as fiction. Life is one world, and life seen in the newspapers is another", - Gilbert Keith Chesterton . Pemahaman tentang makna sangat berpengaruh bagi penulis asal inggris di era 1874-1936 ini. Analisa sebuah "Jurnalisme itu populer, tetapi populer terutama sebagai fiksi. 

Hidup adalah satu dunia, dan kehidupan yang terlihat di koran adalah dunia lain" teori lingkaran dalam lingkaran adalah manifestasi kenyataan, maka ini sangat perlu ditanamkan dan terpatri dalam jaringan pelaku warta agar memberikan "banyak warna" (tanda kutip-red) disela penyampaiannya.

(memisahkan kecenderungan klaim sesama penulis terkait pula dengan warna pelaku seni, berasumsi kepopulerannya laiknya seniman)

Karena itu, bagi Ranggita (tokoh utama dalam serial Jemari Jingga) sedikit terkitik-kitik untuk sebuah justifikasi "pewarta adalah peseni". Bagaimana mungkin dua kaidah disatukan sedangkan masing2 memiliki alur yang berdiri sendiri. Sebanding dengan istilah biologi tentang metamorfosis,

Literasi metamorfosis antara yg sempurna dan tidak sempurna itu berbuah imago. Persoalannya proses peralihan dari nimfa ke pupa tidak diperlukan peretasan genetika (bolehlah pakai istilah dna). Jadi jika runutannya adalah hasil akhir (imago) sebuah karya, maka katak bermetamorfosis sempurna memiliki kaki tapi tak bisa berjalan, sama halnya capung bermetamorfosis tidak sempurna yg memiliki kaki sama juga tak bisa berjalan. Beda retasan namun sama fungsi.

Lebih jauh Ranggita mengurai teori telur dan ayam sejalan dengan kaidah metamorfosis yang membedakan korelasi sebuah PEMAHAMAN. Ranggita hanya mengenal kualitas seseorang dengan dua ketagori, PINTAR dan CERDAS. Sepintas dalam telaah harfiah adalah sejenis yang sama gravitasinya. Namun jika didalami akan dirasa sekat yang sangat mencolok perbedaannya.

Pintar belum tentu cerdas, namun cerdas sudah pasti pintar. Dalam kacamata Ranggita yang bercerita di akhir #plot8, menegaskan pintar itu rumit sedangkan cerdas rasional seperti halnya #StephenHawking. Ia adalah sosok ilmuan nan pintar lagi mumpuni dengan segudang penguasaan algoritma dan eksakta (mantiq). 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun