Mohon tunggu...
Ayu Diahastuti
Ayu Diahastuti Mohon Tunggu... Lainnya - an ordinary people

ordinary people

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Parenting: Ayah, Ibu, Haruskah Menghukum Saat Anak Tantrum?

27 Maret 2022   16:01 Diperbarui: 12 April 2022   10:15 2223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi anak tantrum (Sumber: shutterstock via kompas.com)

Sayup terdengar suara anak kecil yang menangis. Lebih tepatnya lagi meraung. Dengan upaya yang sangat keras sang nenek berusaha menenangkan tangis cucunya. Namun gadis kecil berusia 3 tahun itu masih meronta. Menangis di tengah suasana ibadah yang sedang berlangsung. 

Pernahkah kita menjumpai peristiwa yang sama? Anak tantrum begitu luar biasa. Mungkin bukan di tempat ibadah. Bisa jadi di mall, di pasar, di tempat ibadah, di sebuah wahana wisata, atau di tengah jalan. 

Sungguh hal yang sangat memicu emosi kita. Bagaimana bila kita sendiri yang menghadapi situasi seperti itu? Apa yang dapat kita lakukan? 

Beberapa orangtua memilih untuk menjadi monster paling menakutkan di muka bumi supaya anak-anak takut dan berhenti tantrum. Atau mencubit anak. Atau auto mengerahkan tenaga dalam aji kanuragan, berusaha untuk menghilang dari garis edar bumi. 

Apa dan mengapa tantrum terjadi pada anak-anak? 

via mildicasdemae.com
via mildicasdemae.com

Biasanya tantrum terjadi pada anak-anak dalam rentang usia 2-4 tahun. Meski demikian pada beberapa kasus, tantrum pun masih dialami hingga anak-anak menginjak usia pra sekolah. Dan ini masih tergolong normal, parents. 

Tantrum merupakan perilaku negatif anak-anak biasanya perilaku menendang, menjerit, memukul, berteriak, menggigit, memukul, bahkan membangkang. 

Perilaku ini muncul karena adanya ketidakmampuan anak-anak dalam mengekspresikan emosinya. Baik itu kemarahan maupun kesedihan. 

Terkadang anak-anak melakukan perilaku ini karena ingin menarik perhatian, sebagai bentuk manipulatif anak, atau dapat juga karena anak-anak memang tidak dapat mengungkapkan frustasi dan perasaan sedih atau rasa marahnya. 

Mengapa anak-anak pada periode ini sering melakukan perilaku tersebut? 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun