Tapi kini kudapati diriku benar-benar mati rasa. Tak ada kumpulan rindu. Yang tersisa hanya satu rasa yang bahkan aku sendiri tak pernah mengerti.
"Carilah teman, Ndhuk," hanya kalimat indah Bunda saja yang terngiang di telingaku.Â
Tapi Bunda terlalu cepat pergi, dan Bunda belum sempat mengajarkan secara teoritis, bagaimana mengolah janji dan rasa percaya dengan bumbu cinta.
Buku resep masakan cintanya terkubur di bawah kenangan masa. Lalu kepada siapa aku kan bertanya? Tentang sebuah rasa yang telah lama kulupa.
Semua pasti ada masanya, iya, aku mengerti dan coba memahami. Ataukah harus kulangkahi hari demi hari tanpa cerita cinta yang tak juga segera kutemui?
Aku lupa sebuah rasa. Mungkinkah ada yang bisa menjelaskannya? Tanpa pemanis buatan, tanpa bahan pengawet yang mematikan, dan tanpa bumbu yang terlalu sulit untuk kudapatkan.