Mohon tunggu...
J Wicaksono
J Wicaksono Mohon Tunggu... Lainnya - Praktisi Kesehatan ingin belajar menulis

Saya suka menulis dan membaca berbagai artikel

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

13th December Inferno (Bagian 1)

9 Maret 2024   13:12 Diperbarui: 9 Maret 2024   13:18 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tidar Media. Magelang

13th December INFERNO

(Cerita Bersambung Pertama dari Trilogi Fiksi perjuangan TKR LAUT mempertahankan Kedaulatan Bangsa dan Negara Pada Periode Perang Kemerdekaan 1945-1949)

 

14 Agustus 1945 Jepang menyerah tanpa syarat pada Sekutu setelah 2 kota utama negeri itu diluluh lantak oleh "Bom Atom" Amerika Serikat 

Hal ini menyebabkan terjadinya kekosongan kekuasaan-'Quo Statuta' di wilayah-wilayah yang sebelumnya berada di bawah pendudukan Jepang, termasuk Indonesia. 


Kondisi ini dimanfaatkan oleh para pemuda untuk mendesak Ir Soekarno dan drs. Mohammad Hatta agar segera memproklamirkan Kemerdekaan Indonesia. 

17 Agustus 1945 pukul 10.00 WIB, Ir Soekarno membacakan sebuah naskah yang kemudian kita kenal sebagai "Teks Proklamasi" yang disusun secara singkat malam hari menjelang tanggal tersebut dan atas nama Bangsa Indonesia ditanda tangani Soekarno-Hatta.

 

1

Pangkalan II Tentara Keamanan Rakyat (TKR) Laut Karawang, Jawa Barat, Pertengahan November 1945, Pagi hari

 

"Langkah Tegap .. Majuuu ...... Jalan!"

"Prak!"

"Prak!"

"Prak!"

"Prak!"

Dengan gagah delapan orang serdadu berbadan tegap lengkap dengan seragam Koninklijke Marine (Angkatan Laut Belanda) maju melangkah menuju gerbang Pangkalan[1] II TKR Laut Karawang.

 

Seorang Kelasi yang tengah mendapat giliran pengawas di Pos Monyet segera berlari menuju pos penjagaan utama yang terletak disamping gerbang, seraya berteriak lantang,"Londo, Pasukan Londo (Belanda, Pasukan Belanda)!"

 

Teriakan lantangnya ini yang menyebabkan kehebohan di Pos Penjagaan. Sekoyong, seorang prajurit dengan sigap segera memukul lonceng tanda bahaya berkali-kali.

 

"Teng,Teng,Teng,Teng,Teng!" berbunyi selama hampir 30 detik. Merupakan tanda yang berarti kondisi siaga.

 

Sementara, rekan lain yang tengah melaksanakan tugas jaga bergegas mengambil senjata dan menghamburkan diri ke barikade karung pasir yang berada di sisi dalam gerbang. 5 orang petugas jaga pagi itu segera merapihkan helm dan mengokang senjata masing-masing. Dalam waktu singkat laras pun diarahkan kepada serdadu-serdadu tegap yang berjalan menuju gerbang Pangkalan.

 

-

 

November 1945, situasi di kota-kota penting Pulau Jawa dan Sumatera tengah memanas. Hal ini disebabkan oleh gelombang kedatangan Tentara Sekutu dalam rangka mengurus administrasi perang pasca berakhirnya Perang Pasifik (Bagian dari Perang Dunia II-PD II), perang antara Kekaisaran Jepang dan Tentara Sekutu yang dipimpin oleh Amerika Serikat.

 

Kedatangan Pasukan Sekutu ke Indonesia sendiri dipimpin oleh Inggris. Hal yang kemudian dimanfaatkan oleh NICA (Netherlandsch Indische Civiele Administratie)[2] dibawah dipimpin Hubertus Johannes van Mook. NICA memiliki misi tersendiri berupa menegakkan kembali kekuasaan Kerajaan Belanda atas Indonesia. Selama Perang Pasifik, Indonesia yang sebelumnya dibawah kekuasaan Kerajaan Belanda, jatuh ke tangan Kekaisaran Jepang.

 

Di Pulau Jawa, kedatangan Pasukan Sekutu dimulai pada tanggal 8 September 1945. 7 orang perwira dari Pasukan Para Komando Sekutu diterjunkan ke Lapangan Udara Kemayoran yang terletak di pusat kota Jakarta di bawah pimpinan Mayor A.G. Greenhalgh.[3] Ke tujuh perwira ini bertugas menyiapkan segala hal yang diperlukan terkait rencana pendaratan gelombang pertama Pasukan Sekutu di Dermaga Tanjung Priok tanggal 16 September 1945.

 

-

 

Meski didepan mereka nampak sekelompok pasukan yang sudah membidikkan senjata, delapan serdadu tak diundang tadi dengan langkah tegap terus melangkah menuju Pangkalan II TKR Laut Karawang. Derap langkah mereka tegap dan tegas menunjukan keyakinan diri, sesuai dengan seragam militer yang mereka kenakan.

 

"Prak!"

 

"Prak!"

 

"Prak!" Langkah mereka menghentak, menuju barikade yang ada.

 

Sementara, Pasukan TKR Laut yang ada, sudah bersiaga penuh. Mengantisipasi hal buruk yang mungkin dapat terjadi.

 

Namun, ......

 

Sersan Fathur, yang kala itu menjadi pemimpin pasukan jaga merasakan sebuah kejanggalan. Tidak satu-pun dari mereka (8 orang serdadu yang mendekat) membawa senjata, baik laras panjang maupun pendek.

 

Ditengah situasi yang tengah memanas antara Pasukan TKR Republik (Sebutan untuk Indonesia di masa perjuangan kemerdekaan) dengan Pasukan Sekutu, menjadi sesuatu yang ganjil bila ada sekelompok serdadu, berseragam Tentara Kerajaan Belanda berbaris menuju Pangkalan TKR, hebatnya lagi tanpa membawa senjata.

 

"Prak!"

 

"Prak!"

 

"Prak!"

 

Fathur yang sebelumnya mantan seorang anggota Heiho-Laut[4] sangat menyadari kejanggalan itu. Berdasarkan pengalaman nya, kondisi ini bukan kondisi seharusnya. Insting militer Fathur berdering. Sersan Fathur kemudian memerintahkan anggota jaganya untuk menahan tembakan sampai ada perintah darinya.

 

"Tahan; Jangan ada yang menembak sebelum ada perintah dari Saya", ujarnya.

 

"Prak,"

 

"Prak,"

 

"Prak," delapan serdadu itu semakin mendekati gerbang.

 

"Sersan, bagaimana ini?" salah satu anggota jaga gugup bertanya pada Fathur yang diam memperhatikan kedelapan serdadu.

 

Tepat di depan barikade, ,"Berhentiiiiii Gerak!"

 

"Hadap Kiri, Gerak!"

 

"Istirahat ditemmmpaaaat, Gerak," aba-aba dengan lantang di ucapkan oleh salah satu dari mereka. Serdadu yang baru saja memberikan aba-aba, kemudian berjalan ke depan rekan-rekannya dan mengambil sikap yang sama dengan rekannya, menghadap Penjagaan Pangkalan.

 

Dari dalam gedung utama, muncul kesibukan luar biasa akibat lonceng bahaya yang sebelumnya dibunyikan. Dari arah samping kanan-kiri, depan-belakang, bermunculan para prajurit TKR Laut dengan senjata masing-masing. Seorang perwira berpangkat kapten, menjadi prajurit dengan pangkat tertinggi turut muncul diantara mereka. Namun, seluruhnya kemudian nampak tak kalah bingung melihat apa yang ada di depan penjagaan.

 

Para anggota yang berdinas jaga mengambil posisi di balik barikade pasir. Sementara didepan mereka, ada beberapa orang dengan atribut Pasukan Belanda berdiri tegap menghadap penjagaan, diam ta bersuara dan tak bergerak.

 

-

 

Pangkalan II TKR Laut Karawang. Pasca kemerdekaan Indonesia, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) mensah-kan berdirinya organisasi militer sebagai salah satu komponen negara. Salah satu organisasi militer yang di-sahkan adalah BKR Laut pada tanggal 10 September 1945.[5] Selanjutnya, 5 Oktober 1945 diubah menjadi TKR Laut. TKR Laut selanjutnya membentuk Pangkalan-Pangkalan di Pulau Jawa dan Sumatera. Kota-kota tertentu ditunjuk sebagai tempat pangkalan-pangkalan tadi. Salah satunya adalah Kota Karawang, di Jawa Barat.

 

-

 

Karawang?

 

Meski berada di pesisir utara Pulau Jawa, Karawang sebenarnya tidak memiliki pelabuhan besar yang layak untuk menjadi sebuah pangkalan sandar Kapal Perang di masa itu. Akan tetapi, Kota Karawang secara strategis Militer memiliki nilai strategis penting karena menjadi jalur penghubung utama Jakarta (geografis Karawang sekitar 60 km dari Jakarta) dengan kota lainnya di Pulau Jawa. Di Kecamatan Cikampek, jalan besar penghubung Jakarta ke arah Timur terpecah menjadi 2. Yang pertama, terus ke Timur menuju Kota Indramayu, Cirebon hingga Jawa Tengah. Cabang kedua, ke arah Selatan menuju Kota Purwakarta, Subang hingga Bandung.

 

Selain itu, Karawang adalah daerah surplus beras. Wilayah Karawang yang merupakan Muara Sungai Citarum adalah wilayah tradisional pertanian yang luas. Sehingga Karawang dapat memenuhi kebutuhan logistiknya, sekaligus mendukung wilayah sekitar seperti Bekasi hingga Jakarta. Dalam sejarah tercatat, setiap penyerbuan Raja atau Sultan dari Jawa atas Batavia (Jakarta), selalu menjadikan Karawang sebagai depo logistik. Berdasarkan kondisi ini, maka Kota Karawang ditetapkan sebagai salah satu Pangkalan TKR Laut Indonesia.

 

-

 

Kapten Sulaiman, perwira tertua yang tadi keluar dari gedung utama mendekati kedudukan Fathur beserta anggota jaganya. Tiba di barikade, Kapten Sulaiman pun bertanya lantang,"Siapa Kalian?"

 

"Siap, Prajurit Soeprapto beserta 7 orang rekan Siap menghadap Komandan TKR Laut II Karawang!" ucap serdadu yang berdiri didepan ke tujuh rekannya.

 

"Kalian .... Kalian mantan KNIL[6]?" Kapten Sulaiman bertanya seraya mendekati Soeprapto yang sepertinya memposisikan diri sebagai pimpinan kedelapan serdadu itu. 

 

Suasana sesaat menjadi hening menunggu jawaban dari serdadu tak diundang itu ....

 

"Siap bukan. Kami adalah disertir[7] Prajurit Angkatan Laut Kerajaan Belanda," Soeprapto kembali menjawab.

 

"Angkatan Laut Kerajaan Belanda?"

 

"Siap."

 

Sesaat Kapten Sulaiman berfikir atas jawaban itu,'desertir Angkatan Laut Belanda?' batinnya berusaha mencerna.

 

-

 

Badan Keamanan Rakyat (BKR) Laut, dibentuk atas prakarsa pelaut-pelaut pribumi Indonesia yang sebelumnya menjadi bagian KNIL Laut dan Heiho-Laut sesaat setelah kemerdekaan. Kapten Sulaiman pun sebelumnya adalah angota KNIL Laut. BKR Laut kemudian menjelma jadi TKR Laut karena pemerintah pusat menyadari bahwa Indonesia harus memiliki angkatan perang, bukan sekedar badan keamanan.

 

Ke delapan serdadu ini mengaku berasal dari Angkatan Laut Kerajaan Belanda. Bukan KNIL atau Heiho. Sepanjang pengetahuan Kapten Sulaiman, prajurit Angkatan Laut Kerajaan Belanda adalah prajurit-prajurit profesional, menempuh pendidikan dan berkarir di daratan Eropa dan telah menempuh berbagai peperangan di front Eropa selama PD-II. Dan dia pernah mendengar bahwa ada pribumi asal Indonesia yang menjadi bagian pasukan itu. Hal ini selentingan diketahui oeh Kapten Sulaiman dari para perwira KNIL dahulu. Kemudian, ...

 

"Tujuan kalian?"

 

"Siap!" seraya mengambil sikap berdiri sempuna.

 

Selanjutnya,

 

"Kami menyatakan diri tunduk dan patuh kepada Republik (Indonesia) dan siap membela tanah tumpah darah dengan sepenuh jiwa." Ke delapan serdadu itu serempak menjawab dengan tegas.

 

Mendengar jawaban tegas ini, banyak dari prajurit yang ada disekitar mereka menjadi diam terperangah. Meski mereka sekarang menjadi bagian dari TKR, namun azasinya banyak dari mereka yang tidak memiliki latar belakang pendidikan militer sama sekali. Modal utama mereka hanyalah semangat. Kala itu, hanya sedikit personel TKR yang mengenyam pendidikan militer.

 

Mereka yang mengenyam pendidikan militer, adalah angota KNIL, atau Heiho, Peta atau organisasi kemiliteran lain bentukan pemerintah Kolonial baik Belanda atau Jepang.

 

Sikap yang ditunjukan kedelapan serdadu itu, terutama Soeprapto merupakan hal yang sangat jarang mereka temui.

 

'Jelas bahwa ke delapan serdadu ini datang untuk bergabung dengan TKR Laut,' batin Kapten Sulaiman menjawab. Hal ini tentunya sangat melegakan dirinya. Kapten Sulaiman pun memberi perintah

 

"Prajurit!, turunkan laras senjata kalian. Mereka adalah saudara kita", mereka yang sedari tadi bersiap dengan senjata masing-masing pun selanjutnya turut bernafas lega.

 

Ditengah desah nafas kelegaan sebagian besar prajurit TKR Laut,"Kalian ...,"

 

"Siap!" serempak ke delapan prajurit gagah ini menjawab.

 

"Kalian disersi? Induk pasukan kalian?" Tanya Kapten Sulaiman melanjutkan.

 

"Siap! Ijin menyampaikan. Kami dari berbagai kesatuan, sebagian kami Anak Buah Kapal di kapal-kapal perang Belanda, dan tiga orang dari Korps Marinir," kali ini, pemimpin delapan orang serdadu itu yang menjawab.

 

"Kalian datang dari Belanda? Belanda di Eropa?"

 

"Siap!" serempak kembali mereka menjawab. (BERSAMBUNG KE BAGIAN 2. Naskah lengkap cerbung in dipublikasi secara online oleh Penerbit Tidar Media secara on.line dengan judul 13th December Inferno)

Penjelasan Footnote:

[1]. Pangkalan. Istilah Pangkalan digunakan dalam organisasi TNI-AL sebagai penyebut untuk kantor/instansi/maskas satuan komando kewilayahan mereka. Saat ini, Pangkalan TNI-AL terdiri dari 2 tingkatan, pertama Pangkalan Utama TNI—AL disingkat Lantamal saat ini berjumlah 14 dan Pangkalan TNI-AL (Lanal) tersebar di seluruh penjuru Nusantara berkedudukan di bawah Lantamal.

[2]. Netherlandsch Indische Civiele Administratie atau dalam bahasa Inggris Netherlands Indies Civil Administration adalah otoritas yang memiliki sayap militer sebagai badan penghubung pemerintah Belanda di London (Saat PD II, negeri Belanda menjadi salah satu negeri yang diduduki oleh Jerman) dengan Pasukan Sekutu di kawasan Pasifik yang berkedudukan di Brisbane, Australia. NICA dibentuk oleh Ratu Wilhelmina (Ratu Belanda, 1890-1948) 3 April 1944.

[3]. Sujono, (1981). Sejarah Nasional Indonesia; Volume 6.

[4]. Heiho adalah tentara bentukan Jepang saat menduduki Indonesia selama Perang Dunia II, terdiri dari dua bagian, Heiho-darat dan Heiho-laut).Selain itu, wajah dan kulit mereka (kedelapan serdadu), sawo matang. Persis seperti pribumi pada umumnya.

Heiho, artinya tentara pembantu (Bahasa Indonesia). Disebut tentara pembantu, karena tugasnya adalah membantu tentara Jepang dalam giat-giat fisik seperti membangun, memasak, membersihkan markas. Meski demikian, mereka tetap dibekali ilmu dasar kemiliteran. Heiho sendiri

Pasukan Heiho yang pada awalnya hanya bekerja pada bidang kasar pekerjaan militer, saat menjelang kekalahan Jepang pada Perang Pasifik, kerap diterjunkan secara langsung di medang pertempuran. Hingga masa akhir pendudukan Jepang di Indonesia, jumlah Heiho darat dan laut diperkirakan sekitar 42.000 personel.

Pasca Soekarno-hatta memproklamirkan kemerdekaan, pasukan ini (Heiho) bersama pasukan lain bentukan Jepang seperti Peta dan Giyugun dibubarkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) dan anggotanya dimasukkan ke dalam Badan Keamanan Rakyat (BKR) yang kemudian berkembang menjadi TKR.

[5]. Tanggal 10 September 1945 oleh Pemerintah Indonesia ditetapkan sebagai Hari Lahir TNI-AL.

[6]. KNIL, Koninklijk Nederlans(ch)-Indisch Leger, tentara/angkatan perang bentukan Pemerintah Kolonial jaman penjajahan Belanda. Berdiri pada tanggal 28 Agustus 1814. Keanggotaannya berasal dari campuran Warga Kerajaan Belanda dan koloni-koloni mereka (jajahan), termasuk dari Indonesia. KNIL berbeda dengan tentara Kerajaan Belanda, meski banyak tentara organik Kerajaan Belanda menjadi bagiannya, hingga bahkan memegang tongkat komando tertinggi di lembaga KNIL.

[7].  Adalah seorang anggota militer yang melakukan tindakan mangkir/meninggalkan tugas tanpa ijin satuannya. Pada situasi perang, label ini kerap ditempelkan kepada mereka yang melakukan pembelotan ke pihak yang berseberangan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun