Mohon tunggu...
Dhannang Nugroho
Dhannang Nugroho Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa S1 Ekonomi Pembangunan UNS

Mahasiswa S1 Ekonomi Pembangunan...

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Penyesuaian Rincian APBN untuk Menyesuaikan Kondisi Ekonomi di Tengah Pandemi

10 Januari 2021   12:36 Diperbarui: 10 Januari 2021   12:57 1011
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selain langkah pemerintah dalam melakukan refocusing anggaran yang salah satunya dengan memangkas anggaran kunjungan luar negeri, juga melakukan penyesuaian APBN 2020. Hal ini untuk menjaga kondisi pemenuhan penanganan pandemi Covid-19 serta untuk menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan/atau stabilitas sistem keuangan. Sehingga Presiden pada bulan April mengeluarkan Perpres nomer 54 tahun 2020 tentang Perubahan Postur dan Rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2020. Namun peraturan tersebut telah dilakukan penyesuaian kembali sehingga keluar Perpres nomer 72 tahun 2020. Didalam Peraturan Presiden yang ditetapkan pada Juni 2020 ini dijelakasan bahwa penyesuaian anggaran meliputi Anggaran Pendapatan Negara, Anggaran Belanja Negara, surplus/defisit anggaran, dan pembiayaan anggaran.

Target pendapatan negara yang direncanakan Pemerintah  sejak 2019 sebesar Rp 2.233,2 triliun. Namun akibat pandemi yang membuat ekonomi lesu, pada bulan April 2020 pemerintah memproyeksikan pendapatan negara sebasar Rp1.760,88 triliun. Dan pada bulan Juni 2020 target tersebut mengalami penyesuaian  kembali menjadi Rp1.699,94 triliun. Penurunan target pendapatan negara tersebut sebesar Rp60,9 triliun ini sebagai dampak perlambatan ekonomi  dan adanya pemberian insentif atau relaksasi pepajakan. Pada Perpres 72 tahun 2020 pasal 2 dijelaskan bahwa penurunan pendapatan negara tersebut telah menampung perluasan dan pepanjangan insentif pajak terkait penanganan pandemi Covid-19 hingga akhir tahun 2020.

Begitu pula dengan perubahan postur belanja negara yang awalnya telah ditetapkan pada 2019 sebesar Rp2.540,4 triliun. Semenjak mewabahnya virus Covid-19 belanja negara mengalami kenaikan sebesar Rp 2.613,81 triliun berdasarkan Perpres 54/2020. Penyesuaian anggaran belanja negara diatur kembali pada Perpres 72/2020 sebesar Rp 2.739,16 triliun. Perubahan target belanja negara pada kedua Peraturan Presiden ini memilik selisih Rp 125,3 triliun. Dari anggaran penyesuaian terakhir tercatat target belanja untuk menangani pandemi Sars Cov-2 sebesar Rp 358,88 triliun. Kenaikan anggaran belanja selain untuk sektor kesehatan juga adanya stimulus fiskal seperti perpanjangan bantuan sosial tunai, subsidi listrik, tambahan Dana Insentif Daerah (DID) serta  subsidi bunga untuk UMKM dan belanja Imbal Jasa Penjamin (IJP).

Melihat kondisi tersebut pemerintah dengan anggaran belanja negara yang lebih besar dari pendapatan negara sebenarnya bukan hal yang tabu dalam perekonomian negara, kondisi seperti ini biasanya disebut dengan defisit anggaran. Indonesia selama ini termasuk negara yang memiliki defisit anggaran yang kecil. Sebagaimana Undang-undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang menjelaskan batas maksimal defisit yaitu minus 3% terhadap Produk Domestik Bruto. Bahkan target Pemerintah sejak 2019  defisit anggaran 2020 diproyeksi sebesar minus 1,76 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

Namun harapan pemerintah ditahun 2019 mengenai pertumbuhan ekonomi negara dan defisit anggaran pada tahun 2020 seakan-akan pupus akibat serangan pandemi. Pada Juni 2020 defisit anggaran melebar hingga minus 6,34% terhadap PDB yang saat itu hanya sebesar Rp 1.039,2 triliun. Melihat hal tersebut pemeritah dengan hati-hati menyusun RAPBN tahun anggaran 2021 mengingat masih akan berlangsungnya pandemi ditengan masyarakat. Terlebih ditahun 2021 anggaran belanja negara diproyeksikan  akan naik terkait belanja alat kesehatan dan vaksin.

Realisasi penerimaan negara hingga akhir bulan November 2020 baru mencapai 83,7 persen dari target anggaran yang ditetapkan pada Perpres 72/2020 atau sebesar Rp 1.423 triliun. Sedangkan di tahun 2019 pada periode yang sama tercatat pendapatan negara sebesar Rp1.676,6 triliun. Atau secara year to year  realisasi pendapatan negara di tahun ini turun sebesar 15,1 persen dari tahun lalu. Pendapatan negara yang terkena paling parah atas imbas pandemi yaitu pos penerimaan pajak yaitu mencapai Rp 925,3 triliun, yang berdasarkan data Kementerian Keuangan pada akhir bulan November. 


Menurunnya pendapatan negara dari penerimaan pajak merupakan hasil kebijakan pemerintah yang memberikan relaksasi pajak untuk pengusahaan, importir dan masyarakat. Relaksasi pajak sendiri selama pandemi diharapkan pemerintah untuk dapat meningkatkan daya beli serta meningkatkan iklim investasi dimasyarakat. Namun dengan kasus baru harian di Indonesia yang setiap hari meningkat dan belum pastinya pandemi mereda, membuat masyarakat lebih memilih menyimpan uangnya untuk berjaga-jaga jika terjadi situasi genting.

Antisipasi Pemerintah pada Ekonomi 2021

Situasi ekonomi secara mikro dan makro yang belum stabil hingga terjadi resesi, serta belum melandainya kurva infeksi virus dimasyarakat sangat berbanding berbalik dengan kabijakan belanja negara menuju tahun 2021. Sehingga pendapatan nasional lebih kecil dari pengeluaran untuk belanja negara menimbulkan besarnya hutang negara di tahun 2021 akibat dari melebarnya defisit anggaran dan resesi. Defisit anggaran 2021 pun melebar yang semula diproyeksikan minus 1,7 persen menjadi minus 6,34 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

Ketidakpastian ekonomi menjadi alasan mengapa defisit melebar. Begitu yang khalayak tau, bahwa defisit anggaran disulam dengan hutang, baik hutang luar negeri maupun dari dalam negeri. Meski beban pemerintah akan berganda pada tahun anggaran berikutnya yaitu beban hutang dan beban bunga, namun langkah ini diambil untuk menstabilkan ekonomi. 

Tercatat utang pemerintah menurut Kementerian Keuangan hingga bulan Oktober 2020 sebesar Rp 5.877,71 triliun, jika dibandingkan secara year to year diperiode yang sama tahun lalu terlihat naik Rp 1.121,58 triliun. Sedangkan pada bulan November tahun pandemi ini untang Indonesia berada diangka Rp 5.910,64 triliun dengan rasio utang pemerintah terhadap PDB sebesar 38,13 persen. Utang negarapun diproyeksikan masih akan meningkat seiring tidak stabilnya ekonomi nasional dan kian lebarnya defisit anggaran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun