2. Akar Masalah Banjir Bali 2025
Beberapa faktor utama penyebab banjir ini dapat ditelusuri:
- Alih Fungsi Lahan
Sawah dan ladang yang dulu berfungsi sebagai area resapan air kini berubah menjadi kawasan permukiman, vila, dan hotel. Beton dan aspal membuat tanah kehilangan kemampuan menyerap air.
- Penebangan Hutan Tak Terkendali
Hutan di hulu sungai banyak beralih fungsi untuk kebutuhan infrastruktur. Padahal hutan berperan penting menjaga siklus hidrologi dan mencegah erosi.
- Sampah dan Drainase Buruk
Masalah klasik di kota-kota besar Bali adalah sampah plastik yang menumpuk di sungai. Drainase yang tersumbat memperparah banjir.
- Pembangunan Tak Berkelanjutan
- Banyak bangunan berdiri di daerah rawan banjir tanpa memperhatikan kajian risiko bencana. Akibatnya setiap hujan deras memicu genangan besar.
Semua faktor ini mencerminkan melemahnya penerapan Palemahan, yang seharusnya menjadi dasar harmoni Tri Hita Karana.
4. Contoh Nyata: Ketika Tri Hita Karana Dijalankan
Tidak semua wilayah Bali kehilangan keseimbangan. Ada desa-desa adat yang masih memegang teguh Tri Hita Karana. Misalnya di beberapa desa di Gianyar masyarakat tetap menjaga subak (sistem irigasi tradisional) dengan ketat. Lahan pertanian tidak mudah dialihfungsikan karena dianggap bagian dari warisan leluhur.
Hasilnya desa-desa ini relatif lebih aman dari banjir. Subak bukan hanya sistem teknis tetapi juga simbol Palemahan yang harmonis. Selain menjaga lingkungan akan memperkuat Pawongan (kebersamaan petani) dan Parahyangan (upacara persembahan air untuk Tuhan). Kisah ini menunjukkan bahwa ketika Tri Hita Karana dijalankan secara konsisten maka akan mampu menjadi benteng nyata menghadapi krisis ekologi.
5. Implikasi bagi Kehidupan Sehari-hari
Apa yang bisa kita pelajari dari banjir Bali 2025?
- Bagi pemerintah: Tri Hita Karana harus menjadi dasar kebijakan tata ruang. Tidak ada lagi izin bangunan di daerah resapan atau rawan banjir.
- Bagi masyarakat: kesadaran kolektif sangat penting. Gotong royong membersihkan saluran air, mengelola sampah, dan menjaga hutan bisa mencegah bencana.
- Bagi generasi muda: belajar sains dan teknologi harus disertai kesadaran nilai. Bukan sekadar tahu rumus, tetapi juga sadar dampaknya bagi lingkungan dan sesama.
Banjir besar Bali 2025 memberi kita pelajaran berharga dimana bencana bukan hanya akibat alam melainkan juga akibat manusia yang lupa menjaga harmoni. Ketika Palemahan diabaikan maka Pawongan dan Parahyangan akan ikut terguncang.
Tri Hita Karana hadir bukan sekadar slogan budaya, melainkan filosofi hidup yang bisa menjadi solusi nyata. Ia mengajarkan bahwa pembangunan tidak boleh melupakan keseimbangan antara manusia, alam, dan Tuhan.
Jika kita ingin menghindari bencana serupa, kita harus kembali pada prinsip harmoni. Mari jadikan Tri Hita Karana bukan hanya bagian dari upacara atau simbol pariwisata, tetapi juga panduan sehari-hari. Penerapan Tri Hita Karana dalam kehidupan sehari-hari bukan hal abstrak, penerapan Tri Hita Karana bisa diwujudkan melalui tindakan kecil seperti mengurangi sampah plastik, menanam pohon, atau ikut serta dalam program komunitas peduli lingkungan. Harapannya dengan kesadaran kolektif Bali dan Indonesia dapat membangun masa depan yang tidak hanya maju secara ekonomi tetapi juga lestari, adil, dan spiritual.